Mabuk
Mabuk
"Sorry, Za. Denada ga pegang hape dari kemarin. Kayaknya hapenya dimatiin. Semalem mamanya juga nelpon aku karena ga dapet kabar."
Aku mendapatkan firasat buruk. Aku sudah mencoba menelepon Denada berkali-kali pagi ini, tapi dia tidak menerimanya. Aku terpaksa menelepon Mayang untuk mencari tahu bagaimana keadaan Denada.
Sejak ke area Lombok Barat kemarin aku tak sempat menghubungi siapapun karena sibuk melihat pembiakan mutiara. Semalam pun aku sibuk menemani Astro bercinta hingga hampir pagi buta. Kami tertidur setelahnya sampai hari hampir siang.
"Mereka putus?" aku bertanya.
"Ga sih, tapi ... kita dapet info dari temen apartemen Petra kalau udah hampir setengah tahun ini Petra sering jalan sama perempuan, tapi pas kita ketemu Petra dia bilang itu cuma temen." ujar Mayang dengan nada pelan, tapi cukup jelas untuk kudengar.
"Petra selingkuh, tapi ga mau ngaku?"
"Aku mikirnya gitu, tapi Denada mau kasih Petra kesempatan."
Aku terdiam. Mungkin Denada masih sulit melepaskan Petra. Mereka sudah menjalin hubungan sejak lulus SMP, yang berarti mereka sudah bersama selama 4,5 tahun. Kurasa aku bisa mengerti.
"Gimana kamu sama Astro?"
"Gitu deh. Dia nempel terus."
Mayang tertawa pelan walau tawanya segera menghilang, "Sorry, Za. Aku sebenernya mau pamit dulu sama kamu sebelum nemenin Denada, tapi aku tau kalian pasti sibuk. Jadi aku cuma titip salam."
"It's okay. Kalian kapan pulang?"
"Mungkin besok atau lusa. Moodnya Denada jelek banget beberapa hari ini. Aku mau nunggu dia bener-bener bisa jauh dari Petra dulu."
"Sekarang Denada lagi ketemuan sama Petra?"
"Denada lagi mandi."
"Denada ga biasanya mandi jam segini kan?" aku bertanya.
Mayang menggumam mengiyakan, "Dan ini udah lewat satu jam dia di kamar mandi. Aku bener-bener khawatir."
Aku menghela napas, "Bukannya dia bilang dia akan terima kalau mereka putus?"
"Iya, tapi itu kalau Petra minta putus. Kenyataannya Petra ga mutusin. Dia bilang perempuan itu cuma temen. Mereka abis ketemu semalem. Aku ga tau mereka ke mana, tapi Denada mabuk pas dianter Petra balik ke hotel."
"Kalian nginep di hotel? Ga nginep di rumah auntie Farah?"
"Denada ga ngomong apa-apa soal auntie Farah. Kita booking hotel yang deket apartemen Petra sebelum take off."
Aah, begitukah?
"Kamu ga ikut mereka?" aku bertanya untuk mengalihkan pikiran dari memikirkan yang tak perlu. Denada pasti memiliki alasan kenapa dia tak memilih menginap di rumah tantenya.
"Ga mungkin dong aku ikut. Aku pasti ganggu banget kalau ikut mereka."
"Denada cerita mereka ngapain aja?"
"Denada belum cerita apa-apa. Bangun tidur tadi dia langsung muntah-muntah."
Sepertinya Denada mengalami malam yang buruk. Entah kenapa, tapi Denada tak biasanya seperti itu.
"Gimana kalau kita minta mamanya jemput aja?" aku bertanya.
"Aku mikir hal yang sama kemarin, tapi aku ga yakin. Aku khawatir Denada nganggep kita terlalu ikut campur."
Mayang benar, tapi tingkah Denada tak bisa dibiarkan berkelanjutan seperti itu, bukan?
"Aku bisa kirim Eboth buat mata-matain mereka kalau kamu mau." tiba-tiba saja Astro berbisik di telingaku, membuatku menoleh padanya.
Dia baru saja selesai mandi, dengan dada telanjang dan handuk masih bertengger di kepalanya. Mungkinkah dia mendengarkan percakapan kami sejak tadi? Aku sama sekali tidak menyadarinya.
Astro tersenyum tipis yang membuatnya terlihat lebih dewasa, lalu berjalan memutar dan berbaring di pangkuanku.
"Pakai baju dulu." ujarku tanpa suara, tapi dia mengabaikanku.
Tangannya menyusup masuk ke perutku dan mengelusnya perlahan. Aku mencoba melepas tangannya, tapi tanganku digenggam dengan erat dan dikecup olehnya.
"Kalau kamu mau nanya kabar bisa chat aku dulu ya. Jangan chat atau telpon Denada. Aku khawatir Denada jadi lebih bad mood kalau kamu yang nanya kabar. Kamu kan abis nikah, kamu ngerti kan?"
Aku menggumam mengiyakan, "Kabar-kabarin aku ya. Aku khawatir banget. Kalau kamu butuh bantuan, langsung telpon aku."
"Okay. Kamu kapan pulang?"
"Besok sore aku ke Surabaya dulu. Lusa aku udah di rumah kayaknya."
"Aku pasti dateng ke resepsi kamu. Nanti aku rayu Denada dateng juga. Semoga moodnya udah bagus. Oh, Denada udahan. Aku tutup dulu ya. Nanti aku kabarin."
"Okay, hati-hati di sana ya."
"See you, Za."
Mayang mematikan sambungan telepon bahkan sebelum aku sempat mengatakan apapun. Aku menghela napas dan menatap Astro yang masih mengelus perutku.
"Kamu ngapain, Honey?" aku bertanya sambil meletakkan handphone di meja.
"Aku lagi nyapa calon bayiku." ujarnya sambil mengecup perutku dan tersenyum tipis. Entah bagaimana, tapi dia terlihat lebih tenang.
"Kita kan masih lama punya anaknya." ujarku sambil mencubit pipinya karena dia terlihat menggemaskan sekali.
"Iya, tapi kan mereka calon anak-anakku. Boleh kan kalau aku sapa setiap hari?"
"Kamu aneh banget."
Astro memeluk pinggangku dan membenamkan wajahnya di perutku, "Ayah udah punya nama buat kalian."
"Seriously? Kita baru punya anak bertahun-tahun lagi, kamu tau?" ujarku sambil merapikan rambutnya yang basah dan berantakan.
"Aku tau." ujarnya sambil menoleh padaku, tapi pipinya masih menempel di perutku. Entah bagaimana, melihatnya bertingkah seperti ini terasa lucu. Seperti sedang mengurusi seorang anak manja. "Kamu mau kirim Eboth buat mata-matain Denada? Dia bisa sekalian jagain Mayang juga di sana."
Sepertinya aku baru saja menyadari beberapa waktu belakangan ini aku hanya melihat Jian di sekitar Astro. Aku tak tahu apakah akan aman membiarkan Eboth memata-matai sahabatku. Aku tak pernah berhubungan terlalu dekat dengannya, tapi aku memang membutuhkan seseorang untuk memantau kedua sahabatku. Aku khawatir sekali.
"Bener bisa?"
"Bisa, Honey, tapi cuma beberapa hari. Dia punya misi di Aussie."
"Boleh kalau ga ngerepotin. Kayaknya emang lebih bagus kalau ada yang jagain Denada sama Mayang. Aku punya firasat ga enak soal Petra." ujarku sambil mengusap rambutnya dengan handuk.
"Aku telpon Eboth dulu ya."
"Bisa kan Eboth ga ganggu kalau emang ga perlu banget? Aku ga mau bikin mood Denada tambah jelek. Kita udah ngerepotin Denada padahal dia punya masalahnya sendiri."
"Aku tau, Honey. Nanti aku minta Eboth jaga mereka dari jauh."
"Thank you."
Astro mengecup bibirku dan bangkit, "Kamu harus mandi sekarang. Kita berangkat satu jam lagi."
Aku ingat semalam Astro berkata akan mengajakku ke sebuah pantai. Dia meminta Kyle yang menyiapkan kapal untuk kami menuju ke sana.
"Aku telpon Opa dulu sebentar ya? Aku belum sempet nanya kabar."
"Okay. Mau aku pesenin sesuatu? Aku laper."
"Boleh, terserah kamu aja."
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSI.F & TAMAT di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-