Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Cedera



Cedera

2"Kalau mau berisik di kamarku aja nanti." bisik Astro saat kami baru saja selesai bercinta.     

Pandangan mataku masih kabur dengan napas masih terengah saat dia meletakkan kepalaku di lengannya dan menutupi tubuh kami dengan selimut.     

Astro mengecup bibirku, "Thank you, Honey."     

Aku hanya menggumam mengiyakan karena mulai mengantuk. Bercinta dengannya benar-benar menguras tenaga.     

"Kita ke rumahku besok sore aja ya. Oma sama opa masih kangen kamu kayaknya." ujarnya sambil mengelus rambutku.     

Aku hanya mengangguk dan membenamkan wajah di dadanya. Sejak kami menikah, suara detakan jantungnya yang selalu menemaniku terlelap. Entah kenapa, terasa seperti aku sedang berada di rumah.     

Tiba-tiba aku memikirkan keadaan rumah peninggalan Ayah di Bogor. Aku ingin melihatnya. Terakhir aku melihatnya adalah saat aku dan keluargaku berangkat berwisata yang menewaskan mereka di jembatan.     

Ada bulir air merembes dari mataku. Aku mencoba menyekanya dalam diam. Aku tak ingin Astro merasa buruk karena melihatku menangis. Terlebih, setelah bercinta dengannya.     

"Kamu kangen bunda?" Astro bertanya sambil mengecup puncak kepalaku.     

Entah bagaimana aku harus menjawabnya. Aku hanya mengusap air mata dalam diam.     

"Kita bisa ke makam dulu besok sebelum ke rumahku. Kamu mau?"     

Aku mengangguk. Dia memang sangat mengerti aku. Entah bagaimana caranya dia selalu bisa menenangkanku bahkan sejak kami baru pertama kali bertemu bertahun lalu.     

"Kamu boleh nangis, tapi jangan berisik. Nanti opa pikir aku yang bikin kamu nangis."     

Aku mendongak untuk menatapnya. Dia memberiku senyum tipis yang belakangan ini sangat kusukai dan membuatku tertawa saat melihatnya.     

"Bisa-bisanya kamu ketawa sambil nangis begitu." ujarnya sambil mencubit pipiku.     

"I have no idea."     

Astro mengecup dahiku lama sekali. Sepertinya dia menungguku menyelesaikan tangisanku lebih dulu.     

"Bisa ga kapan-kapan kita ke rumahku di Bogor?" aku bertanya setelah merasa lebih tenang.     

"Kita harus ijin sama opa dulu, kamu tau?"     

Aku mengangguk. Walau Opa sudah berkata tak akan mencampuri keputusan kami, tapi kurasa meminta izin pada Opa adalah hal yang harus dilakukan. Setidaknya aku tak ingin membuat Opa dan Oma khawatir karena kami bertindak terlalu gegabah.     

Tiba-tiba aku mengingat percakapan kami saat Opa berkata akan mewariskan perusahaan senjata padaku. Kenapa Astro sepertinya sudah siap saat Opa mengatakannya?     

"Honey."     

Astro hanya menggumam.     

"Opa sehat kan?" aku bertanya sambil menatapnya lekat.     

"Setauku opa sehat. Kenapa?"     

"Bukannya aneh tiba-tiba Opa mau warisin perusahaan senjata sekarang? Biasanya Opa selalu biarin aku belajar dulu, tapi sekarang mau warisin perusahaan gitu aja. Kenapa juga Opa nikahin kita lebih cepet? Kamu ga ngerasa aneh?"     

"Opa cuma ngerasa udah tua, Honey. Sekarang opa udah 69 tahun. Menurutku wajar kalau opa percayain kamu ke aku, atau mulai mikir warisin perusahaan ke kamu. Aku udah tau opa mungkin aja ngambil langkah ini sejak opa kasih aku proyek pembiakan mutiara."     

Begitukah?     

Jika pendapat Astro benar, maka tindakan Opa bukanlah tindakan yang tiba-tiba. Kenapa hatiku terasa tak rela?     

"Semua orang akan pergi, termasuk aku. Kamu juga nanti. Kita cuma ga tau siapa yang lebih dulu." ujarnya sambil mengelus wajahku.     

Aku tahu Astro benar. Aku bahkan pernah terang-terangan berkata padanya mungkin saja aku yang akan pergi lebih dulu. Aku hanya tak pernah menyukai topik ini.     

"Jangan pernah lupa kalau aku mau satu liang kubur sama kamu, Honey. Aku serius." ujarnya sambil mengecup dahiku.     

"Bisa kita bahas yang lain?" aku bertanya saat jantungku terasa berhenti berdetak. Seolah ada sebuah sayatan tak terlihat yang melukai hatiku dan terasa ngilu.     

Hening di antara kami. Aku sedang berkutat dengan pikiranku agar tak perlu memikirkan kematian siapapun. Entah apa yang sedang dia pikirkan sekarang, tapi kecupannya di dahiku yang sejak tadi tak terlepas membantuku menenangkan pikiran.     

"Aku ga mau egois, tapi ... kamu istriku sekarang. Aku boleh minta sesuatu?" tiba-tiba dia bertanya dengan bibir bergerak di dahiku.     

Aku mendongak untuk menatapnya, "Apa?"     

"Aku ga suka kamu terlalu deket sama laki-laki lain. Aku udah cukup sabar ngadepin Zen. Selama ini aku bisa nahan diri karena kita belum nikah. Aku ga yakin aku bisa nahan diri lagi kalau kamu deket sama laki-laki lain lagi sekarang."     

"Aku kan ikut kamu ke Surabaya nanti. Aku ga akan sempet ketemu Zen."     

"Aku tau, Honey. Maksudku, sama semua laki-laki. Ga cuma Zen aja. Aku ga suka kalau kamu terlalu deket sama mereka."     

"Kamu egois."     

Astro menatapku dengan tatapan menderita, "I'm sorry. Aku tau aku egois, tapi aku cemburu banget kalau kamu deket sama laki-laki lain. Aku cuma ga mau bertindak kelewatan karena marah atau cemburu."     

Aku bisa mengerti alasannya, tapi melarangku dekat dengan laki-laki manapun terdengar egois sekali, bukan?     

"Kamu punya masalah apa Zen?" aku bertanya karena tiba-tiba mengingat ucapan Zen untuk menanyakan hal ini pada Astro.     

"Kamu percaya sama aku?" dia bertanya setelah berpikir dalam dan matang selama beberapa lama. Sepertinya dia tahu maksudku karena tatapan matanya berubah lebih serius.     

Bagaimana mungkin dia memintaku untuk percaya padanya sedangkan aku tak tahu bagaimana masalah yang ada di antara mereka? Aku tahu Astro selalu bisa dipercaya, tapi Zen tak terlihat seperti orang yang bisa diragukan, bukan? Setidaknya dia selalu bersikap jujur padaku. Bahkan dugaan Kyle padanya tentang dalang kasus Astro pun tak terbukti.     

"Honey, can you trust me (bisa kamu percaya sama aku)?"     

"I'll try."     

Astro terdiam sebelum bicara, "Waktu kelas sembilan ada kompetisi basket di sekolah. Aku satu tim sama Zen. Trus ada perempuan yang ngasih dukungan buat aku, tapi aku baru tau belakangan kalau Zen suka sama perempuan itu."     

"Kamu pacaran sama perempuan itu?"     

"Mana mungkin aku pacaran? Di keluargaku ga ada yang pacaran, Honey. Lagian aku ga mungkin milih perempuan lain selain kamu. Dengerin aku cerita dulu." ujarnya sambil mencubit pipiku.     

Entah bagaimana, tapi sepertinya wajahku memerah. Aku bisa merasakan telingaku memiliki suhu lebih hangat.     

"Namanya Tiara. Aku nganggep dia kayak temen-temenku yang lain. Aku berusaha baik, tapi ga terlalu baik biar ga dikira ngasih harapan. Masalahnya dia nganggepnya spesial."     

Aku bisa membayangkan bagaimana situasinya. Jika mengingat ada begitu banyak ajakan kencan untuknya selama ini, hal seperti itu tak mengherankan, bukan?     

"Aku ... ga sengaja lempar bola terlalu kenceng. Niatnya mau aku oper ke Dion, tapi ... aku kayaknya halusinasi."     

Aku menatapnya tak percaya, "Kamu halusinasi?"     

"Rrgh, aku noleh ke Tiara sebentar pas dia teriak manggil namaku. Aku ga tau kenapa ngerasa kayak lagi liat kamu. Fokusku tiba-tiba buyar. Aku lempar bola tapi meleset kena Zen. Kalau dia ga nahan bola pakai tangannya mungkin udah pingsan karena bolanya kena mukanya. Dia teriak kesakitan di lapangan, trus langsung dibawa ke UKS.     

Aku baru tau besoknya ternyata engkel pergelangan tangannya geser dan harus dapet terapi. Aku udah coba minta maaf, tapi dia ga pernah jawab. Dia ga pernah ngomong apa-apa lagi ke aku.     

Aku ga mau ganggu orang yang ga mau diganggu, jadi aku biarin aja. Aku baru tau dari temenku waktu mau lulus, katanya Zen sakit hati waktu Tiara ketawa pas dia teriak kesakitan. Selama ini dia mikir aku sengaja bikin dia malu di depan Tiara, tapi ada juga yang bilang Zen kesel sama aku karena bikin tangannya cedera. Kalau dia ga ikut terapi intensif, dia ga akan bisa main basket atau ngelukis lagi."     

"Kenapa kamu ga nanya sama Zen gimana perasaannya? Kalau cuma denger dari temen kan jadi salah paham."     

Astro mengecup bibirku, "Aku sibuk ngurusin resort sama bantu opa jagain kamu. Aku ga ada waktu ngurusin dia."     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.