Permainan
Permainan
Astro menatapku dengan tatapan menderita, "Masih bisa kok sebentar."
Aah, laki-laki ini benar-benar ....
"Bukannya kamu yang bilang Ayah sama Ibu punya hal yang mau diomongin ke aku? Ga sopan bikin orang tua nunggu, kamu tau?"
Astro terlihat kesal, tapi sepertinya dia mengerti waktu kami hanya sedikit. Dia mengecup dahiku dan meletakkan kepalaku di bahunya.
"Bisa kita bahas soal Zenatta lagi?" aku bertanya sambil mengelus pipinya.
"Apa yang kamu mau tau?"
"Sikapnya, kepribadiannya, semua yang kamu tau. Aku butuh informasi."
Astro terdiam sebelum bicara, "Seingetku dia pendiem. Cuma ngobrol sama orang yang dia kenal deket. Baik sih. Dia senyum ke semua orang, tapi cuma deket sama beberapa orang aja. Salah satunya Angel."
Entah kenapa aku menemukan kemiripan sikap dengannya. Aku pun pendiam dan hanya bicara jika membutuhkan. Aku juga hanya berteman dekat dengan segelintir orang, tapi akan tersenyum saat bertemu siapapun, hanya untuk sopan santun.
"Aku jarang ngobrol sama dia kalau ga penting-penting amat, tapi emang pernah beberapa kali mergokin dia lagi ngeliatin aku. Aku ga ada pikiran aneh soal itu soalnya aku udah biasa diliatin diem-diem. Termasuk diliatin diem-diem sama kamu."
Aku menoleh padanya, "Aku ga lagi bercanda."
Astro tersenyum tipis dan mengecup dahiku, "Selama ini aku ga ngeliat ada yang aneh sih. Kita juga baru ketemu lagi dari lulus SD waktu kamu liat dia ngobrol sama aku di resort. Jadi aku sama sekali ga nyangka dia orangnya."
Aku terdiam. Jika selama ini Angel selalu bersama Astro, bisa dipastikan dia mendapat informasi dari Angel, bukan? Namun Angel sudah memilih pindah sekolah saat dikeluarkan dari tim lomba robotik.
Aku lupa. Dia masih memiliki Riri sebagai informan saat Angel tak lagi berguna untuknya, lalu untuk apa dia memanfaatkan Gisel? Kami tak pernah bicara, bahkan aku tak pernah bertatap mata dengannya. Tunggu sebentar, sepertinya aku salah mengartikan.
"Honey."
Astro hanya menggumam sambil mengelus boneka Opa di pelukanku. Entah apa yang pikirkan tentang boneka itu, aku tak akan bertanya.
"Bukannya waktu itu ada yang post foto kita di resort dua tahun lalu? Foto itu waktu kita abis ketemu Zenatta kan?"
Astro hanya menggumam mengiyakan.
"Kamu dapet benang merah ke Zenatta dari foto itu?"
"Pinter." ujarnya sambil mengecup puncak kepalaku.
"Bukannya kamu pikir aneh? Buat apa dia repot-repot ngilangin jejak kalau dia juga yang buka identitas?"
"Aku jadi yakin kalau kamu emang beneran cucu opa. Bilang ke aku kalau kamu mau daftar pelatihan jadi agen rahasia ya." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
"Aku serius, Honey."
"Ayah bilang sama kamu tadi kan, kamu akan tau silsilah keluarganya nanti di rumah kakek. Kayaknya dia sengaja buka identitas karena ada hubungannya sama itu."
Aku menghela napas, "Ini rahasia yang lain lagi?"
Astro menggumam mengiyakan, "Get your self ready (Siapin diri kamu), Honey."
Aku menatapnya dalam diam. Aku tak bisa menebak apa yang ada di dalam pikirannya, tatapan matanya padaku terlihat tenang. Seakan segalanya akan baik-baik saja setelah aku mengetahui semua rahasia yang dia sembunyikan dariku.
"Segitu percayanya kamu sama aku?" aku bertanya setelah lama menimbang apa yang akan kukatakan padanya. Entah kenapa terasa seperti mengulang pertanyaan lama.
Astro mengangguk, "Ga ada orang lain yang kayak kamu. Aku milih kamu bukan tanpa alasan."
Aku hampir saja tertawa, "Alasan kamu suka aku cuma karena aku cantik."
"Bukan." ujarnya sambil mengelus pipiku. "Aku bilang gitu karena aku ga tau harus gimana jelasinnya. Aku bilang gitu karena belum waktunya kamu tau."
Permainan apa yang sedang dia mainkan padaku sekarang? Coba lihat semua teka-teki yang dia tunjukkan padaku.
"Tell me then (Kasih tau aku kalau gitu)." ujarku tanpa melepas tatapanku. Aku ingin melihat tatapannya berubah ragu atau apapun. Aku ingin mendapatkan sedikit informasi agar bisa menilai sebesar apa rahasia yang dia sembunyikan dariku. Sedikit perubahan ekspresi akan sangat membantu.
"Aku udah bilang berkali-kali kamu mandiri, Honey. Semua kualitas yang aku suka ada di kamu. Cueknya kamu, ga suka nyampurin urusan orang lain yang ga penting. Kamu juga cerdas dan ulet, kamu tau? Perempuan mana yang bisa ngelukis, ngelola usaha ekspor kerajinan tangan, nyanyi, masih bantu perusahaan kain opa yang cabangnya dua puluhan? Sebentar lagi kamu juga warisin perusahaan senjata punya opa. Bukan perempuan sembarangan yang bisa ngelola itu semua, kamu tau?"
Hening di antara kami. Kalimatnya membuatku banyak berpikir.
"Bukannya kamu tau kalau ga ada hal yang kebetulan?"
Aku menggangguk.
"Kita ketemu bukan kebetulan kan." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Aku tahu pertemuan kami bukanlah sebuah kebetulan. Nino yang membuatku menyadari hal itu.
Astro mengecup bibirku, "Trust me (Percaya sama aku). Kita akan baik-baik aja."
Aku mengangguk. Aku akan percaya saja padanya. Lagi pula, aku tak memiliki alasan untuk tak mempercayainya sekarang. Dia suamiku.
"Eboth masih di Aussie sekarang?" aku bertanya.
Astro menggumam mengiyakan, "Besok sore dia pulang. Kamu mau nanya soal Denada sama Mayang?"
Aku mengangguk, "Nanti aja abis kita ngobrol bareng Ayah sama Ibu."
"Okay."
Aah, aku baru mengingat sesuatu.
"Selama ini kamu lebih tau banyak soal Opa dibanding aku. Kamu tau kapan Opa mulai nyiapin kamu buat jadi suamiku?" aku bertanya dengan suara pelan yang cukup jelas terdengar kuharap kamera Opa tidak akan merekamnya.
"Dari opa minta aku nemenin kamu beli hape kayaknya. Aku ga tau apa aku yang kepedean, tapi kayaknya waktu itu opa mulai ngasih kesempatan deketin kamu."
Aku mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Itu adalah kedua kalinya kami bertemu.
"Kamu nyebelin banget pagi-pagi udah nongol di depan kamar ngatain aku bau." ujarku sambil mencubit pipinya.
Astro tertawa, "Kamu ga bau, Honey. Aku salah tingkah karena liat kamu imut banget. Tadinya aku mau masuk kamar. Untung kamu ngusir."
Aku menatapnya tak percaya, "Berani-beraninya mau masuk kamar anak perempuan."
Astro tertawa selama beberapa lama sebelum berhenti dan mempererat pelukannya padaku, "Sorry, aku kepo banget. Cuma kamu perempuan yang mukanya cemberut tiap liat aku. Perempuan lain biasanya senyum atau bikin tingkah minta diperhatiin."
"Kepedean kamu aja kali. Ga semua perempuan suka sama kamu, kamu tau?"
"Untungnya perempuan yang aku suka, suka sama aku kan? Udah jadi istriku sekarang." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-