Planning
Planning
Kakek muncul sesaat setelahnya. Disusul Opa dan Oma, kedua orang tua Astro, kedua orang tua Teana, juga Ray dan dan kedua orang tuanya.
"Bener-bener ga sabaran ya." ujar Kakek setelah aku mencium tangannya dan mendapati cincin dari Astro sudah terpasang di jari manis kiriku.
"Kan ga perlu ditunda lagi, Kek." ujar Astro, disambut gelengan kepala dari kakeknya.
Semua meja dan kursi diatur ulang menjadi deretan meja panjang dibantu oleh beberapa pramusaji. Kami semua duduk mengelilinginya. Aku duduk di sebelah Astro, dengan tangan kami terus saling menggenggam.
"Sebetulnya di keluarga Kakek ga ada yang ngadain acara lamaran, tapi Astro maksa. Jadi Kakek minta maaf karena acaranya mendadak." ujar Kakek.
Sebetulnya aku sudah menduganya, tapi tetap kehilangan kata-kata saat informasi ini datang padaku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum pada Kakek, lalu mengalihkan tatapan ke Astro yang memang sudah menatapiku sejak tadi.
Acara mendadak ini memberiku banyak informasi tentang keluarga Astro yang selama ini tak kuketahui. Ayah dan ibunya ternyata memiliki jaringan ekspor impor kain ke berbagai negara di seluruh benua. Sebetulnya dulu Opa lah yang akan menjalankan bisnis itu, tapi karena Opa tak memiliki anak lain selain Bunda maka bisnis itu diberikan pada orang tua Astro untuk dikelola.
Dari bisnis itu muncul anak perusahaan baru yang mengelola berbagai merek pakaian. Namun alih-alih mengurusi bisnis itu, mereka lebih sering mengurusi rapat sosial yang berhubungan dengan berbagai hal. Seperti pembukaan panti asuhan baru, acara amal, gerakan kemanusiaan dan gerakan perlindungan alam.
Aku juga mendapat sedikit informasi tentang kedua orang tua Teana dan kedua orang tua Ray. Mungkin aku baru mendapat informasi ini karena mereka mulai menganggapku sebagai bagian dari keluarga mereka.
"Kalian mau punya anak berapa?" Kakek bertanya tiba-tiba, yang membuatku membeku tak tahu harus menjawab bagaimana.
"Nanti, Kek. Kalau udah lulus aja. Kasihan Faza kalau Astro tinggal." ujar Astro dengan tenang.
Aku menoleh padanya. Dia benar-benar mengatakannya dengan lancar tanpa cela, seolah hal itu bukanlah hal yang sulit untuk dijawab.
"Lebih dari satu ya? Punya anak satu lebih repot dari pada punya anak tiga." ujar Kakek.
"Astro maunya banyak sih biar seru. Punya anak satu kurang." ujar Astro sambil menoleh ke arahku dan memberiku senyum menggodanya yang biasa.
Entah definisi macam apa yang baru saja kudengar. Kepalaku mulai berdenyut sekarang.
"Kalian udah milih mau pakai cara yang mana buat nunda punya anak?" Tante Lusi bertanya.
Aku dan Astro saling bertatapan. Aku belum membahas hal ini bersamanya karena terlalu malu. Mungkin dia menyadarinya dan tak berusaha untuk membahasnya denganku.
"Kalian harus bener-bener siap kalau mau punya anak. Harus serius dibahas kalau ga mau ada salah perhitungan." ujar Tante Lusi dengan tatapan khawatir yang jelas sekali.
Astro menoleh kembali pada Tante Lusi, "Nanti kita bahas, Tante."
"Pertimbangkan dengan baik ya. Punya anak itu pilihan serius. Kalian ga bisa anggep sepele karena tanggung jawabnya ga main-main." ujar Tante Lusi.
"Iya, Tante. Astro tau." ujar Astro yang kembali menoleh padaku. Entah bagaimana, tapi pembahasan ini membuat jantungku berdetak kencang.
"Ada sesuatu yang Faza mau? Kakek mau kabulin satu permintaan dari Faza sebagai hadiah pertunangan." ujar Kakek.
Aku terdiam untuk berpikir dan sepertinya aku tak membutuhkan apapun saat ini. Segala yang terjadi beberapa hari ini sudah lebih dari cukup untukku, maka aku menggeleng, "Ga ada, Kek."
"Opa juga masih memiliki hutang satu permintaan yang belum Mafaza pakai. Jika Mafaza ingin sesuatu, beritahu Opa ya." ujar Opa.
Aku bahkan sudah lupa Opa pernah memberiku satu permintaan saat aku bersedia bersekolah dua tahun lalu. Aku benar-benar melupakannya karena ada terlalu banyak hal yang terjadi.
"Iya, Opa." ujarku.
Acara selesai tepat tengah hari setelah berfoto bersama karena Teana yang mengusulkannya. Kemudian Opa dan Oma ikut ke rumah Kakek, entah akan membahas apa. Namun berjanji akan pulang malam hari.
Astro mengantarku pulang dengan motornya. Kami sampai di rumah hanya satu setengah jam perjalanan karena jalan raya sedang lengang. Aku mengajaknya duduk di teras belakang untuk menghabiskan waktu hingga Opa dan Oma pulang.
"Kita mau pakai cara yang mana?" Astro bertanya sambil mengelus jariku yang sudah terpasang cincin olehnya.
Aku menatapnya tak mengerti walau segera memahami arah pembicaraan ini, "Harus dibahas sekarang?"
"Bukannya lebih cepet punya pilihan lebih bagus?" dia bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa.
"Nanti aja ya. Masih tiga bulan lagi kok." ujarku yang berusaha menghindar karena merasa malu.
"Aku ga mau pakai kondom ya." ujarnya tiba-tiba.
"Astro, bahasnya nanti aja."
"Serius, Nona. Aku bayanginnya aja ga nyaman banget." ujarnya yang benar-benar mengabaikan keenggananku membahas topik ini.
"Please."
"Aku mau bahas sekarang. Aku kan pegang jadwal 'dapet' kamu. Kita pakai itu aja, okay?"
Aku menatapnya tak percaya. Bagaimana bisa dia sangat tak tahu malu?
"Fine." ujarku yang hanya ingin pembahasan ini segera berlalu.
Astro mengecup jariku sambil menatapku lekat. Sepertinya aku tahu apa yang sedang dipikirkan olehnya.
Aku menarik tanganku lepas dari ganggamannya, "Jangan mikir begitu."
"Fine, tapi jangan narik tanganku." ujarnya sambil kembali mengamit tanganku.
"Ini tanganku, Astro." ujarku sambil menarik tanganku kembali.
Astro terlihat terganggu denganku walau membiarkanku melipat kedua lengan di depan dada, "Tiga bulan lagi jadi punyaku."
"Baru tadi pagi aku muji kamu dewasa. Pergi ke mana dewasanya kamu yang tadi?"
Astro terdiam sebelum bicara, "Kamu lebih suka aku kayak gitu?"
"Iya."
"Tunggu tiga bulan lagi. Sementara ini, kamu harus puas sama aku yang nyebelin." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
Aah, laki-laki ini benar-benar ....
"Kamu ga nanya kenapa aku ga pasang foto lamaran kita di instagram?" dia bertanya tiba-tiba.
"Kenapa?"
"Tolong rahasiain ya. Aku ga mau ada orang ngincer kamu. Aku akan publish hubungan kalau kita udah nikah."
"Tapi aku udah ngasih tau Denada sama Mayang."
"Mereka ga pa-pa."
"Kalau kamu ga mau ada orang ngincer aku, kenapa kamu sering upload foto kita? Bukannya sama aja?"
"Ngelamar kamu bisa dianggap orang lain aku serius sama kamu, Nona."
"Maksud kamu, aku bisa jadi saingan mereka karena punya kesempatan merger bisnis sama keluarga kamu?"
"Pinter." ujarnya sambil mengelus puncak kepalaku.
Aku menatapnya penuh rasa ingin tahu, "Ada berapa ajakan kencan buat kamu minggu ini?"
"Enam."
"Seriously?"
"Perlu aku kasih liat ke kamu?" dia bertanya sambil mengeluarkan handphone dari saku.
"Aku ga mau baca." ujarku sambil menahan handphonenya. Aku menjawabnya dengan jujur. Aku masih mengingat pesan perempuan entah siapa yang dia tunjukkan padaku beberapa bulan lalu.
"Yakin ga mau tau?"
Aku menggeleng dengan mantap, "Aku lebih penasaran sama proyek kamu. Bisa kamu kasih tau?"
"Ga bisa, Nona. Tiga bulan lagi kamu baru boleh tau."
Aku tahu dia pasti menjawab seperti itu, "Kapan kamu mau ke sana lagi?"
"Dua minggu lagi."
Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku ingat meminta Zen datang untuk bermain catur bersama Opa kemarin. Kenapa aku tak melihatnya?
"Kemarin kamu minta Zen ga dateng ke sini?" aku bertanya untuk memastikan dugaanku.
"Pinter." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa. "Ga mungkin kan aku biarin dia ngerusak suasana bahagiaku setelah resmi diterima jadi calon suami kamu?"
"Berarti dia tau kalau kamu ngelamar aku?"
Astro mengangguk dengan senyum kemenangan terkembang di bibirnya.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-