Jejak
Jejak
Dia membiarkanku tidur di atas tubuhnya hingga matahari cukup tinggi. Juga membiarkanku berendam sendiri untuk menenangkan pkiranku sementara dia memasak untuk sarapan kami. Kurasa aku benar-benar tak bisa meminta yang lebih dari ini.
Karena Putri dan Bara akan datang sore nanti, kami sudah mempersiapkan beberapa strategi. Mobilku akan dibiarkan terparkir di rumah maharku yang akan kujadikan sebagai workshop, sebagai kamuflase kami tinggal di workshop itu selama beberapa hari. Mereka tak akan curiga karena ada satu kamar yang bisa kami tinggali.
Kami juga sudah memberi instruksi bagi pengawal kami agar tak muncul di workshop jika tak benar-benar dibutuhkan. Mereka hanya boleh muncul di rumah rahasia kami sesekali jika kami membutuhkan mereka untuk melakukan sesuatu.
Astro sudah memberiku akses untuk melihat video rekaman CCTV di workshop dan rumah mahar kami, yang membuatku menyadari di mana letak semua kamera tersembunyi itu. Semua ruangan dipasangi kamera, di beberapa sudut. Hanya kamar di rumah rahasia dan kamar di workshop yang tak terpasang kamera. Kamera hanya terpasang tepat di depan pintu hingga kami bisa leluasa melihat siapa yang masuk dan keluar dari sana.
Aku beberapa kali memekik saat melihat rekaman kami sedang bercumbu atau saling menggoda di berbagai tempat. Aku meminta Astro menghapus rekamannya, tapi dia menolak. Dia berkata akan menyimpan semua videonya karena aku terlihat menggemaskan.
Uugh yang benar saja?
"Om bisa bantu Astro?" Astro bertanya dari sambungan telepon pada om Bram.
Alih-alih memakai handphonenya, aku meminta Astro menelepon om Bram menggunakan handphone milikku. Aku ingin om Bram terbiasa denganku lebih dulu sebelum aku bertanya mengenai bunda suatu hari nanti. Aku tak akan bertanya tentang bunda dalam waktu dekat atau kami akan ketahuan sedang menggali informasi.
Kami sedang berada di atap rumah rahasia kami sekarang. Aku duduk di sofa dengan Astro berada di belakangku, membuatku merasa sedang dipeluk sebuah boneka beruang besar.
Astro yang mengajakku ke sini karena mungkin akan membantu menenangkan pikiranku. Kurasa dia benar, di sini memang terasa sejuk karena ada angin semilir yang membelai tubuh kami beberapa saat sekali.
"Apa yang bisa Om bantu?" terdengar suara om Bram karena Astro menyalakan mode speaker.
"Tapi ini rahasia ya, Om. Ayah sama ibu ga boleh tau."
"Kamu mau pesen majalah dewasa? Nanti Om rahasiain dari orang tua kamu, tapi Om kasih tau Faza ya." ujar om Bram sambil tertawa.
Aku mencubit pipi Astro karena entah bagaimana tiba- tiba aku mendapatkan pemikiran dia pernah membeli majalah itu entah di mana. Dan itu membuatku merasa kesal.
Astro mengamit tanganku dari pipinya dan mengecupnya, "Bukan itu, Om. Astro mau cari buku soal kehamilan sama parenting, tapi kalau ayah sama ibu tau nanti bisa gawat."
"Emangnya Faza hamil?"
"Erm Astro belum yakin, tapi ga ada salahnya kita baca dulu kan?"
"Hmm ... Om cariin dulu ya, nanti Om kabarin. Ini nomor Faza boleh Om simpen?"
Aku menatap Astro sambil mengangguk. Kepalaku masih bersandar di dadanya, dengan irama detakan jantungnya yang membantuku mengelola perasaanku.
"Boleh, Om." ujar Astro yang masih terus mengecup tanganku. "Oh ya, sama tiga jurnal ya."
"Okay. Salam buat Faza ya. Kalian harus main ke sini kapan-kapan."
"Okay, nanti Astro sampaiin salamnya ke Faza. Astro tutup telponnya ya Om."
"Iya."
Astro mematikan sambungan teleponnya dan mengecup bibirku, "Titah Tuan Putri sudah terlaksana. Ada lagi yang bisa saya bantu?"
Aku memberinya tatapan sebal saat dia menyodorkan handphoneku. Begitu manis bibirnya mengucapkan kalimat itu padahal semalam dia baru saja memberi saran padaku untuk mengambil sesi terapi dengan psikolog.
"Ga bisa banget ya senyum sedikit? Cemberut terus." ujarnya sambil mencubit kedua pipiku dan mengecup dahiku.
Aku memeluk tengkuknya yang berada di belakangku dan mencumbu bibirnya perahan. Dia membiarkanku memimpin dan melepas cubitannya di pipiku.
"Boleh aku jujur?" aku bertanya saat melepas cumbuan kami. "Aku cuma mau ngasih tau, ga masalah kalau kamu ga mau ikut. Aku cuma ngerasa aku perlu bilang."
Astro mengangguk ragu-ragu dan menatapku dalam diam. Aku tahu dia menungguku melanjutkan kalimatku.
"Aku pengen ke sungai tempat kecelakaan dulu kalau aku punya waktu. Mungkin aku butuh nginep semalem di sana karena jaraknya lumayan jauh. Tunggu aku selesaiin omonganku dulu, Astro." ujarku karena aku melihat Astro baru saja akan membuka mulut untuk mendebatku.
Astro menutup mulutnya kembali dan menatapku dengan tatapan khawatir. Aku tahu dia merasa apa yang baru saja kukatakan adalah ide yang buruk.
"Aku ga akan ke sana dalam waktu deket ini, kerjaanku sekarang banyak banget. Aku ga akan sempet. Kamu bisa ikut kalau kamu mau, tapi aku tau kerjaan kamu juga banyak. Aku bisa minta Kyle nemenin. Aku bisa bilang ke dia, aku pengen ke sana buat nginget keluargaku. Akhir bulan depan pas sembilan tahun mereka meninggal. Kyle ga akan curiga."
Astro menghela napas, "Aku temenin. Nanti aku cari waktu, ya?"
Aku menatapnya dalam diam selama beberapa lama. Aku tahu Astro memutuskan untuk ikut menemaniku dengan berat hati, tapi aku mengangguk pada akhirnya. Aku tak tahu apakah mimpiku semalam adalah sebuah firasat. Aku hanya ingin mengikuti arahannya. Mungkin aku akan menemukan sesuatu atau mungkin saja sebuah petunjuk yang kuabaikan.
"Aku masih mikir buat minta kakek cari jejak bunda. Aku ga mau buru-buru."
Astro hanya mengangguk. Tatapannya terlihat serius sekali.
"Bisa kasih tau kamu mikir apa?" aku bertanya karena dia sama sekali tak bersuara.
"Aku ... belum bisa kasih tau kamu." ujarnya sambil mengecup dahiku. "Aku kasih tau kalau aku udah dapet bukti. Aku ga mau bikin kamu kepikiran."
"Bukan salah kamu kalau aku mimpi buruk, kamu tau?"
"Tapi aku ngerasa itu emang salahku karena ngasih saran ke kamu buru-buru. Harusnya ... aku gerak sendiri buat cari jejak bunda."
"Dan biarin aku ga tau kamu cari jejak bundaku?"
Astro menggumam mengiyakan, "Sorry, Honey."
Aku menepuk lengannya yang sedang memeluk tubuhku, "Kasih tau aku apapun yang mau kamu lakuin, Astro. Aku ga mau jadi orang yang ga tau apa-apa. Udah cukup kamu sama opa yang bikin aku pusing sama rahasia-rahasia kalian, api jangan rahasiain bundaku dari aku."
Astro memelukku lebih erat dan mengecup puncak kepalaku lama sekali, "Aku cuma ga mau kamu kepikiran. Kamu ga tau gimana sakitnya hatiku kalau liat kamu kayak gitu. Rasanya kayak ... aku mau bayar berapa pun buat bikin kamu tetep senyum. Aku ga bisa liat kamu sedih begitu."
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-