Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Biduk



Biduk

2Aku keluar dari kamar dengan handuk masih tersampir di bahuku untuk menahan tetesan air dari rambut yang masih basah. Aku mencari Astro di dapur, tapi tidak menemukannya. Lalu aku mengintip keluar jendela dapur menuju teras belakang, tapi dia juga tak ada di sana.     

Aku mengalihkan langkah kakiku ke ruang tengah, ruang tamu, hingga teras depan, tapi Astro tak ada di mana pun. Aku baru saja akan beranjak ke ruang baca saat oma keluar dari kamar.     

"Oma liat Astro?" aku bertanya.     

"Bukannya di ruang baca lagi ngobrol sama opa?"     

Dugaanku tepat sekali. Aku baru saja akan melangkahkan kaki menuju ruang baca saat oma mengamit lenganku.     

"Jangan ngobrol terlalu lama. Opa harus istirahat." ujar oma.     

"Iya, Oma." ujarku sambil mengangguk.     

Oma melepas lenganku dengan sedikit gelengan kepala. Aku tersenyum manis untuk membuat oma tak merasa terlalu khawatir, lalu melanjutkan langkah kakiku menuju ruang baca.     

Aku mengetuk pintu beberapa kali sebelum membukanya. Opa dan Astro sedang bermain catur. Tak mengherankan Astro tak juga kembali ke kamar.     

Aku menutup pintu sebelum menghampiri sebuah kursi di sebelah Astro dan duduk, "Oma bilang jangan terlalu malem. Opa harus istirahat."     

Opa hanya mengangguk, "Sampai ronde ini selesai ya?"     

Aku mengangguk untuk menyetujui permintaan opa dan menonton mereka bermain catur sambil mengusap rambutku yang masih basah, "Udah berapa ronde?"     

"Ini yang ketiga." ujar Astro sambil mengarahkan salah satu biduknya. "Hasilnya seri dan ronde ini penentuan. Kalau aku menang Kyle bisa ambil cuti empat hari."     

Begitukah?     

Aku memang meminta Astro untuk memberi Kyle cuti agar Kyle bisa menemani Denada ke Australia. Aku hanya tak menyangka Astro akan bermain catur bersama opa untuk menentukan Kyle diperbolehkan untuk mengambil cutinya atau tidak.     

Aku mengelus rambutnya dan mengecup pipinya, "Semangat ya."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Kalau aku menang, kamu mau kasih aku apa?"     

"Seriously? Masih minta aku kasih sesuatu?"     

"Iya dong. Kan kamu yang minta Kyle ambil cuti."     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

Aku tersenyum manis, "Nanti aku bikinin brownies."     

"Dua loyang ya. Kamu ga boleh minta."     

Aku memberinya tatapan sebal, "Pelit."     

Astro hanya diam sambil terus memberiku senyum menggodanya yang biasa. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang. Membuatku membahas hal seperti ini di depan opa terasa tak sopan untukku.     

"Opa besok ada rencana keluar rumah?" aku bertanya hanya untuk mengalihkan pembicaraan kami.     

"Opa besok di rumah. Opa ga ada janji bertemu siapa pun. Bukannya Astro ada janji sparring dengan Zen?" opa bertanya sambil mengambil sebuah langkah untuk biduknya.     

Tiba-tiba jantungku berdetak kencang saat membayangkan aku akan mencium Astro di depan Zen dan mamanya besok.     

"Iya, Opa. Besok sore sebelum kita pulang ke Surabaya." ujar Astro sambil memindahkan salah satu biduk caturnya.     

Opa hanya mengangguk dan terdiam. Opa terlihat sangat serius memperhatikan papan catur di tengah-tengah kami.     

"Kamu udah telpon mama Denada?" Astro bertanya padaku.     

"Belum, nanti dulu. Tunggu kamu selesai main catur."     

Sebetulnya aku membutuhkannya menggenggam tanganku untuk membantuku menenangkan diri. Aku sangat merasa bersalah pada Denada hingga tak berani menelepon mamanya seorang diri. Kenapa aku menjadi labil seperti ini?     

Astro menatapku lekat, "Telpon sekarang. Nanti keburu waktunya istirahat, ga sopan kalau ganggu."     

Aku memberinya tatapan memohon, tapi sepertinya dia tak berencana mengubah pikirannya, maka aku mengangguk.     

Aku bangkit dan memeluk opa, "Faza ke kamar ya, Opa. Opa ga boleh tidur terlalu malem."     

Opa mengusap lenganku, "Iya."     

Aku melepas pelukanku pada opa dan berjalan menjauh menuju pintu. Aku sempat melihat Astro mengangguk singkat padaku sebelum aku menutup pintu. Entah apakah dia sedang membicarakan sesuatu yang penting dengan opa hingga menyingkirkanku dari sana, tapi kuharap apapun yang sedang mereka bicarakan tak akan membuat opa merasa kelelahan.     

Aku berjalan kembali menuju kamar, lalu mengambil handphone dan earphone dari meja kerja. Aku menghempaskan tubuhku ke tempat tidur sambil memasang earphone, lalu mencari kontak mama Denada dan meneleponnya.     

Setiap dering membuat degub jantungku terasa semakin kencang. Membayangkan bagaimana aku akan bertanya tentang Denada membuatku merasa gelisah. Aku melirik ke sudut layar handphone, pukul 19.42.     

"Halo." terdengar suara mama Denada yang lembut di ujung sambungan telepon kami.     

"Malam, Mama."     

"Malam. Faza mau nanya soal Denada?"     

Entah kenapa terasa ada sesuatu yang dingin mengalir di aliran darahku saat mendengarnya, membuatku merasa gelisah.     

"Maaf, Ma. Denada marah ya sama Faza?" aku bertanya dengan hati-hati.     

Mama Denada menghela napas, "Faza ga salah kok. Denada tadi udah cerita ke Mama."     

"Faza ... mm ... Faza ngomong gitu karena ga tega liat Denada galau berbulan-bulan. Denada kan ga harus sama Petra kalau Petra bikin Denada sakit terus."     

"Mama ngerti. Denada cuma butuh waktu sebentar buat mikirin omongan Faza. Mama dukung Faza kok. Mama kan udah bilang berkali-kali sama Denada buat putusin Petra, tapi Denada masih belum mau."     

"Denada sekarang gimana?"     

"Masih di kamar dari tadi siang, ga mau keluar. Makasih ya tadi minta Kyle yang nganter. Mama ga bisa bayangin gimana kalau Denada pulang sendiri."     

"Sebenernya ... Faza punya rencana mau biarin Kyle nemenin Denada ke Aussie buat ketemu Petra. Faza pikir, Denada mungkin butuh ngobrol sama Petra lagi. Itu ... kalau Mama ngijinin."     

Lalu hening di antara kami, yang membuat detakan jantungku semakin kencang.     

Aku tahu Astro masih bermain catur bersama opa. Aku pun tahu opa bukanlah lawan yang mudah untuk dikalahkan, tapi aku akan percaya pada Astro. Dia pasti menemukan cara untuk menang.     

"Ada sesuatu yang Faza sembunyiin dari Mama?" mama Denada bertanya.     

Aah bagaimana aku harus menjawabnya?     

"Mama tau kok Faza punya akses informasi lewat orang-orang yang kerja buat Faza. Mama kan kerja bareng Nia (ibu) udah beberapa tahun ini."     

Aku menarik napas perlahan sebelum bicara, "Sebenernya Faza dapet infonya dari kenalan Faza, Ma. Bukan dari orang-orang yang kerja buat Faza. Mm ... Faza punya kenalan yang sekarang tinggal di Aussie, suaminya kenal sama seseorang yang ... jadi ... tunangannya Petra."     

"Apa?" suara mama Denada terdengar pelan, tapi cukup jelas untukku. Ada keterkejutan dalam suaranya yang menghilang dalam hening, yang membuatku bepikir keras bagaimana akan menjelaskannya kembali.      

Entah bagaimana, tapi tiba-tiba saja aku merasa aku tak ingin memberi tahu keterkaitan Tiffany dengan Xavier. Aku merasakan firasat buruk jika aku memberitahukannya pada mama Denada.     

"Faza minta maaf Faza ga ngasih tau soal ini lebih cepet. Faza cuma ... khawatir Denada lebih sakit hati setelah tau Petra udah tunangan sama perempuan lain. Faza ga berani bayangin gimana perasaan Denada kalau tau selama ini Petra selingkuh."     

Masih hening di antara kami.     

"Ma ... Faza serius mau bantu Denada. Kemarin Denada sama Mayang ke Aussie emang denger dari temen Petra kalau Petra deket sama perempuan, tapi Petra bilang perempuan itu cuma temen. Denada milih percaya sama Petra karena ga liat sendiri Petra sama perempuan itu jalan bareng.     

"Kalau Mama ngijinin ... Kyle bisa nemenin Denada ke Aussie lagi, tapi Petra ga boleh tau Denada mau ke sana. Faza punya rencana. Kyle jago nemuin orang, nemuin Petra sama tunangannya kerjaan gampang buat Kyle. Denada harus liat gimana kelakuan Petra selama ini kalai Denada ga ada di sekitar dia. Denada ga akan percaya kalau ga liat sendiri kelakuan Petra, Ma."     

Terdengar helaan napas yang panjang dan dalam, "Faza yakin sama rencana Faza?"     

"Faza mau coba. Kyle bisa dipercaya buat jaga Denada selama di Aussie kok. Itu ... kalau Mama ngijinin."     

Lalu hening di antara kami.     

"Denada ga pantes buat Petra, Ma. Denada harus liat sendiri."     

"Okay, kapan Kyle bisa nemenin Denada ke Aussie?"     

"Itu ... Faza tanya Astro dulu ya, Ma. Nanti Faza kabarin."     

"Okay." ujar mama Denada dengan suara yang terdengar lebih tenang. "Sebenernya Mama kaget karena tadi siang Denada tiba-tiba pulang. Kemarin Denada bilang ke Mama katanya mau ketemu Faza sama Mayang. Apa Mayang batal pulang?"     

"Mayang pulang kok, Ma. Faza bingung gimana jelasin ke Mayang soal Denada. Tadinya kita mau ke rumah besok, tapi ... Faza ga yakin Denada mau ketemu sama Faza."     

"Kalau gitu, besok pagi Mama telpon Faza. Mungkin besok Denada mau ketemu. Sekarang Denada lagi butuh waktu buat mikir. Nanti Mama coba ngobrol lagi sama Denada, ya?"     

"Iya, Ma. Besok Faza ada waktu kosong sekitar jam sepuluh sampai jam dua. Kalau Denada bisa ditemuin, besok Faza sama Mayang ke sana."     

"Okay. Makasih banyak udah bantu Denada. Semoga Denada juga nemu jodoh yang cocok, kayak Faza sama Astro. Mungkin Mama ga bisa ngijinin Denada nikah muda kayak kalian, tapi Mama berharap Denada ketemu jodoh yang baik. Pernikahan bukan mainan kan?"     

Entah bagaimana, tapi ada adrenalin menjalar ke seluruh tubuhku. Mama Denada benar. Pernikahan bukan untuk mainan. Aku tahu hal itu sejak memutuskan untuk menunggu Astro beberapa tahun yang lalu.     

Aku hanya ... akan berusaha mengingatnya seumur hidupku mulai sekarang. Aku akan memastikan pernikahanku dengan Astro selalu penuh dengan komitmen. Kami memiliki seumur hidup untuk kami jalani bersama. Aku tahu hal itu tidak akan mudah.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.