Akses
Akses
Kami memarkir mobil di rumah sakit karena Kakek Arya yang memintanya. Astro lah yang mengendarai mobil sejak meninggalkan Kyle di toko buku milik Om Bram, Eboth yang akan menjemput Kyle di sana.
Astro menggenggam tanganku sambil mengarahkan rute perjalanan dengan menggunakan lampu-lampu kecil yang dipasang di pohon sebagai petunjuk jalan. Lampu itu akan terlihat seperti kunang-kunang dari jarak jauh.
Suara ranting dan daun yang terinjak oleh kaki kami menghilangkan hening yang mencekam. Mansion masih berjarak beberapa puluh meter lagi di depan.
"Kenapa kamu bilang ke Denada kalau aku kabur?" aku bertanya hanya untuk menghilangkan sensasi dingin di tenggukku yang mulai tak nyaman.
"Biar dia tau kalau yang punya masalah bukan cuma dia."
Aku memang tak bisa melihat ekspresi Astro di dalam gelap, tapi aku bisa membayangkan Astro sedang tersenyum lebar. Senyum yang pasti terlihat menyebalkan.
Denada memang bersikap jauh lebih baik setelah berbincang dengan Astro. Entah apakah hanya permintaan maaf dari Astro yang Denada butuhkan, atau Denada sudah mendapatkan jawaban yang dia cari dengan memberi Astro satu pertanyaan kenapa Astro bisa menahan dirinya, atau mungkin saja Denada sudah berpikir cukup matang saat kami meninggalkannya di kamar seorang diri saat aku memasak bubur untuknya. Namun aku bersyukur Denada bersedia membuka diri pada kami hari ini.
Aku memang tak mendapatkan jawaban yang kucari kenapa Denada begitu marah padaku, juga tak mendapatkan informasi apapun tentang apa yang terjadi di Australia. Namun sikap Denada menjadi lebih baik tanpa kami membahas tentang Petra atau Tiffany. Sepertinya Nanny Aster benar tentang Denada yang hanya membutuhkan perhatian.
Aku sempat berpikir apakah ini adalah cara penyelesaian yang baik. Namun sampai aku dan Astro berpamitan setelah membuatkan Denada cake buah, suasana hati Denada terlihat jauh lebih baik. Bahkan bukan hanya Denada, tapi juga mamanya dan Nanny Aster.
Kami sampai di depan pintu mansion setelah rasanya lama sekali kami berjalan kaki. Aku melirik jam di lenganku, pukul 21.04.
Astro membuka pintu tanpa mengetuknya lebih dulu. Saat kami masuk, sudah sepi sekali. Kupikir dia akan langsung mengajakku ke kamar, tapi dia mengajakku ke dapur untuk menyimpan strawberry pemberian Mama Denada dan mengajakku ruang keluarga. Dia menggeser sebuah patung kucing di satu sudut, tangga menuju ruang bawah tanah menganga sesaat setelahnya.
Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling yang remang-remang. Aku bisa melihat kursi dan meja bundar di bawah sana. Tak ada siapapun.
"Kenapa kita ke sini?" aku bertanya sambil menoleh pada Astro.
"Mau ngasih liat foto kakek Wira ke kamu. Kan aku udah janji." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa. "Sekalian ada buku yang mau aku ambil."
Aku hanya mengangguk sambil mengikuti langkah kakinya menuruni tangga. Langkah kami terhenti di tengah-tengah undakan tangga.
Astro menunjuk ke sebuah lukisan seorang laki-laki di dinding yang berjarak lebih tinggi dari kepala kami, "Itu lukisan kakek Wira. Fotonya ada di rak buku, tapi besok aja ya kalau kamu mau liat. Ini udah malem banget."
Astro mendahuluiku menuruni tangga dan membiarkan aku meneliti lukisan kakek Wira lebih detail. Dia berjalan menuju rak buku yang tersusun di sepanjang dinding ruang bawah tanah ini.
Aku memperhatikan lukisan laki-laki itu dalam cahaya remang-remang. Laki-laki itu masih muda,seumuran dengan Astro saat ini dan sangat mirip dengan sosok Kakek Arya saat masih seumuran dengannya. Aku akan mengenalinya sebagai Kakek Arya andai saja tak ada sebuah tahi lalat di dagu sebelah kirinya.
Aku ingat Kakek Arya pernah berkata bahwa Kakek Wira dibunuh saat ada pemberontakan di tahun 1948. Yang membuat Kakek Arya mau tak mau harus mewarisi tombak yang sekarang diwariskan pada Astro.
"Kakek Wira dimakamin di makam keluarga juga?" aku bertanya sambil mengambil satu langkah menuruni tangga.
Astro yang sedang berada di depan salah satu rak buku menoleh padaku dan mengangguk, "Besok pagi-pagi kita ke sana. Kamu ga akan mau ke makam keluarga melam-malem gini kan, Honey?"
Sebetulnya aku tak merasa keberatan. Aku tak pernah merasa takut dengan gelap, tapi aku harus mengakui aku cukup lelah. Tadi pagi-pagi sekali kami sudah berangkat ke rumah Denada. Segala hal yang terjadi di rumah Denada pun membuat emosiku ikut lelah. Sekarang juga sudah malam, kurasa aku akan meminta Astro untuk langsung beristirahat jika kami sampai di kamar nanti.
Aku membaca judul buku yang tersusun rapi di rak. Buku-buku politik, pertahanan negara, ekonomi, bisnis, sejarah kenegaraan, juga ada banyak buku berbahasa Jepang, Belanda, Jerman dan China. Aku melirik ke beberapa buku yang ada dipelukan Astro. Dua buku bisnis dan satu buku berbahasa Belanda.
"Itu buku apa?" aku bertanya sambil menunjuk ke buku berbahasa Belanda dipelukan Astro.
"Buku strategi politik."
"Buku strategi politik rahasia terbitan terbatas dari Belanda yang kamu dapet dari Opa?"
Astro tersenyum tipis dan mengelus puncak kepalaku, "Pinter."
Aku memberinya tatapan sebal, tapi tak mengatakan apapun. Aku mengingat buku itu dengan jelas karena dia pernah menyebutkannya saat aku menemukan diary milik bunda di loteng.
"Ke kamar yuk. Ayah nyuruh kita langsung istirahat. Besok kita baru ngobrol sama kakek abis dari makam." ujarnya sambil mengamit tanganku dan mengajakku menaiki tangga dengan hati-hati.
Aku hanya menurutinya tanpa mengatakan apapun. Namun saat kami hampir sampai di tangga paling atas, tatapanku terpaku pada sebuah lukisan seorang laki-laki tua dengan pakaian khas jawa yang terlihat apik.
"Itu ... kakek Indra?" aku bertanya sambil terus menatap lukisan yang berjarak lebih tinggi dari kepala kami.
Astro menggumam mengiyakan, "Ganteng kan? Kayak aku."
Aku hampir saja tertawa mendengarnya, tapi harus kuakui dia memang benar. Bahkan, entah bagaimana aku sempat berpikir mereka cukup mirip.
"Besok aku ceritain siapa aja di lukisan-lukisan itu ke kamu abis kita ngobrol sama kakek. Sekarang aku capek, mau istirahat sambil baca buku." ujarnya sambil mengecup dahiku.
Aku mengangguk dan mengikuti langkah kakinya menuju ruang keluarga. Dia menggeser patung kucing kembali ke tempatnya semula dan akses menuju tangga ke ruang bawah tanah tertutup sesaat setelahnya.
"Honey." aku memanggil Astro saat kami melangkahkan kaki menaiki tangga ke lantai dua.
Astro hanya menoleh dan menggumam.
"Ga biasanya semua orang istirahat di jam ini kan? Ini belum malem banget."
Astro menatapku lekat dan terlihat berpikir sebelum bicara, "Tapi kita disuruh istirahat. Nurut aja, ya? Besok kamu bisa ketemu semuanya kok."
Entah kenapa aku merasakan suatu firasat, tapi entah firasat apa. Aku mengikuti langkah kaki Astro sambil menatap ke semua pintu ruangan yang kami lewati. Semua ruangan di lantai ini tak berpenghuni karena tak ada cahaya lolos dari bawah pintu yang menandakan tak ada seorangpun di dalam ruangannya. Aku cukup yakin akan hal itu karena aku sudah beberapa kali ke mansion ini dan penghuni mansion selalu menyalakan lampu saat sedang berada di ruangan manapun walau hanya lampu temaram.
Aku memang tak pernah berkeliaran selama di mansion hingga aku tak tahu ada apa saja di sini. Aku bahkan baru mengetahui tentang makam keluarga saat Astro menyebutkannya padaku. Kurasa cukup masuk akal jika ada sebuah bangunan atau ruangan rahasia lain sebagai tempat berkumpul selain di dalam bangunan mansion. Mengingat mansion ini memang bangunan tua yang penuh rahasia.
"Kamu cuma bercanda kan waktu kamu bilang kamu werewolf?" entah kenapa aku menanyakan hal itu padanya. Aku ingat dia pernah menyebutkannya padaku dengan nada bercanda.
Beberapa bulan aku hidup bersamanya, aku tak pernah merasakan tanda-tanda yang aneh. Sepengetahuanku werewolf akan berubah wujud jika datang bulan penuh. Namun Astro terlihat baik-baik saja selama beberapa bulan ini.
Astro hanya menatapku penuh minat dan tiba-tiba saja ada kilat di tatapan matanya.
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-