DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

MENENANGKAN DENGAN CINTA



MENENANGKAN DENGAN CINTA

0"Cicak itu sudah pergi calon suamiku." ucap Nadia dengan suara pelan kemudian mencium lembut bibir bawah Jonathan.     

Kedua mata Jonathan terbuka saat merasakan bibir Nadia sudah mencium bibirnya.     

Menyadari Nadia mencium bibirnya, Jonathan menjauhkan wajah Nadia dengan tangannya.     

"Jangan coba-coba menciumku lagi." ucap Jonathan dengan perasaan yang terluka.     

"Kenapa?" tanya Nadia dengan kening berkerut seolah-olah tidak bersalah.     

"Tidak apa-apa. Ada apa kamu kesini? sebaiknya kamu pulang. Aku ingin sendirian, dan aku tidak ingin diganggu oleh siapapun." ucap Jonathan dengan nada dingin seraya mengambil kuas lukisnya untuk melanjutkan lukisannya. Tapi dengan cepat Nadia menjauhkan alat lukis Jonathan.     

Jonathan menatap Nadia dengan tatapan kesal saat Nadia menjauhkan alat lukisnya.     

"Kembalikan alat lukisku! Aku harus menyelesaikan lukisanku hari ini." ucap Jonathan dengan wajah suram.     

"Aku akan mengembalikan alat lukis anda, Kalau anda berjanji akan melukis wajahku hari ini juga." Ucap Nadia dengan wajah serius.     

"Kenapa aku harus melukismu, wajah yang sangat menyebalkan." ucap Jonathan masih dengan perasaan kesal karena Nadia mengingkari janjinya.     

"Apa Tuan Jonathan? anda mengatakan wajahku sangat menyebalkan? Bagaimana dengan wajah anda? sangat menyeramkan!" ucap Nadia dengan menahan senyum ingin membuat Jonathan marah agar bicara dengannya.     

Kedua alis Jonathan terangkat mendengar Nadia menyebut dirinya menyeramkan.     

"Apa yang kamu katakan? aku sangat menyeramkan? kalau aku menyeramkan, kenapa kamu masih ada disini? cepat pergi! aku tidak mau melihatmu lagi!" ucap Jonathan semakin kesal dengan sikap Nadia yang tidak minta maaf tapi malah menghinanya.     

"Bagaimana tidak menyeramkan, kalau dari tadi cemberut saja tidak ada manis-manisnya. Seharusnya aku datang hati Tuan Jonathan senang, tidak membiarkan aku seperti ini." ucap Nadia sambil memberikan alat lukis pada Jonathan.     

Tanpa membalas ucapan Nadia, Jonathan menerima alat lukisnya dan melanjutkan lukisannya tanpa memperdulikan Nadia lagi.     

Cukup lama Nadia duduk disamping Jonathan sambil melihat Jonathan menyelesaikan lukisannya.     

"Apa Tuan Jonathan tidak merasa lapar?sekarang sudah siang, apa mau aku buatkan makanan?" tanya Nadia sambil menatap wajah Jonathan yang serius menatap lukisannya.     

Melihat Jonathan tidak mendengarkan ucapannya, dengan gemas Nadia nekat duduk di pangkuan Jonathan sambil memeluk leher Jonathan dengan erat.     

"Nadia, apa yang kamu lakukan? cepat lepas pelukanmu dan bangun dari pahaku." ucap Jonathan sangat terkejut dengan apa yang di lakukan Nadia.     

Nadia menggelengkan kepalanya malah semakin erat memeluk Jonathan.     

Dada Jonathan berdetak sangat keras, tidak memungkiri perasaannya yang berbunga-bunga dengan pelukan Nadia.     

"Biarkan aku memelukmu Jo... sebentar saja." ucap Nadia seraya menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Jonathan.     

Jonathan menelan salivanya saat Nadia memanggil namanya saja.     

"Kenapa kamu ke sini Nadia? bukankah kamu tidak peduli padaku?" tanya Jonathan dengan perasaan yang sangat sakit.     

"Aku minta maaf, aku telah berbuat salah padamu." ucap Nadia menangkup wajah Jonathan dengan tatapan bersalah.     

Jonathan memejamkan matanya, mendengar Nadia meminta maaf padanya. Rasa marah, rasa kecewa, dan rasa sedih kembali menguras hati Jonathan saat mengingat Nadia tidak pulang semalam. Sungguh hal itu sangat menyiksa hatinya semalaman.     

"Katakan padaku Jo, apa kamu mau memaafkan aku?" tanya Nadia dengan tatapan bersalah.     

"Ini bukan hanya masalah permintaan maaf Nadia, tapi sebuah janji yang kamu berikan. Bagaimana aku bisa percaya dengan sebuah janji lagi kalau kamu mudah mengingkarinya." ucap Jonathan dengan suara bergetar.     

"Aku tahu hal itu sangat menyakiti hatimu Jo, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa di sana selain menuruti permintaan seorang Pria tua yang menginginkan kebahagiaan di sisa akhir hidupnya." ucap Nadia seraya mengusap dada Jonathan dengan lembut.     

"Apa yang ingin kamu katakan Nadia? apa yang terjadi pada Tuan James? katakan semuanya padaku. Apakah cinta kita akan berakhir sampai di sini?" ucap Jonathan merasa hubungannya dengan Nadia akan segera berakhir.     

"Hidup Tuan James tinggal tiga bulan, dan satu keinginan Tuan James hanya ingin melihat Jean menikah denganku. Seandainya kamu berada di tempatku apa yang kamu lakukan Jo? apa kamu akan membiarkan Tuan James meninggal tanpa keinginannya terpenuhi?" ucap Nadia dengan kedua matanya berkaca-kaca.     

Untuk beberapa saat Jonathan memejamkan matanya tanpa bicara. Perlahan Jonathan menghela nafas panjang untuk mengeluarkan rasa sesak di dadanya.     

Mendapat pertanyaan dari Nadia, Jonathan sudah tahu hubungannya dengan Nadia sudah benar-benar berakhir dan yang tinggal hanya sebuah kesedihan yang dalam.     

Dengan perasaan sedih Jonathan memeluk erat Nadia dalam pelukannya, sambil mengusap puncak kepala rambutnya Nadia.     

Nadia semakin sedih dan merasa bersalah dengan sikap Jonathan yang sudah tidak marah padanya.     

Entah kenapa Nadia ikut merasakan kesedihan yang di rasakan Jonathan.     

"Kapan kamu akan menikah dengan Jean, Nadia?" tanya Jonathan sudah tahu pasti jawaban Nadia tentang keinginan Tuan James. Karena Jonathan tahu hati Nadia tidak akan bisa melihat Tuan James menderita.     

"Kamu tahu dari mana aku akan menikah dengan Jean?" tanya Nadia mengangkat wajahnya dengan tatapan heran.     

"Aku sudah mengerti semua ucapanmu, tanpa kamu harus mengatakannya Nadia. Kamu tidak bisa menolak keinginan Tuan James kan?" ucap Jonathan dengan tatapan sedih.     

Nadia terdiam sangat berat untuk menjawab pertanyaan Jonathan.     

"Apa kamu akan menikah dalam waktu dekat?" tanya Jonathan dengan suara tercekat.     

"Aku akan menikah dengan Jean minggu depan. Aku sudah menceritakan semuanya pada Momy, dan aku sangat terkejut saat Momy bilang kalau aku melakukan hal yang benar. Apa menurutmu, keputusanku salah Jo?" tanya Nadia dengan kedua matanya berkaca-kaca.     

Jonathan terdiam sesaat, hanya pandangannya menatap wajah Nadia dengan penuh kesedihan.     

"Keputusanmu sudah benar Nadia, walau hal itu sangat menyakiti hatiku." ucap Jonathan dengan tatapan berkaca-kaca kemudian memeluk Nadia dengan sangat erat.     

"Terima kasih Jo, Aku tahu aku tidak akan pernah menyesal telah datang ke sini untuk mencari dan bertemu denganmu. Karena aku tahu hatimu begitu sangat baik dan mengerti akan hal ini." ucap Nadia tidak tahu lagi dengan perasaannya pada Jonathan.     

"Hem... jangan katakan itu lagi. Aku tidak akan terbuai dengan kata-kata manis kamu lagi." ucap Jonathan dengan perasaan sedih berusaha tersenyum di hadapan Nadia.     

"ya...Tuan Jonathan, aku tidak akan mengatakan hal yang manis lagi pada anda. Aku sedikit menyesal karena harus memanggilmu calon suami yang manis, walau pada kenyataannya Tuan Jonathan sangat manis." ucap Nadia dengan tersenyum menangkup wajah Jonathan dengan tatapan penuh kesedihan.     

"Terima kasih Nadia, aku akan mengingat setiap ucapan pedas kamu." ucap Jonathan tidak bisa menahan lagi rasa sedihnya selain memeluk Nadia dengan sangat erat.     

"Aku juga akan mengingat semua sikap jahat anda padaku Tuan Jonathan." ucap Nadia seraya menautkan keningnya pada kening Jonathan.     

Jonathan memejamkan matanya, tidak tahan lagi dengan saat wajahnya begitu sangat dekat dengan Nadia.     

"Aku sangat mencintaimu Nadia, sangat mencintaimu." ucap Jonathan dengan suara lirih kemudian mencium bibir Nadia dengan penuh perasaan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.