Tante Seksi Itu Istriku

Menemui Paman Kardi



Menemui Paman Kardi

3"Ada apa, Man? Kok kamu kayak melihat sesuatu? Hayo, pasti lihat pacarmu di desa ini, yah?" goda Farisha pada suaminya. Setelah melihat Usman tadi celingukan dan ia lihat suaminya buru-buru kembali.     

"Oh, ini ... tadi ada bu Menik dan pak Rinto. Kenapa mereka ke sini juga, yah? Apa mereka tinggal di penginapan ini juga? Ah, sudahlah ... mungkin ada urusan juga di sini." Usman menghampiri istrinya yang sedang memberi asi pada anak mereka.     

"Ohh, jadi karena ada orang yang dulunya menjadi bosmu? Ah, sekarang kamu kan sudah jadi bos. Tapi tetap, aku bosmu, loh, hahahaha!" tawa Farisha ngakak. Ia selalu ingin menggoda suaminya yang masih saja terlihat polos.     

"Iya, kamu yang jadi bosku, deh. Tante akan selalu menjadi bosku selamanya, hehehe. Tapi anak buahmu ini minta bayaran karena sudah menutup pintunya, hehehe."     

"Kampret! Aduh ... punya suami kok kayak gini. Udahlah, Man. Kamu memang sudah mulai pintar sekarang, yah?" Farisha mengusap dadanya. Lalu ia baringkan anaknya yang sudah tertidur. "Ayo ke sini, kamu. Dasar bawahan mesum," ucap Farisha, memberi kesempatan bagi Usman.     

Mereka kembali tiduran di kamar yang lebih sempit daripada kamar mereka di rumah. Bersama dengan anak mereka, mengistirahatkan diri setelah perjalanan yang ditempuh. Sangat panjang dan membuat Usman lelah. Begitu pula dengan Farisha yang sudah mengomel pada Usman sepanjang jalan. Karena sang suami yang tidak tahu cara menggunakan maps di ponselnya.     

Dari dulu Usman memang malas memakai hp atau barang elektronik lainnya. Maka dari itu, setiap usahanya selalu dibantu oleh karyawan atau sang istri. Namun siapa sangka, pemuda itu mampu memimpin bisnis kecilnya menjadi sebuah bisnis besar di kemudian hari. Hanya dalam waktu satu setengah tahun, sudah dapat membeli mobil sendiri. Walaupun untuk urusan rumah belum bisa. Tapi karena modal yang diberikan Farisha dan modal kerja keras dari Usman, usahanya berhasil.     

Keesokan harinya Usman pamit pada istri dan anaknya untuk meninggalkan penginapan. Usman tidak ingin membawa keluarga kecilnya ke rumah paman dan bibinya. Ia takut terjadi apa-apa terhadap keluarganya itu jika langsung membawa mereka. Juga keadaannya yang belum pasti. Mungkin akan ada masalah yang terjadi ke depannya.     

Usman memakai kaos dan celana panjang. Ia juga membawa tas yang berisi beberapa potong pakaian dan uang yang ia ambil dari ATM terdekat. Berjalan menuju ke arah rumah yang selalu ia lalui saat kembali. Di sana ia melihat orang-orang desa yang mengenalnya. Usman juga pasti mengenalnya juga.     

"Hei, Usman? Bukankah kamu Usman, keponakanya Kardi? Oh, ke mana saja kamu? Pamanmu mencarimu ke manapun tidak ketemu. Ternyata kamu masih hidup dan bagaimana kabarmu, Kan?" tanya seorang pria paruh baya.     

"Aku baik-baik saja, Pak. Kebetulan aku kerja di kota tidak pamit sama paman. Aku ingin jadi orang kaya dan kembali dengan begini." Walau ia hanya berjalan kaki, penampilannya sudah terlihat lebih gagah dari sebelumnya.     

Orang tua itu bersalaman dengan Usman yang terlihat berbeda dan tidak kumuh seperti dulu lagi. Tapi ia tidak berpikir banyak, setidaknya pemuda itu kembali dengan selamat. Soal menjadi kaya memang tidak mudah dilakukan. Melihat Usman yang jalan kaki saja sudah membuat pria itu yakin, Usman kembali bukan karena sudah sukses. Mungkin saja sudah siap untuk dijodohkan.     

"Kamu semakin ganteng juga, Man. Ini kalau ada cewek yang melihatmu pasti bakal klepek-klepek, hahaha! Ya sudahlah ... kamu cepat temui pamanmu. Seminggu lalu dia habis jatuh dari tangga. Mungkin sudah mendingan sekarang!"     

Mendengar pamannya yang jatuh dari tangga, membuatnya khawatir dan langsung berlari. Pria paruh baya itu hanya tersenyum melihat anak muda itu. Memang bagi warga desa, Usman tipikal anak yang baik dan pekerja keras. Jarang bermain dan lebih sering disuruh kerja setiap hari. Setelah pergi merantau, diharapakan akan lebih baik.     

Orang-orang yang melihat Usman pun kaget dan tidak mengira itu adalah anak muda yang selalu dizholimi oleh pamannya. Mereka melihat Usman dengan tidak percaya dan menyapa jika sempat. Usman juga balik menyapa dan terkadang menyapa orang duluan sambil berlari.     

"Duh, itu anak kenapa musti balik lagi? Tapi untungnya dia baik-baik saja." Seorang wanita paruh baya sedang menjemur pakaian yang melihat Usman hanya bisa berkata lirih dan terdiam beberapa saat. Baru sampai ia menyadari kalau tampilan Usman lebih dari gagah dan bersih sebelumnya.     

Tidak berapa lama kemudian, Usman sampai di depan rumah. Di depan rumah pamannya yang terlihat usang. Ada rumput liar dan singkong yang dijemur di luar rumah. Seorang anak remaja yang sedang main dengan hpnya melihat kedatangan Usman.     

"Hei, kamu pulang juga?" ucap anak remaja berusia enam belas tahunan itu. Ia tidak memperdulikan kedatangan Usman. Tapi ia kembali bermain game di hpnya. "Ayo terus, terus jangan kesitu, goblog! Dasar bego, jadi kalah kita, kan?"     

Kata-kata itu memang sudah sering didengarkan ketika anak-anak bermain game dengan kata-kata sumpah serapah. Kata-kata kotor keluar dari mulut anak remaja tanggung itu.     

"Kamu apa kabarnya, Dek?" tanya Usman pada sepupunya itu. Namun tidak ada jawaban. Ia mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya lalu mengulurkan beberapa lembar ratusan ribu pada anak itu. "Apa paman sama bibi ada di rumah?" tanyanya dengan menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah di depan hp anak itu.     

"Eh, Mas Usman pulang kapan? Bapak lagi di dalam, lagi sakit di kakinya. Ibu lagi jualan di pasar. Ini uang untukku, kan?" Anak itu langsung menyerobot uang yang ada di depan matanya.     

"Itu buat kamu, Ar! Tapi jangan buat main game terus. Bapak ada di mana sekarang?" tanya Usman dengan datar.     

Anak remaja itu bangkit dari duduknya setelah mendapatkan uang dari Usman. Tentu ia harus menyembunyikan uang itu dari ibu dan bapaknya. Ia akan gunakan uang itu untuk sesuatu yang bermanfaat. Misalnya untuk top up game dan membeli kuota internet.     

"Dia lagi di dalam, kamu masuk saja, lah. Eh, kok kamu sudah beda dari dulu? Apa sudah dapat kerjaan bagus di kota? Punya banyak uang, dong," kata anak itu dengan menyelidik.     

Di dalam ada seorang pria paruh baya. Memiliki kumis tebal dan jenggot pendek. Tengah duduk sambil mengurut kakinya yang sakit. Setelah mendengar suara anaknya berbicara dengan seseorang, ia ingin tahu siapa yang datang. Ia hendak keluar untuk menemui orang itu.     

"Siapa yang datang, Ar?" tanya Kardi dengan keras. Karena anaknya ada di luar rumah. "Suruh saja masuk kalau ada perlu!" lanjutnya dengan suara yang masih keras.     

Usman masuk ke dalam rumah bersama dengan anak remaja enam belas tahun itu. Melihat pamannya yang sudah dua tahun tidak ditemuinya. Melihat Usman pun membuat pria paruh baya itu kaget bukan main. Sudah ia coba mencari keberadaan keponakannya itu. Tapi tidak pernah ia temukan.     

"Kenapa kamu baru pulang? Ke mana saja kamu selama ini? Anak kurang ajar kamu, Usman!" hardik Kardi dengan suara keras. Ia ingin memukul Usman tapi ia tidak ingin keponakannya kabur lagi. "Sudah puas mainnya kamu? Apa sudah kaya kamu? Heh, orang sepertimu mau pergi ke manapun terserah kamu saja."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.