Tante Seksi Itu Istriku

Curhat Seorang Anak



Curhat Seorang Anak

0Sudah satu bulan tidak bertemu dengan sang ibu. Satu hal yang diinginkan adalah memeluk wanita yang telah melahirkannya di dunia. Ia tidak perduli dengan orang-orang yang menatapnya. Fokusnya hanya kepada rumah yang terdapat dalam foto yang dikirimkan oleh seseorang kepadanya. Ia mengetuk pintu tanpa mengatakan apapun.     

Orang-orang di sana juga penasaran dengan apa yang diperbuat oleh wanita yang tiba-tiba mengetuk pintu orang baru. Yah, di perumahan tersebut, Azhari adalah orang baru yang tinggal selama satu bulan. Mereka tahu keadaan wanita di dalam cukup memprihatinkan karena tahu ada seorang pria sedang sakit. Hingga sang wanita tidak bisa membawa prianya berobat.     

"Apa orang itu akan membantu keluarga itu? Syukurlah kalau memang wanita itu datang ke sini untuk itu. Kuharap setelah kedatangannya membawa kebaikan. Kita doakan saja demikian!" ucap salah seorang warga.     

"Iya, semoga orang itu memang baik. Tahu orang sakit-sakitan di dalam akan diurus oleh wanita itu. Tapi kalau dilihat-lihat, wajahnya mirip dengan orang yang tinggal di situ, kan?"     

"Benar juga, sih. Kenapa wajah mereka mirip, yah? Seperti saudara atau ibu dan anak. Lah, apa mungkin ini suatu kebetulan?"     

Orang-orang itu saling beranggapan tentang Farisha yang datang membawa mobil mewah. Ada yang masih penasaran dan ada juga yang lebih memilih untuk meninggalkan saja. Karena tidak ada waktu untuk melihat. Keadaan ekonomi yang tidak begitu baik, membuat mereka tidak mau menunggu yang tidak pasti. Mereka lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaan.     

Dari dalam, Azhari mendengar suara ketukan pintu. Membuatnya penasaran dan mengintip banyak orang yang berkumpul dan ia mendengar dengan samar-samar berbisik. Ada ysn terang-terangan juga. Azhari mengira akan ada orang yang akan membeli pakaiannya. Ia kadang berjualan dengan berkeling dengan sepeda. Ia juga memanfaatkan media sosial sebagai lapak dagangannya. Tentu ia memakai nama palsu agar tidak ketahuan oleh anaknya sendiri. Karena ada kemungkinan Farisha menemukan dirinya berjualan seperti itu.     

"Iya, sebentar! Siapa, yah?" tanya Azhari. Ia lalu membuka pintu dan saat itu juga, ia melihat seorang wanita yang ia kenal. Yah, akhirnya ia bertemu lagi dengan anaknya. "Fa-ri-sha ... kamu tahu ibu di sini, dari mana?" tanyanya seakan tidak percaya.     

"Ibuuu, huhuhu!" Langsung saja Farisha memeluk wanita di depannya dengan erat. "Kenapa ibu menyembunyikan semuanya dariku? Apa kamu masih menganggap aku anakmu?" Perasaan senang, sedih, kecewa dan haru pilu menjadi satu.     

Orang-orang yang melihat adegan tersebut, tidak percaya kalau mereka adalah ibu dan anak. Tetapi itu cukup masuk akal karena wajah mereka tidak jauh berbeda. Mereka yang melihat pertemuan antara anak dan orang tuanya, membawa perasaan juga untuk menangis.     

"Sungguh ini drama asli yang begitu menyentuh. Kuharap ini ada kelanjutan yang menarik. Kita tidak perlu meninggalkan tempat ini terlebih dahulu."     

Tidak semua orang bisa melihat mereka. Rata-rata yang masih bertahan adalah para bapak atau pemuda yang melihat wajah cantik Farisha. Selain itu, ibunya yang sudah tidak muda lagi pun masih cukup terlihat cantik.     

"Kita bicara di dalam saja, yuk!" ajak Azhari. Meskipun ia merasakan kaget, ia masih sangat rindu dengan anaknya. Ia menengok ke belakang, ke kanan dan ke kiri. "Ngomong-ngomong, di mana menantu ganteng ibu, hemm? Kamu umpetin di mana?"     

Farisha menarik tangan Azhari ke dalam rumah. Ia juga menutup pintunya agar tidak ada orang yang mendengar. Azhari terlihat bingung karena bukannya anaknya menyuruh Usman kelur, malah menarik dirinya masuk ke dalam. Semakin lama mereka semakin menempel erat sampai keduanya merasa sesak sendiri.     

"Ayo duduk dan cerita sama ibu. Apa saja yang kalian lakukan di desa itu? Di mana sebenarnya suami kamu, Sha? Apa kamu tidak mengajaknya ke sini? Dan bagaimana kamu tahu ibu tunggal di sini?" tanya Azhari sembari mengajak anaknya untuk duduk.     

Farisha menuruti perintah ibunya. Ia dan Azhari duduk di sofa yang rasanya tidak seempuk sofa di rumah mereka dahulu. Namun sofa itu lebih lebar dan mereka merebahkan diri di sana. Azhari mencium kening Farisha lalu ia kembali memeluknya.     

"Kalau kamu tidak mau bercerita juga tidak apa-apa. Ibu akan memeluk kamu saja. Ibu juga akan cerita semuanya ke kamu. Dan kamu juga cerita, apa saja yang kamu lakukan! Apa kamu dan Usman sudah ... mmm, kamu tahulah maksud ibu."     

Hanya anggukan kepala sebagai isyarat. Itu cukup bagi Farisha yang tidak bisa berkata terus terang. Tetapi ia ingin memberitahukan semuanya pada wanita setengah abad itu.     

Farisha menceritakan saat ia dan Usman baru pulang ke rumah. Keadaan sangat sepi dan rumah tidak terurus. Hal itu membuat Farisha tidak berpikir jernih.     

"Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi dengan rumah ini? Ya Tuhan, kenapa jadi seperti ini? Di mana ibu berada saat ini?" Berbagai pertanyaan yang tidak mungkin mendapatkan jawaban. Hanya bisa melihat keadaan rumah yang jelas tidak ada yang menghuni. Mengingat kejadian itu, Farisha saat itu hampir menangis.     

"Tenang, Tante ... mungkin mereka pergi ke tempat lain dulu. Atau sekarang mereka juga liburan seperti kita," tutur Usman mencoba menenangkannya saat itu.     

"Apa kamu yakin, ini karena ditinggal pergi? Tidak! Apa kamu tahu, kalau pun ditinggal pergi oleh ibu, tidak mungkin rumah ini berantakan seperti ini! Pasti terjadi sesuatu terhadap ibu! Kamu tidak akan pernah mengerti!" hardiknya mendorong sang suami sampai tersungkur ke jalan aspal.     

Farisha mencoba mengusir suaminya agar meninggalkan dirinya. Namun saat itu Usman masih bersikukuh dan tidak mau meninggalkan Farisha.     

"Huhuhu ... kenapa kamu tetap tidak mau pergi, hemm? Apa kamu bodoh seperti orang yang tidak tahu malu? Apa kamu butuh uang? Oh, aku lupa ... kamu belum aku bayar, kan? Hohoho." Farisha mengambil uang di dompetnya. Terdapat banyak uang ratusan ribu. Ia hanya menyisakan uang seratus ribu di dompetnya dan mengambil semua yang lain untuk diberikan pada Usman.     

"Aku tidak ingin uang. Aku mau menemanimu mencari ibumu. Mungkin beliau masih berada di sekitar sini atau mungkin sudah pindah rumah. Aku tidak mau meninggalkan kamu. Bukankah kamu sendiri yang memintaku untuk melakukan ini, heh?" ujar Usman dengan keadaan yang sudah babak belur akibat pukulan dari Farisha.     

"Hehh, orang bodoh seperti kamu, mana tahu apa yang harus dilakukan? Mulut besarmu ini sungguh tajam, Usman! Kamu lebih baik pergi atau aku yang pergi!"     

Setelah mengatakannya dengan jelas, Farisha memutuskan untuk tidak bertemu dengan Usman kembali. Ia juga terus memaki dan meninggalkan Usman seorang diri dengan pergi naik taksi yang dipesannya.     

Azhari tidak menyangka dengan apa yang telah diperbuat Farisha terhadap Usman. Ia tidak berharap kejadian itu lagi. Ini jelas salah Farisha yang tidak bisa berpikir jernih. Namun kembali lagi, semua karena ulah Benny dan selingkuhannya yang membuat mereka kacau.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.