Cinta Tak Terbatas Usia
Cinta Tak Terbatas Usia
"Huuhhh ..." hembus Usman menghela nafas. Dipangkunya tas yang berisi pakaian dan uang yang diberikan Farisha padanya. "Yah, nggak apa-apa kalau aku pakai uang ini dulu, kan? Suatu hari nanti ku akan mencarinya lagi. Lagian tidak akan ketemu sama tante lagi dalam waktu dekat ini. Aku bisa mencari pekerjaan lagi."
Uang di tangannya tidak terlalu banyak dan mungkin tidak cukup untuk membayar tagihan rumah sakit. Namun setidaknya itu bisa membantu dan tidak ada keraguan dalam dirinya untuk menolong orang. Yang artinya harus bekerja lebih keras suatu saat nanti. Tubuhnya juga lemah karena semenjak menginjakkan kakinya di kota, ia belum makan nasi. Ia hanya makan, makanan ringan di tasnya yang tidak seberapa dan minum seadanya. Tubuhnya pun semakin lemah dan ingin rasanya untuk menikmati makan nasi.
Setelah meyakinkan niatnya, pemuda itu lantas berdiri dari duduknya. Hari yang panjang akan segera datang. Dimana seorang lelaki yang memiliki tanggung jawab besar di pundaknya. Hanya pengorbanan kecil itu akan menjadi langkah pertamanya memulai untuk sesuatu yang baru. Yah, dengan tekadnya, Usman akan membuat dirinya berharga. Ia akan melakukan pengorbanan yang seharusnya dan bangkit setelahnya.
"Setidaknya harus makan, sisakkan sedikit uang untuk makan. Tidak mungkin bisa aku kasih semuanya, kan?" Dilihatnya beberapa orang berlalu lalang. Usman melihat seorang pria paruh baya yang hendak masuk ke kamar wanita tersebut bersama dengan seorang dokter wanita. Sebelum meninggalkan tempat itu, ia merasa lega. Ada keluarga yang datang.
"Bagaimana istri saya sebenarnya, Dok? Apa dia tidak apa-apa?" tanya pria paruh baya itu. Dengan cemas, ia mengikuti langkah sang dokter wanita di depannya.
"Tenang, Pak. Istri Bapak baik-baik saja sekarang. Untungnya ada seorang pemuda yang menyelamatkan istri Bapak dan segera dibawa ke rumah sakit." Dokter itu menengok ke arah kiri dan kanan, mencari keberadaan Usman. "Eh, di mana anak muda itu?"
"Syukurlah kalau begitu. Apa perlu menginap di rumah sakit, Dok?" Dengan rasa cemas yang masih menyelimuti, ia bertanya dengan suara serak. Pria paruh baya dengan mengenakan pakaian rapih, mengangkat ponselnya untuk menolak panggilan masuk.
Pria itu mementingkan keadaan istrinya yang mengalami kecelakaan. Yang membuatnya meninggalkan pekerjaan yang masih menumpuk. Walau ia dikabarkan pada pagi hari, ia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya segera. Ia mementingkan pekerjaan yang sangat perlu dan membiarkan pekerjaan lain yang bisa diurus esok hari.
"Tenang saja, Pak. Saya pastikan istri Bapak baik-baik saja, sekarang. Walau masih perlu istirahat di rumah sakit semalaman. Besok siang sudah bisa pulang ke rumah dan bisa beraktivitas seperti biasanya," pungkas dokter wanita dengan yakin. Sebagai seorang dokter, ia tahu apa yang terbaik untuk pasien. Apalagi dirinya tahu siapa yang sedang di dalam kamar rumah sakit itu.
Pihak rumah sakit pun langsung tahu ketika memeriksa dokumen di dalam tas wanita itu. Mus Rinto Sudarman adalah seorang pebisnis kaya. Pemilik perusahaan ternama yang super sibuk. Yang ada di dalam kamar merupakan sang istri yang ia nikahi lima belas tahun lalu. Hingga saat ini ia dan sang istri tidak memiliki anak karena Rinto sendiri merupakan seorang pria yang memiliki kekurangan. Ia tidak bisa memberikan keturunan dalam keluarganya. Padahal ia adalah seorang anak tunggal dan harta warisan dari orang tuanya yang cukup melimpah. Ia pernah menikah sebelumnya dan ditinggalkan istrinya karena alasan tidak bisa memberikan keturunan. Ia menikah setelahnya dengan seorang wanita yang memiliki status yang tidak jelas. Pasalnya wanita yang bernama Asih Menik itu merupakan seorang istri yang meninggalkan suami serta anaknya.
Mendapatkan seorang istri yang mau menerima apa adanya, membuat Rinto merasa bahagia. Ia juga sudah menginginkan anak dari istrinya untuk meneruskan apa yang ia miliki. Pernah sekali ia mencoba mencari keberadaan anak pertama istrinya dari pernikahan pertama, namun tidak membuahkan hasil. Lima belas tahun lalu ia bersama sang istri pernah mencari di tempat tinggal pria dan anak itu. Namun mereka tidak menemui mereka. Dikabarkan suami pertama Menik merupakan seorang kriminal dengan berbagai kasus. Seperti perjudian dan juga perampokan. Setelah pria itu mendekam di penjara dan Menik meninggalkan sang suami beserta anaknya, Menik hidup bersama orang tuanya dengan tekanan. Karena ia juga harus dirawat setelah bersitegang dengan keluarga mantan suaminya. Sampai-sampai wanita itu hampir dibunuh dan diharuskan meninggalkan seorang anak yang dilahirkannya.
Menik meninggalkan anaknya semenjak lahir beberapa bulan setelahnya. Hingga sekarang ia tidak pernah melihat anaknya lagi. Entah bagaimana nasib sang anak saat ini dan entah bagaimana melewati hari-hari jauh dari orang tua kandungnya. Entah hidup bahagia atau hidup menderita, anak itu berada di lingkungan yang tidak baik. Keluarga mantan suami dari Menik merupakan keluarga yang berasal dari desa dan merupakan keluarga yang buruk bagi tetangga. Entah mengapa wanita itu pernah mencintai pria yang menelantarkan dan sering kasar padanya. Dan alasan yang didapat dari keluarga sang suami adalah karena Menik tidak memiliki banyak harta. Itu karena orang tua Menik tidak ingin suami pertama dan keluarga mereka memanfaatkan harta keluarga sang wanita.
'Andai anak dari istriku ketemu, semoga dia tidak seperti keluarganya. Tapi hanya anak itu yang pantas menjadi penerus ku karena aku tidak bisa memberikan keturunan,' pikir Rinto. Ia masuk ke kamar rumah sakit di mana ada sang istri yang sedang terbaring di ranjang.
Dokter memeriksa keadaan wanita yang terbaring di ranjang. Melihat keadaan pasien yang baik-baik saja, membuatnya tersenyum kecil. Diraihnya tangan dan memeriksa denyut nadinya. Keadaan pasien tengah bangun dan membuka matanya. Wanita paruh baya itu senang melihat suaminya datang menjenguknya dengan membawa makanan di dalam sebuah rantang kecilnya.
Rinto menatap sang istri dengan senyuman kecil. Di usia pernikahan mereka yang sudah lima belas tahun lamanya, terlihat wajah wanita yang menjadi pendamping hidupnya, masih terlihat seperti dulu. Usia tidak muda lagi. Namun cinta pada sang istri melebihi segalanya. Meskipun bukan orang pertama dalam hidup, kehadirannya membuat hidupnya lebih bermakna. Tidak ada kata menyesal menikahi wanita yang saat ini berada di ranjang besi itu.
"Kamu datang? Aku baik-baik saja, kok. Kamu pasti meninggalkan pekerjaanmu lagi," ujar Menik dengan senyuman di bibirnya. Ia bersyukur memiliki suami yang selalu ada untuknya. Seorang pria yang mengisi hati yang luka selama ini.
"Ah, aku tahu kamu baik-baik saja. Dokter sudah mengatakan itu padaku. Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Eh, apakah kamu lapar? Ini dari restoran yang kamu suka." Rinto memperlihatkan makanan tersebut pada istrinya.
***