Tante Seksi Itu Istriku

Rumah Dibakar



Rumah Dibakar

2"Heh, mau mati saja, kau! Cepat, bakar rumah ini!" perintah pria paruh baya itu kepada bawahannya yang merupakan dua orang pendekar. "Pastikan dia terbakar menjadi abu!"     

Pria itu meninggalkan rumah itu sambil memegang sebuah kitab yang berisikan resep untuk pembuatan obat. Itu ia berhasil dapatkan saat anak buahnya memeriksa di sekitar dan hanya ada satu buku yang letaknya ada di meja.     

"Ini pasti perbuatan Sekar. Dia juga mengambil dan menaruh sembarang buku itu," lirih Nehan dengan raut wajah serius. Kali ini ia sangat membenci Sekar yang telah meninggalkan rumahnya dengan masalah besar.     

"Maafkan kami, Tabib. Kami harus membuatmu seperti ini. Ketahuilah, dia adalah seorang kerabat kerajaan. Jadi tidak mungkin bagi kami untuk melawan. Ini ada pisau kecil, mungkin kau akan beruntung untuk menyelamatkan diri sebelum api menyala seluruhnya."     

Nehan melihat seorang pria yang begitu tidak tega padanya. Ia berdecak, terkikik lirih dan menatap sendu kepada pendekar di depannya. Meskipun seorang pendekar hebat, pasti tidak akan bisa menjamin keselamatan hidupnya. Karena sebuah gelar tinggi itulah, manusia yang rendah hanya menjadi seorang hamba. Meskipun sehebat apapun itu. Kalau melawan kerajaannya, bukan hanya dirinya, keluarga akan dilibatkan dalam hal itu.     

"Baiklah ... aku sudah memberikan pisau itu padamu. Dan soal hidup dan matimu, tergantung keberuntunganmu. Semoga Tuhan menolongmu," pungkas pendekar pria itu. Lalu ia keluar dari rumah Nehan.     

Ada dua orang yang menyebarkan minyak tanah ke sekeliling rumah itu. Dan yang satunya sibuk untuk membawa barang-barang yang tersisa. Sedangkan tuan mereka yang mengawasi kedua anak buahnya.     

"Ayo, cepat! Kalian menyingkir! Biar saya yang bakar semuanya!" ujar pria itu dan seketika ia mengeluarkan api kecil di tangannya. "Hehehe, tidak menyangka, aku bisa berlatih membuat api di tanganku. Walau ini masih kecil, setidaknya dengan bantuan minyak itu, kita bisa membuat api membesar!"     

Setelah melempar api itu, rumah Nehan mulai terbakar. Pria itu tertawa senang seorang diri. Sementara kedua bawahannya hanya menggelengkan kepalanya. Tidak menyangka, tuannya begitu kejam hanya karena Nehan tidak sanggup untuk menyerahkan obat sesuai dengan kesepakatan.     

"Hehh, tabib gila itu pasti telah menjual ke orang lain. Ini tidak bisa dibiarkan orang semakin melunjak! Hanya karena menginginkan harga tinggi, kau berani berkhianat, Nehan!" ungkap pria itu dengan mengulas senyum.     

Mereka meninggalkan tempat itu dengan kuda yang mengangkut obat-obatan. Pria itu dengan bangganya menaiki seekor kuda yang berdiri kokoh. Ia percaya sudah menghilangkan nyawa satu tabib yang hebat itu. Ia juga percaya, di lain hari, ia akan menemukan tabib lain yang sepadan dengan kemampuan Nehan dalam membuat obat.     

Sebelum api membakar seluruh rumahnya, Nehan sudah melepaskan tali yang mengikat tumbuhnya. Ia tidak bisa berlari dari tempat itu karena perutnya yang masih sakit. Sisa penusukan oleh Sekar kemarin. Ia berjalan mencari kain tebal dan membawanya ke bak air. Tidak jauh dari dapur.     

"Heh, kau pikir dengan mudah membunuhku, huhhh ... uhhukk!" Nehan terbatuk pelan. Lalu ia memakai kain tebal yang direndam ke air di gentong air. Lalu berjalan menuju ke kamar yang ada wanita sedang sekarat di sana.     

Wanita itu merasa panas karena adanya api yang menjalar di sekitarnya. Dengan sudah payah dan memegangi perutnya, Nehan mendekati wanita itu. Ia memeluk wanita itu dan ia angkat. Tabib itu mencoba membawanya ke tempat yang aman.     

"Aku tidak bisa memberikan perawatan yang maksimal, uhuk! Tapi aku akan membawamu keluar dari api ini!" ungkap Nehan dengan suara serak. "Andaikan ada keajaiban, aku harap ada hujan atau angin besar yang membuat api ini padam."     

Tak seberapa lama, wanita itu menyadari kalau mereka dalam keadaan rumah yang terbakar. Ia menggunakan sisa tenaganya untuk menciptakan gelombang angin dan membuat api di satu sisi padam. Tapi itu tidak berlangsung lama. Karena api perlahan menyambar kembali karena masih tersisa minyak yang sudah ditebarkan.     

"Ini sebuah keajaiban! Kau ternyata seorang pendekar? Baiklah ... kita tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan. Aku akan membawamu ke tempat yang aman!" Nehan lalu mengangkat wanita yang tidak bergerak itu. Ia menggendongnya sampai membuat lukanya kembali mengeluarkan darah.     

Nehan menerobos jendela yang berada di kamar itu. Dengan sebuah balok besar, ia congkel tembok yang terbuat dari kayu. Dengan begitu, ia bisa keluar walau perutnya semakin bersimbah darah. Ditambah dengan menggendong wanita itu. Dengan susah payah, tabib itu bisa keluar dari rumah yang mulai terbakar. Ia berada di belakang rumah dan menyaksikan api yang menelan rumahnya. Membuatnya dengan cepat menjadi abu.     

***     

Sekar memutuskan untuk kembali ke rumah Nehan karena ia tidak tega melihat pria itu yang sedang sakit. Sebagai seorang pendekar sejati, ia harus kembali menolong orang yang membutuhkan. Namun di perjalanan menuju ke rumah Nehan, ia mendengarkan seorang pria yang terlihat sangat senang. Menaiki kuda dan di belakang ada dua orang pria yang terlihat sebagai seorang pendekar hebat.     

"Hahahaha! Akhirnya tabib gila itu sudah mati terbakar! Ini adalah peringatan bagi siapa saja yang melawanku, hahaha!" Pria itu sangat senang dan minum air dari kendi dengan puas.     

Sekar mendengar dari balik pohon. Ia melihat ke arah rumah Nehan. Dan terlihat kepulan asap dari arah itu. Di sana hanya ada rumah Nehan yang sendirian. Di sekitar memang tidak ada penduduk yang tinggal. Jadi kalau ada kebakaran, wanita itu menduga hanya rumah Nehan. Ia melompat ke atas untuk melihat lebih jelas.     

"Hei, siapa itu? Rampok? Tidak! Kalian hadapi orang itu!" perintah pria yang ada di atas kuda itu pada dua orang yang ada di bawah.     

Dari dahan pohon, Sekar bisa melihat rumah Nehan yang terbakar. Melihat itu, ia langsung melesat. Namun sebelum lebih jauh, ia dihadang seorang pendekar yang tanpa senjata. Ia mencegah Sekar yang disangka perampok itu.     

"Hei, apa urusanku denganmu? Saya hanya ingin lewat! Oh, kau pasti dalang dari terbakar rumah itu, kan?" umpat Sekar dan langsung mengibaskan pedangnya. Ia melancarkan serangan pada pendekar yang tidak menggunakan senjata itu.     

Tanpa membalas Sekar, pria itu menghindari pedang Sekar. Bahkan ia bisa membalas memukul wanita itu di punggungnya. Setelah itu, pria itu menarik Sekar agar turun ke bawah. Ia menangkap wanita itu dengan mudah.     

"Tuan, ini hanya pendekar muda yang lewat! Akankah kita bunuh dia?" tanya pendekar pria itu. Ia juga kasihan melihat Sekar. Apalagi Sekar merupakan seorang wanita muda dan cantik.     

"Sebentar! Hemm ... ini wanita sungguh manis. Bagaimana kalau kau menjadi selirku saja, cantik? Daripada menjadi pendekar, itu akan melukaimu, hemm," gumam pria tidak tahu diri itu. Ia turun dari kuda dan mendekati Sekar. "Kamu lepaskan tangan kotormu dari tubuhnya yang mulus ini," lirihnya yang memerintahkan pada pendekar yang telah menjadi anak buahnya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.