Tante Seksi Itu Istriku

Godaan Bram Pada Vania



Godaan Bram Pada Vania

0Tidak pernah dibayangkan oleh Bram, ia mendapatkan kenyataan tentang Farisha selama ini. Yah, wanita di depannya telah menceritakan semuanya pada pria itu. Tentu ia tidak percaya begitu saja pada wanita yang ditemuinya beberapa hari yang lalu. Wanita seksi itu telah mengundangnya untuk makan di restoran yang pernah dikunjungi olehnya bersama Usman.     

"Ah, mungkin kamu hanya bercanda saja padaku, kan? Tidak mungkin kamu adalah kekasih dari Farisha. Atau mungkin saja kamu adalah musuh dari dia. Atau bisa saja kamu cemburu karena dia sudah menikah. Hehh, kenapa wanita secantik dan seseksi kamu, tidak menikah saja? Pasti di dunia ini banyak lelaki yang menyukaimu?" goda Bram dengan senyum menyeringai.     

Vania mengendus kesal. Bagaimana tidak kesal, ia tidak bisa menahan emosinya ketika ia harus menikah. Yah, menikah adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari orang-orang kebanyakan. Tapi ia merasa tidak adil padanya. Ia tidak ingin sosok lelaki berada di dalam kehidupannya. Ia tahu semua derita yang ia alami. Tahu apa yang terjadi dimasa sulit yang sekarang ia hadapi. Kini tanpa seorang Farisha Angelina, ia tidak bisa apa-apa. Pada akhirnya harus mencari pelampiasan pada orang lain.     

"Dasar sialan! Semua lelaki itu brengsek! Dan kamu adalah salah satunya. Dan kuperingatkan padamu, yah! Tolong kasih tahu teman kamu yang dekil dan kampungan itu, dia tidak akan mendapatkan apapun dari Farisha! Kalau kau mau dia hidup dengan tenang, segera suruh dia balik ke sini dan kembalikan Farisha padaku!"     

Ancaman Vania justru membuat Bram bersemangat. Kapan lagi ia mendengar omelan dari seorang wanita. Wanita dengan tingkah seperti itu adalah tipenya sekali. Apalagi ia percaya kalau wanita galak, permainan ranjangnya akan sangat menggairahkan. Walaupun Farisha tidak segalak Vania, perbedaan yang mencolok adalah sikap Farisha yang lebih dingin padanya. Sedangkan Vania lebih barbar dan ada kemungkinan akan berbuat apapun untuk memenuhi tujuan hidupnya.     

Bram hanya diam sambil menikmati makanan yang sudah berada di meja. Tidak ada rasa khawatir dia untuk Farisha dan Usman. Walau memang sudah lama mereka pergi. Ia pastikan mereka akan segera kembali dan suatu saat akan menyelesaikan pernikahan kontraknya.     

"Kenapa kamu cengengesan seperti itu, hah? Apa kau dengar apa yang aku katakan, hahh?" sergah Vania dengan kesal. Ia menggebrak meja di depannya karena kesal. Tidak suka diperlakukan seperti itu oleh orang lain.     

"Heh, kenapa sewot begitu? Aku sudah sangat lapar karena dari tadi belum makan, kamu yang mengundangku untuk ke sini. Yah, setelah lama kita saling kenal, akhirnya kamu mengungkap itu juga. Walaupun aku sudah curiga kalau kalian pasangan sesama jenis. Tapi menurutku kalian harus menghentikan itu semua. Bukankah hidup akan lebih indah jika hidup dengan pasangan yang seharusnya? Apakah kamu tidak tahu, bagaimana nikmatnya berhubungan dengan lain jenis?"     

"Bajingan! Maksudmu apa, hah? Kamu kira kamu siapa? Beraninya mengaturku? Kamu sebagai seorang makhluk rendahan seperti ini, harusnya tahu diri. Sebenarnya kamu itu orang munafik! Kamu tidak tahu apa-apa tentangku. Dan hanya bisa mengatakan sesuai persepsimu saja! Apa kamu tahu apa yang kami alami karena ulah makhluk rendahan dan bejat yang berjenis lelaki, hah?" tunjuk Vania dengan ekspresi wajah sangar pada pria di depannya.     

"Oh, mungkin kamu saja yang tidak mau menikmati. Mungkin otakmu saja yang sudah tidak normal lagi. Sepertinya aku salah, memenuhi panggilan dari wanita galak sepertimu, hemm? Aku kasih tahu, yah, sebenarnya kamu cantik, kamu seksi dan kamu memiliki bentuk tubuh yang disukai lelaki. Walaupun lebih sempurna Farisha dari mana pun. Tapi tidak menutup kemungkinan, kamu itu wanita yang spesial. Hanya mungkin kamu belum menemukan pria yang tepat. Suatu saat nanti, kamu akan menemukan pria yang tepat, yang akan merubah jalan pikiranmu itu."     

"Ternyata kau hanya banyak omong! Sekarang kamu hubungi teman kamu dan katakan padanya untuk membawa Farisha kembali. Kalau tidak, minimal kasih tahu, mereka ada di mana sekarang?" Kesabaran Vania sudah mulai habis karena sikap Bram yang terlihat santai dan tidak menanggapi semua dengan serius.     

"Heleh, heleh ... sepertinya kamu kebanyakan makan batu beton, yah? Hemm, aku sudah lama ditinggalkan oleh istriku. Bagaimana kalau kamu merasakan kenikmatan dariku, hemm? Biar kamu tahu, bagaimana seorang pria yang menghangatkan malammu, hemm?" goda Bram dengan senyum menyeringai.     

"Gila!" Vania langsung menampar Bram. Namun tenaganya tidak cukup. "Hei, lepaskan, sakitttt!" jeritnya sambil meringis kesakitan. Karena tangannya telah digenggam erat oleh pria yang memiliki kekuatan lebih besar darinya.     

"Hemm, apa? Nagih? Oh, jadi kamu mau nambah lagi? Baiklah ... tetapi aku butuh waktu dan tempat. Bagaimana kamu memiliki kamar di sini? Yah, minimal yang bisa kita gunakan malam ini, hemm?" Bram mencium aroma parfum milik Vania. "Hemm ... bau parfum kamu harum, Sayang. Namun aku suka kalau kamu mau, aku akan menyiapkan waktu untuk kamu."     

"Bajingan! Lepaskan!" bentak Vania. Ia tidak bisa menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya karena tubuhnya ditindih oleh pria di atasnya. "Sialan kamu! Akan kubunuh kamu nanti, hahhhh!"     

Namun Bram masih mengendalikan situasi. Kini ia ingin memberi pelajaran pada wanita di depannya. "Hemm ... kayaknya kamu tidak mungkin masih perawan. Jadi kalau aku menikmati tubuhmu, tidak ada salahnya, bukan?" godanya lagi.     

Vania mencoba berontak ketika bibir Bram telah menyumpal bibir wanita itu. Karena terpojok dan tenaganya tidak imbang, ia hanya bisa pasrah begitu saja. Berontak pun tidak akan ada artinya. Akan tetap sama seperti yang seharusnya. Walau ia juga pernah tidur dengan lelaki. Tapi keadaannya sedang mabuk dan pernah dikeroyok banyak lelaki yang menggilir dan menyumpal tiga lubang sekaligus.     

"Hemmm, sepertinya dugaanku memang benar. Jadi wanita, nggak perlu munafik seperti itu. Nyatanya kamu akan menikmati semua ini. Wanita memang seharusnya berpasangan dengan lelaki. Mana ada tuh, wanita bisa bahagia dengan wanita lain. Kalaupun ada, hidupnya pasti banyak dosa. Tapi dalam kasus ini, aku juga akan berdosa. Tapi setidaknya aku pria yang normal, hehe."     

Vania memejamkan matanya dan menyerah begitu saja. Kalaupun ia harus ditiduri pria di atasnya, ia tidak merasa rugi. Toh, ia juga menikmatinya selama ini. Sebenarnya ia juga tidak bisa memungkiri, rasanya lebih nikmat daripada melakukan dengan sesama wanita. Tapi karena egonya, ia memberi sugesti pada dirinya sendiri kalau ia lebih menikmati hubungan sesama jenis.     

Bram yang mulai menguasai keadaan, sudah merasa menang. Ia tahu kalau Vania sudah terangsang dengan ciuman dan sentuhannya di sekujur tubuh Vania. Bahkan wanita itu melengkuh dan mendesah layaknya seorang yang menikmati hubungan itu. Nyatanya seperti yang terbukti saat ini. Bram sudah pernah menikah dan ia tahu wanita kalau sedang dalam birahi, akan seperti Vania saat ini.     

"Hemm ... tapi niatku bukan untuk menidurimu. Sepertinya kamu memang masih ada kesempatan. Sebenarnya kamu masih berharap sentuhan lelaki. Harusnya kamu menikah dan memiliki beberapa anak. Tapi kamu yang terlalu munafik, bukan?" Bram tersenyum sinis dan menghentikan aksinya. Ia lalu merapikan pakaiannya lalu berdiri.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.