Tante Seksi Itu Istriku

Kebimbangan Bram



Kebimbangan Bram

0Sudah berhari-hari Bram mencari keberadaan Farisha dan Usman. Namun ia tidak juga bertemu dengan mereka. Bahkan ia sudah menghubungi Azhari. Namun ia tidak bisa menemukan apa yang ia cari-cari. Membuat pria itu frustasi karena ia merasa ada yang tidak beres.     

"Huahhh! Kenapa Farisha bahkan tidak ada kabar lagi? Sebenarnya dia pergi ke mana, sih? Oh, aku lupa kalau dia sudah menikah. Tapi kan ini hanya pura-pura saja. Mengapa mereka perlu berbulan madu? Semoga Usman tidak melakukan apapun pada Farishaku. Tapi anak itu kan kayaknya nggak mungkin berkhianat padaku. Ah, kalaupun dia melihat Farisha mandi, nggak apa-apa kalau sedikit. Biarkan saja dia menikmatinya. Tapi aku yang akan menikahinya nanti. Tapi, ahh ... entah mengapa aku jadi bimbang seperti ini?" Karena kesal ia sampai membanting ponselnya. Ia tidak bisa menahan perasaan dirinya saat ini.     

Ia berharap Farisha segera kembali. Walau baru pergi beberapa hari saja, rasanya sangat rindu ingin segera bertemu. Sudah beberapa kali ia mendatangi swalayan milik Farisha itu. Namun tetap keadaannya sama seperti sebelumnya, masih sepi dan kadang ada beberapa orang berlalu lalang sambil melihat ke arah swalayan itu. Jelas tidak akan ditemui orang yang mereka harapkan. Apalagi orang-orang yang niatnya berbelanja, mereka terpaksa harus ke toko lain yang harganya lebih mahal daripada di swalayan milik Farisha.     

"Huhh, lagi-lagi swalayannya tutup. Mengapa harus tutup segala, sih? Bikin kesel aja, deh, huftt!" keluh salah seorang wanita muda yang bekerja sebagai asisten rumah tangga. Ia sudah kesal karena tidak bisa menghemat pengeluaran dan uang kembalian yang ia dapat tidak terlalu banyak seperti biasanya.     

Dihari lain, ia bisa mendapatkan sisa uang belanjaan, bisa mencapai lima puluh sampai seratus ribu. Tapi semenjak swalayan tidak buka, ia hanya bisa mendapat sisa paling banyak, hanya dua puluh ribuan. Dengan wajah lesu ditekuk, wanita muda itu pun meninggalkan tempat itu dengan membawa tas belanjaan untuk pergi ke toko atau supermarket yang lain.     

"Dasar perempuan ... maunya yang murah-murah saja. Lebih baik pergi ke tempat lain saja, daripada di sini suntuk terus, nggak ada kerjaan lain yang bisa dikerjakan, huftt!" Pria itu pun kembali naik ke mobilnya untuk meninggalkan tempat itu.     

Sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu, Bram melihat mobil berhenti di samping mobilnya. Tak lama kemudian, seorang wanita dengan tampilan seksi turun dari mobil itu. Wanita itu menghela nafasnya acuh. Hari ini dirinya tidak bisa melihat orang yang dicarinya. Melihat wanita yang ia merasa pernah bertemu, membuat Bram menghentikan niatnya untuk pergi. Ia lalu turun dari mobilnya untuk menemui wanita itu.     

"Hemm, bukankah dia orang yang punya restoran itu? Ah, kenapa wanita-wanita cantik selalu saja datang padaku? Kenapa? Tapi dia lebih sadis dan galak dari Farisha. Ah, rasanya aku menjadi seorang pria tampan yang tidak selalu beruntung. Mengapa wanita gila itu ada di sini? Apakah dia juga termasuk mencari harga murah?"     

Sebenarnya Bram merasa bimbang, antara ingin mendekat atau membiarkan saja wanita itu. Namun ia tidak mungkin bisa membiarkan wanita cantik seorang diri. Entah ia tertarik atau apa, ia pastikan kalau dirinya masih saja menyukai Farisha. Walaupun dirinya juga pernah menyukai dan menjalani hidup dengan wanita yang salah, dirinya masih ingin berusaha untuk mendapatkan wanita yang benar-benar tulus. Yang jelas bukan wanita yang tidak jauh di sana.     

"Kenapa si Farisha sampai sekarang belum kembali juga? Sebenarnya apa yang membuat dia mau menikahi anak ingusan dan cupu itu? Ah, awas saja kalau kamu menghianatiku, Farisha!" geram Vania dengan mengepalkan tangannya.     

'Ihh, kenapa dengan wanita itu? Kenapa dia terlihat marah pada Farisha? Sebenarnya apa hubungannya dia dengan Farisha? Apa mereka berdua sepasang kekasih? Eh, mereka kan sama-sama wanita? Yah, kalaupun iya, nanti bisa ada pertemuan antara gunung-gunung, hehehe,' kekeh Bram di dalam hati. Ia ragu untuk mendekati wanita yang membuatnya bingung tersebut. Namun ia belum tahu apa hubungan antara orang yang ia cintai dan orang galak yang tidak berjarak jauh itu.     

Bram memastikan kalau wanita itu tidak melihat dirinya. Karena kalau melihatnya, akan terjadi hal yang tidak bisa diketahui kejadian selanjutnya. Bisa-bisa mereka akan terlibat cekcok. Apalagi mereka pernah bertemu sebelumnya dan memang tidak ada kecocokan di antara mereka walau hanya saling mengobrol.     

"Si Usman atau siapapun namanya! Orang seperti dia, bisa-bisanya merebut Farisha dariku. Ingatlah, Farisha adalah kekasihku dan tidak ada yang bisa merebutnya dariku! Awas saja kalau kalian kembali ke sini! Aku akan membuat perhitungan pada kalian, hah?" kecam Vania dengan emosi. Dilihatnya tempat itu yang banyak berserakan sampah dan debu yang menempel di lantai, jelas tidak ada penghuninya.     

Vania tidak tahu di mana tempat Farisha tinggal. Maka ia juga tidak tahu harus mencari keberadaan sang kekasih itu. Sementara Bram yang melihat dari balik mobil, hanya bisa memperhatikan, menyimak apa yang dikatakan lagi oleh wanita yang usianya lebih tua dari Farisha. Memang terlihat jelas, wajah Vania yang terlihat berumur walau terlihat cukup cantik.     

"Ah, sepertinya memang benar, dia kekasihnya Farisha. Tapi bagaimana bisa, seorang wanita, sama wanita lain, menjadi pasangan kekasih? Ahhh, kamu pasti bercanda, Farisha. Kenapa aku jadi bimbang seperti ini? Padahal kan dia nggak ada apa-apanya. Aduh, tapi dia ... ah, sudahlah. Ini malah bikin aku pusing," lirih Bram sambil memangku kepalanya dengan kedua tangan.     

Hari ini ia harus segera menyelesaikan urusan hati dan pikiran yang berkecamuk. Tapi harus memulai dari mana, lelaki itu merasa bimbang. Sungguh berurusan dengan seorang wanita adalah hal yang membuatnya harus berpikir seribu satu kali. Barulah saat dirinya hendak meninggalkan tempat itu, Vania melihat Bram dan segera mendekatinya.     

"Hei, siapa di sana? Kamu? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Vania bingung. Ia seperti pernah melihat pria yang di balik mobil. Ia lalu memutari mobilnya dan menghentikan niat dari Bram. "Tunggu! Hei, kamu tunggu saya!" bentaknya dengan keras.     

Bram bengong dan berhenti. Kekuatan seorang wanita memang lebih sulit untuk dihadapi. Namun tidak bisa dipastikan, apa yang bakal terjadi pada dirinya. Hanya waktu yang bisa menjawab itu semua, setelah mereka saling bertemu.     

"Hei, apa kamu tuli? Saya bertanya pada kamu, yah! Apakah sebagai seorang pria, tidak ada rasa sopan, pergi begitu saja? Setelah semua yang kamu dengar, apa saja yang sudah kamu dengar? Dasar penguntit, yah!" cecar Vania dengan nada jengkel.     

'Sial, kenapa harus bertemu dengan wanita gila itu lagi, sih? Eh, tapi di sini kan bukan tempat dia punya? Akh, ini kesempatan bagus untuk membalas semua perlakuannu, wanita jalang, kurang ajar,' pikir Bram di dalam hati. Ia merasa ini adalah kartu AS untuk melawan wanita sombong itu.     

"Hei, apakah kamu benar-benar sudah buta, hemm? Baiklah kalau–" Vania menghentikan ucapannya karena telah salah. Harusnya ia tidak mengatai buta. Tidak mungkin, pria tampan dan terlihat gagah itu orang yang buta. Tapi ia hanya menghina saja.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.