Tante Seksi Itu Istriku

Menjadi Wanita Psikopat



Menjadi Wanita Psikopat

0Benny tidak menyangka kalau pada akhirnya, tidak memiliki tempat untuk berlindung. Dari dulu ia juga pernah mengalami sakit. Dan wanita itu masih mau merawatnya hingga sembuh. Namun perlakuannya kepada wanita terdekatnya malah tidak baik. Dirinya memang bersalah sekali. Dalam hal ini, ia tidak mungkin berharap diampuni atas segala perbuatannya selama ini. Ia harus sadar diri, ia sudah berulang kali berbuat kekerasan dalam rumah tangga. Tidak pernah sekalipun ia menyayangi dua wanita yang telah menjadi keluarga.     

"Aku mohon ... setidaknya ... sampai aku bisa berjalan lagi, aku tidak bisa terus-terusan seperti ini. Uhhhh, dinginnya ... to-long. Sakit ... perih ...." Sebenarnya ia tahu apa yang di dalam hati Azhari, ia memang sudah keterlaluan selama ini. Satu harapnya, ia dirawat dengan baik. Tapi masih maukah, istrinya merawar pria cacat seperti dirinya? Sekarang ia hanya bisa bertaruh pada keberuntungannya saja.     

"Apa? Hemmm ... aku tidak sudi!" sungut Azhari sambil berkacak pinggang. Baru saja pagi hari, ia melihat pria itu memang terlihat kedinginan. Apalagi dalam kondisi kaki dan tangan terikat. Pakaian yang sudah digunting, membuat semakin dingin dengan tiduran di lantai.     

"Kumohon ... aku sakit!" jerit Benny yang merasakan perih di lubang kemaluannya yang mengeluarkan darah. Saat ia buang air kecil, ia merasakan perih yang teramat. "Kalau tidak, bunuh aku saja, ohhh, perihhh ..." rintihnya sambil memejamkan matanya.     

"Bagaimana? Bukankah ini enak? Kalau kamu tidak dalam kondisi baik-baik saja, ya sudah. Kamu ingin mati? Oh, baiklah ... aku juga ingin kamu mati. Tapi aku hanya ingin melihat kamu tesiksa dan jangan kamu mati sebelum kita resmi bercerai. Setelah surat perceraian sudah ditandatangani dan disetujui, aku akan biarkan kamu mati."     

"Puaskah kamu?" Hanya itu yang diucapkan Benny, sebelum akhirnya diinjak oleh wanita itu. Ia menjerit kesakitan dan hanya bisa menahan sakit yang teramat. "Akhh ... su-dah ...."     

Tak ada balasan dari Azhari. Wanita itu lalu membuka pakaiannya. "Aku hari ini harus mandi. Baiklah, sebagai seorang istri, aku bantu kamu mandi sekalian, hemm? Mungkin ini yang pertama dan terakhir kita mandi bersama sebagai suami-istri. Apakah kamu siap, Mas? Mungkin tibuhku tidak seperti para wanita selingkuhan kamu yang masih muda. Tapi kuharap kamu terima dengan tubuh tuaku ini, hemm?"     

Azhari membiarkan Benny melihat dirinya membuka seluruh pakaiannya. Dengan senyuman menggoda, wanita berusia lima puluh tahun lebih itu, menggoda sang suami. Ia lalu mengangkat kepala Benny dan membiarkan kepalanya berada di dadanya.     

"Hemm ... aku walaupun sudah tua, aku tidak pernah disentuh pria. Hanya kamu saja yang pernah menyentuhku selama ini, Mas. Yah, mungkin tubuh ini tidak lagi muda dan sudah tidak pantas lagi, kan? Biarkan saja kamu tahu, Mas. Lihatlah luka-luka yang kau berikan padaku. Aku punya banyak bekas luka yang tidak akan sembuh. Begitu juga dengan Farisha. Dia juga sama denganku, dia memiliki banyak luka akibat perbuatanmu yang menyiksanya."     

Benny melihat tubuh istrinya yang sudah banyak bekas luka. Tentu itu adalah luka yang didapat dari pukulan dengan benda tumpul ataupun kena apa saja. Kadang ia dihantam ke meja, ke tembok, ke manapun ia suka. Benar-benar perbuatan keji yang ia lakukan memang pantas baginya untuk menerima balasan.     

"Bagaimana, Mas? Apa kamu yakin, masih ingin aku memaafkan kamu? Asal kamu tahu, Farisha lebih banyak lagi luka yang tidak sembuh. Dan kamu tahu, sebagai seorang ibu, aku pun tahu kalau Farisha menikah dengan Usman pun karena terpaksa. Yah, aku tahu ini adalah rencana mereka untuk menikah pura-pura. Namun masih mending Farisha menikah dengan Usman. Mungkin dia juga akan menerima kekurangan Farisha."     

Azhari membetulkan posisi duduk sang suami. Ia terlebih dahulu melepaskan ikatan talinya. Lalu ia angkat Benny ke kursi. Ia membuka seluruh pakaian suaminya. Terlihat tubuh lelaki itu yang gemuk, dengan perut besarnya. Darah kering yang berada di celana pria itu.     

"Belum lagi kalau kamu menikahkan Farisha pada lelaki lain. Coba kamu bayangkan, apakah kau tisu akan malu, kalau sampai Farisha ditolak karena tubuhnya banyak luka cacat, hah? Apakah kamu ingin banyak orang tahu, kamulah yang selama ini memukul dan bertindak kejam pada anakmu, hemm? Mungkin pernikahannya hanya bisa dilakukan satu kali seumur hidupnya. Karena setelah berpisah dengan suaminya kini, apakah kamu yakin, dia akan diterima oleh lelaki lain, hah?"     

Benny terdiam mendengar ungkapan Azhari. Dirinya tidak pernah melihat secara langsung, luka-luka yang ia torehkan pada istri dan anaknya. Kini hanya luka itu yang ia ingat. Yah, mungkin tidak akan ada pria yang mau menikah dengan anaknya karena itu. Yang jelas, ia sudah sangat bersalah. Ia sampai melupakan rasa sakit akibat perlakuan sang istri. Tapi rasa sakitnya akan lebih sakit jika ia tahu, anaknya akan dicampakkan suaminya jika benar-benar mau menikah dengan lelaki pilihannya. Dan hal itu juga yang menjadi aib bagi keluarganya.     

"Sekarang, apakah kamu sudah sadar dengan perbuatanmu, hemm? Ayolah Benny, tatap mataku ini! Ini akan menjadi hari yang bahagia untuk kita berdua, hemm? Karena hari ini kita akan menjadi suami-istri yang sesungguhnya. Dan kamu harus bisa memuaskan aku untuk terakhir kalinya, hemm? Kamu tenang saja, Mas. Aku sudah membeli obat kuat. Dan kamu pasti akan kuat untuk permainan terakhir kita, kan?"     

Melihat senyum Azhari, ia bagaikan berada di dalam neraka. Bagaimana mungkin, istri yang selama ini penurut dan penuh lemah lembut, kini telah berubah menjadi wanita psikopat? Jawabannya ada pada sang suami yang kejam. Yang membuat hati sang istri telah mati. Bahkan saat penyiksaan itu, Azhari masih bisa tersenyum jahat padanya.     

Azhari mengguyur tubuh Benny dengan air di bak, yang ia ambil dengan gayung. Karena di kontrakan mereka tinggali, tidak akan ditemukan shower. Tidak seperti rumahnya yang besar, yang sekarang entah menjadi milik siapa. Yang pasti itu bukan miliknya lagi. Itu hanya menjadi masa lalu. Dengan telaten, Azhari mengguyur dan menyabuni suaminya. Ia juga mandi di depan sang suami, sama-sama tidak memakai apapun untuk menutupi tubuhnya. Bedanya, Benny yang duduk di kursi kayu.     

"Bagaimana, Mas? Apakah kamu suka aku mandiin? Kalau begini kan kita romantis? Bagaimana tidak, kali ini kita mandi bersama, loh. Dan ini adalah yang pertama dan terakhir, bukan? Ayolah, Mas. Yang lumpuh kan hanya kakimu saja. Tangan kamu, kemarin bisa menamparku, sekarang coba kamu gosok badanku juga, dong. Sabuni aku, Mas, sekarang!" perintah Azhari, menyerahkan sabun cair di tangan sang suami. "Aku tahu kamu tidak bisa memegang sabun batangan. Jadi aku sudah membeli sabun cair. Sekarang gosokan ke punggung aku. Lihatlah, apa yang ada di punggungku. Di sana banyak sekali bekas luka darimu, Mas."     

Benny membantu Azhari untuk menggosok punggung wanita itu. Sungguh pemandangan yang luar biasa, kalau tadi dari depan sudah banyak luka, kini di belakang sudah lebih banyak lagi. Luka-luka itu memang sudah mengering. Tapi bekas lukanya masih terlihat dengan jelas.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.