Sekali Bajingan Tetap Bajingan
Sekali Bajingan Tetap Bajingan
Meskipun Benny terus-menerus memanggil sang istri, nyatanya rasanya sudah cukup lelah malam ini. Azhari malah meninggalkan suaminya seorang diri. Azhari berlari masuk ke dalam kamar sambil menangis. Sebenarnya ia tidak tega melihat suaminya seperti itu. Ia tidak akan tega untuk membiarkan Benny yang meminta bantuan. Tapi nyatanya Benny tidak pantas diberi bantuan sama sekali. Bukanya bersyukur masih dirawat oleh sang istri, malah sikap sang suami sendiri yang membuat kesal.
Azhari merebahkan tubuhnya di kasur yang berbeda jauh dengan rumahnya. Untuk berjaga-jaga, ia juga mengunci pintunya. Ia tidak ingin suaminya masuk malah mengganggu dirinya. Ia takut suaminya kalap dan malah membawa senjata tajam maupun tumpul untuk memukulnya.
"Sshhh ... kamu masih seperti ini, Mas. Bagaimana aku bisa terima, kamu terlalu kejam padaku sejak dulu. Apa ini yang kamu mau? Aku tidak ingin kamu sakiti. Aku lelah dan ingin rasanya bebas dari ini semuanya. Setelah kamu sembuh nanti, kuharap kau akan pergi dariku selamanya. Dan kamu bebas bersama wanita manapun. Lelah, selama lebih dari tiga puluh tahun kamu sakiti terus."
Azhari menangis tersedu, mengingat masa lalunya yang bahagia hanya sementara. Yah, saat ia dan Benny belum menikah, sikap Benny sangat baik padanya. Bahkan ia sudah berjanji akan memberikan apapun untuknya. Benny terlihat begitu mencintai dirinya, begitu menyayangi dan ia rasa akan menjadi ratu dalam hidupnya. Semua itu berubah ketika dirinya mengandung Farisha. Semua itu berubah apalagi saat orang tuanya meninggal dunia. Sampai sekarang pun ia belum tahu penyebab pasti kematian kedua orang tuanya. Yang dikabarkan hanya kecelakaan. Tapi ia tidak percaya begitu saja. Ia curiga kepada suaminya yang menutupi sesuatu darinya. Pria itu akan marah ketika ditanya, mengapa kedua orang tuanya meninggal.
"Dulu kamu bersikap baik padaku. Aku seperti seorang ratu saat itu. Namun semua itu berubah begitu aku hamil dan orang tuaku meninggal. Dan aku mencoba maklum akan semua itu. Tapi aku hanya wanita biasa. Tiga puluh tahun lamanya, aku sangat bodoh. Ternyata bukan karena kamu yang berubah. Kamu hanya menampakan wajah aslimu selama tiga puluh tahun ini. Aku tidak mau lagi memiliki suami seperti kamu."
Terdengar suara dari ruang lain namun tidak membuat Azhari bangkit. Ia tahu suaminya sedang berusaha sendiri untuk berdiri. Ia juga bisa tega pada orang lain. Walau hatinya yang menolaknya. Ia hanya menangis sesenggukan.
"Hehehe, ngapain aku mengurus pria bajingan itu? Heh, benar kata Farisha ... sekali bajingan, akan tetap bajingan tidak tahu diri. Maafkan aku, Farisha ... ibu tidak ingin kamu memikirkan ibu di sini. Semoga kamu bahagia di tempat yang jauh. Oh, ibu juga tidak punya banyak uang lagi. Semua ini karena lelaki bajingan itu. Yah, Farisha ... ibu kini setuju dengan kamu. Kenapa ibu bodoh selama ini? Ah, kenapa aku menangis? Untuk apa menangisi lelaki brengsek itu?"
Mulut bisa berkata, mengumpat, mengungkapkan segala kerisauan hatinya. Walau ia sangat berat untuk meneguhkan hati, pura-pura tidak perduli kepada suaminya. Nyatanya ia terus terpikirkan suaminya terus. Ia tidak ingin lelaki itu mengalami kesakitan.
Jika memang cinta itu buta, sudah buta mata hati Azhari. Seperti sebuah lagu tentang cinta buta, mampu menggerakkan segalanya. Mampu mengubah hidup seseorang bahkan menjadi seorang budak cinta. Lelah dan lelah. Itulah gambaran dalam diri Azhari saat ini.
"Aku tidak akan mengatakannya sekarang, Nak. Biarkan saja kamu tahu sendiri, bagaimana Benny yang sudah membuat kita begini. Kamu masih memiliki masa depan, Farisha. Walaupun kamu tidak mendapat warisan dari orang tua, ibu yakin kamu bisa. Kamu masih memiliki swalayan yang kamu bangun tanpa bantuan ibu. Dan ibu harap kamu tidak akan memiliki dendam kepada ayahmu yang kejam itu."
Benny terus meneriaki nama istrinya. Ia meringis kesakitan, tidak bisa bangkit dari lantai. Tangannya juga sulit untuk digerakkan. Pikirannya juga kacau dan tidak seperti manusia waras lagi. Kadang ia tertawa sendiri dan kadang ia suka berhalusinasi. Menangis dan tertawa bersamaan. Hidupnya sudah hancur karena penghianatan para wanita yang menjadi teman tidurnya setiap malam. Ia juga tidak punya orang membantunya. Tidak ada perusahaan lain yang mau bekerjasama dengan perusahaan yang ia urus. Banyak juga yang mengancam melaporkan dirinya pada pihak berwajib. Karena hal kriminal yang ia perbuat saat mabuk.
"Oh, kenapa hidupku seperti ini? Azhari! Kamu tega berbuat begini padaku? Lebih baik kamu mati saja, hahahaha! Sebagai seorang istri, beraninya kamu tidak patuh! Beraninya kamu begini padaku. Kalau aku sudah sembuh, aku akan terus memukul kamu! Selama ini aku hanya memanfaatkan harta kamu. Tapi sekarang hartamu sudah habis, hahahaha! Kembalikan semua hartaku, Azhari! Kemana hartaku semuanya? Dasar kamu wanita jalang, wanita murahan dan wanita tidak tahu diri. Beraninya kamu melawanku, hah!"
Benny memukul apa saja yang ada di dekatnya. Ia membanting kursi dan membuat tangannya terasa sakit. Ia menjerit dan menangis bersamaan. Juga melihat sekeliling, pandangannya kabur. Ia sudah sangat lapar karena dari pagi belum makan. Ia bangkit, berpegangan pada kaki meja. Dengan rasa sakit yang teramat, ia sulit walau hanya ingin duduk saja.
"Ehhh ... grrrhhh ... aku hanya ingin makan, kenapa tidak bisa duduk? Ahhh! Sakit!" pekik Benny menahan sakit di lututnya karena ia kembali terjatuh saat ia berusaha naik ke atas. Ia sangat lapar kali ini dan berharap makanan masuk ke mulutnya. Walau ia tidak suka sayuran, ia tahu semua makanan yang dimasak oleh istrinya akan selalu enak. Maka ia harus makan walau ia paksakan diri.
Azhari masih belum bangun dari tempat tidurnya. Ia hanya ingin memberi pelajaran pada suaminya. Nyatanya ia tidak tega dan berniat keluar. Tapi sebelum ia membuka pintu kamarnya, ia mendengar Benny yang bersuara lantang, ingin membunuhnya.
"Wanita tidak tahu diri, akan kubunuh kamu, Azhari! Awas saja nanti kalau aku bisa berdiri lagi! Akan kusiksa kamu sampai ingin mati! Juga anak durhaka itu, aku juga akan memperkosanya, hahaha! Mungkin dia akan hamil anakku, hahaha!"
"Dasar bejat!" umpat Azhari yang mendengar Benny berucap. "Lebih baik kamu saja yang mati, Mas. Biarkan saja kalau aku dipenjara nantinya. Aku harus membunuhmu malam ini." Kalau sebatas memukul, mungkin ia masih terima. Tapi tidak untuk tindakan bejat itu. Walau itu hanya perkataan dari lelaki yang lumpuh, itu tidak bisa dibiarkan. Benny adalah ayah kandung Farisha dan tidak akan Azhari biarkan, pria itu merusak anak kandungnya.
***