Tante Seksi Itu Istriku

Kedatangan Kasmiyah



Kedatangan Kasmiyah

3Kasmiyah datang ke rumah yang ditempati oleh Usman dan Farisha. Semenjak tadi siang, ia tengah bekerja keras bersama sang suami. Sebenarnya ia juga sudah datang ke rumah itu. Namun ia tidak jadi masuk karena mendengar Usman dan Farisha yang sedang melakukan hubungan suami-istri. Walau hanya mendengar dengan lirih, ia tahu dan memutuskan untuk kembali menyelesaikan pekerjaannya di rumah untuk membuat tikar dari daun pandan.     

"Semoga mereka sudah selesai. Kalau belum juga, masa sih, bisa kuat semalaman gitu? Emm ... hari ini harus memasak apa, yah? Semoga masih ada yang bisa dimasak biar mereka cepat punya momongan." Dalam perjalanannya, ia memakai senter untuk penerangan. Sampai di rumah, ia memasang telinganya lalu mengetuk pintu dengan hati-hati. Berharap mereka selesai melakukan hal tadi siang sampai sore hari.     

Saat pintu diketuk, Usman dan Farisha sedang makan. Keduanya tampak menikmati makanan yang dimasak oleh Usman sendiri. Walau masakan Usman masih kalah sama masakan Azhari atau Kasmiyah, tetap bisa dimakan. Apalagi seorang suami yang telah membuatkan makanan dengan cinta di dalamnya.     

"Emm ... biarkan aku saja yang periksa, Tante. Kamu teruskan saja makannya! Aku segera kembali," pungkas Usman. Ia berdiri dari duduknya lalu meninggalkan sang itri. Sampai di depan pintu, ia bertanya, "Maaf, ini siapa? Malam-malam kok bertamu?" Usmani belum berani membuka pintu yang sebebarnya tidak dikunci.     

"Ini saya, bu Kasmiyah ... ini Masnya sudah selesai? Maaf, saya baru bisa datang sekarang. Sebenarnya sudah datang tadi siang. Tapi karena mendengar kalian ... saya tidak berani masuk." Kasmiyah mengatakan yang sebenarnya. Ia memang sudah datang tadi siang dan memutuskan untuk kembali dan datang lagi sorenya. Tapi saat sudah sore hari pun aktifitas sepasang suami istri itu tetap berlanjut. Membuat dirinya kagok untuk masuk ke dalam rumah.     

"Oh, ini Bu Kasmiyah? Silahkan masuk saja, Bu." Usman membuka pintunya karena yang datang adalah orang yang sebenarnya ditunggu.     

Usman melihat wanita itu sudah berdiri dengan memakai sweater dan sebuah senter yang ia bawa di tangannya. Setelah dipersilahkan untuk masuk ke dalam, wanita paruh baya itu pun mengikuti pemuda itu sambil menutup pintunya.     

Usman dan wanita di belakangnya berjalan ke tempat makan tanpa berkata lebih. Saat sampai di meja makan, Kasmiyah kaget karena ada makanan di meja yang tersedia. Itu membuat wanita itu bingung karena sudah mendapat informasi kalau Farisha tidak bisa memasak. Tapi ia juga tidak tahu yang sebenarnya. Dengan adanya makanan di atas meja, membuat dirinya penasaran.     

"Eh, Bu Kasmi ... ayo kita makan sama-sama. Ini masakan suamiku. Walau tidak enak, ya beruntung juga memiliki suami bisa memasak, hehehe," kekeh Farisha garing. Dirinya tidak pintar bercanda. Malah tidak tahu bagaimana harus membuka pembicaraan dengan wanita itu.     

"Wah, beneran Masnya bisa memasak?" tanya Kasmiyah, menatap ke arah Usman. "Kalau suami pintar masak, berarti suami idaman. Yah, kalaupun menjadi seorang suami, harus bisa pekerjaan istri. Bisa masak, mencuci, bersih-bersih dan lainnya. Maka besok kalau istri hamil dan lahiran, jadi peran seorang pria akan sangat penting. Jadi Masnya sudah hebat."     

"Masa ... aku tidak bisa memasak, Bu. Sebenarnya kami tidak ada yang pintar memasak. Aku bisanya bikin ini dan tidak begitu enak. Tapi semoga Bu Kasmi mau mencicipi?" tawar Usman yang mengambil piring dan diberikan kepada wanita di depannya.     

"Hemm ... jadi saya akan menjadi juri dalam kontes memasak? Wahaha! Baiklah kalau begitu, saya akan mencobanya." Setelah mengatakan itu, Kasmiyah mengambil piring dan mengambil masakan Usman yang berupa sayuran dan beberapa potong ayam di lemari es atau kulkas.     

"Ibu Kasmiyah duduk saja, sama kami. Maafkan aku yang karena perbuatanku, Bu Kasmiyah tidak datang siang dan sore hari. Aku yang telah bersalah dalam hal ini," pungkas Usman menyesal. Tapi ia meyakinkan diri lagi kalau ia tidak salah. Walau Usman masih bingung, kenapa ia bisa melakukan hal tidak pantas itu.     

"Hemm ... ini juga lumayan, sih. Hanya saja ini kurang gula sedikit saja. Tapi kalaupun tanpa gula, seperti ini, iu tidak masalah. Yang pasti, ini cukup enak, loh," kata Kasmiyah dengan jujur. Yah, dia harus mengakui kalau lelaki muda bisa memasak. Walau rasanya masih kurang enak dan ia tetap memakluminya.     

Usman dan Farisha belum selesai makan dan masih menikmati makanan yang disediakan. Di malam yang dingin dengan hembusan angin malam yang masih lewat melalui celah di atas pintu. Lubang angin itu bisa mendatangkan angin dari luar dan membuat semakin dingin.     

"Ayo dimakan saja, Bu. Kalau sudah bilang enak, berarti harus dihabiskan!" Usman sengaja memprofokasi wanita paruh baya itu agar makan lebih banyak. Dengan begitu, ia akan tahu bagaimana rasa dari makanan buatannya.     

"Aduhh ... padahal sudah makan di rumah. Sebenarnya saya datang ke rumah ini dengan bermaksud untuk bertanya. Bagaimana saya bisa datang atau tidak? Mohon maaf karena aku tidak tahu waktu yang tepat. Saya takut kalau saya datang tapi tidak pada waktu yang tepat."     

"Jadi anda sudah tahu semuanya? Ya Tuhan ... kenapa bisa seperti ini? Sungguh aku merasa malu. Kita tidak tahu kalau Bu Kasmiyah akan datang siang-siang." Farisha menggigit bibirnya sendiri. Merasa malu telah membuat wanita itu berpikiran yang tidak-tidak. Walau pemikirannya itu benar, dirinya dan suami yang sedang melakukan hubungan percintaan di dalam rumah.     

"Ya, mana mungkin saya tahu semuanya? Orang hanya mendengar sebentar saja, ya nggak tahu semuanya. Jadi saat tahu begitu, saya langsung pergi. Jadi mohon maaf kalau sudah menggangu."     

Tentu itu adalah hal yang membuat malu. Baik Usman maupun Farisha hanya bisa tersenyum menahan malu. Meskipun itu menjadi hal yang lumrah, dalam hubungan suami-istri, ada yang seperti itu. Tapi bagi Usman karena itu hanya pernikahan pura-pura, menurutnya itu adalah hal yang tidak bisa dilakukan. Hanya sudah terlanjur seperti itu adanya. Jadi hanya bisa melanjutkan apa yang telah terjadi.     

"Iya, sih. Emm ... kita lanjutkan makannya! Nanti kita bahas yang lain. Benar kata suami saya, kalau sudah bilan enak, berarti harus makan yang banyak. Aku memaksa, yah!" kelakar Farisha, menekankan pada kalimat itu.     

Terpaksa atau tidak terpaksa, Kasmiyah tetap makan masakan Usman. Ia mengambil nasi sedikit dan sayuran sedikit. Setelahnya, ia memakannya dengan perlahan. Diikuti oleh kedua pasangan baru menikah itu.     

"Pokoknya hari ini harus habiskan semua yang di meja. Karena tidak akan baik kalau membuang-buang makanan," tutur Farisha lirih. Mengambil satu suapan dengan sendoknya lalu ia makan dengan santai.     

Malam itu adalah malam yang dingin seperti malam-malam sebelumnya. Walau kadang harus melakukan hal yang tidak bisa dilakukan orang lain. Semua malam-malam yang terlewati pasti akan menjadi kenangan atau terlupakan. Tapi tidak untuk kenangan yang baru saja terjadi siang tadi. Usman dan Farisha sama-sama belajar bagaimana menjadi suami dan istri sesungguhnya. Hanya kurang anak sebagai pelengkap rumah tangga itu.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.