Tante Seksi Itu Istriku

Jalan Berdua



Jalan Berdua

3Farisha menjawab pertanyaan Kasmiyah dengan yang sebenarnya. Itu membuat Kasmiyah terkejut tapi hanya sebentar saja. Wanita itu tidak menyangka, perbedaan usia Farisha dan suami terpaut sepuluh tahun. Dimana sang wanita yang lebih tua. Kalau lelaki yang lebih tua, mungkin tidak jadi masalah. Namun itu kembali pribadi masing-masing orang.     

"Oh, bedanya sepuluhan tahun? Emm ... ini sesuatu yang langka. Tapi tidak mengapa, mungkin suami dari Non Farisha lebih dewasa, gitu? Maaf kalau saya ngomongnya blak-blakan," kata Kasmiyah dengan santai. Tapi ia tidak mencela atau tidak menjelekan orang. Walau sudah bisa dilihat bagaimanapun juga, sang lelaki lebih pendek dan hal-hal yang tidak bisa dikatakan semuanya.     

"Oh, nggak apa-apa, kok. Lagian aku nikah sama dia bukan karena apa, yang kucari bukan yang ganteng dan kaya atau tinggi. Jujur, dia berasal dari desa dan dari latar belakang orang ... yah, seperti yang bisa dilihat. Sepertinya tidak perlu dijelaskan. Terkait dengan kekurangannya, dia memiliki kelebihan yang tidak bisa dibandingkan dengan orang lain."     

Wanita paruh baya di dekat Farisha mengulas senyum. Menerima setiap kekurangan pasangan itu adalah sesuatu yang sulit. Apalagi kekurangan itu yang biasa orang perhatikan. Yang seperti wanita kebanyakan, kekayaan dan ketampanan adalah modal paling utama untuk menjadi pasangan yang sempurna. Lain halnya dengan Usman, yang jauh dari dua kriteria tersebut. Tapi Kasmiyah yakin, ada kelebihan yang tidak dapat dilihat dari mata tapi entah apa itu. Mungkin sesuatu yang lain, yang membuat Farisha memutuskan untuk menikah.     

"Yah, mungkin kalau wanita lain, mungkin ketampanan atau kekayaan yang menjadi patokan. Bagiku, dia sosok lelaki yang berbeda. Dia baik dan pekerja keras. Mau melakukan apa saja tanpa harus malu, orang mencibir pun ia hadapi semuanya dengan baik. Kuharap nanti, dia akan menjadi lelaki yang punya masa depan yang baik. Tidak tersiksa seperti sebelumnya," pungkas Farisha.     

Setelah Farisha menceritakan tentang Usman, membuat Kasmiyah mengangguk mengerti. Sambil memasak, ia mendengarkan apa yang diceritakan oleh Farisha kepadanya. Setelah selesai memasak, ia segera membawanya ke meja makan yang masih berada di dapur. Farisha turut membantunya dalam menaruh makanan itu.     

Sementara Usman sudah seleai menjemur pakaiannya. Lelaki itu juga sudah mencuci pakaian milik istri pura-puranya. Setelah selesai menjemur di belakang, dengan menggantungnya di jemuran yang dia buat dengan tali rafia, di belakang rumah.     

"Ini sudah selesai, silahkan makan duluan, Mas, Non. Kalau begitu, biarkan saya yang membereskan rumahnya," ujar Kasmiyah. Padahal rumah sudah terlihat rapih. Tidak banyak kotoran yang ada. Mungkin hanya ada debu-debu berterbangan yang tidak seberapa.     

"Terima kasih, Bu. Ayo kita makan bareng-bareng saja! Lagian ini sudah bersih. Mau dibersihkan apa lagi? Ayo, Bu! Duduk bareng kami di sini!" ajak Farisha.     

"Nggak perlu, Non. Orang saya sudah makan di rumah. Kalau makan lagi malah nggak bisa gerak." Sebenarnya ia juga bingung, apa yang harus ia lakukan hari ini. Berberes rumah biasanya dilakukan tiga kali seminggu. Kadang tidak diurus selama berbulan-bulan karena saking sibuknya.     

"Iya sudah, mungkin Bu Kasmiyah mau melanjutkan pekerjaan. Soalnya hari ini aku sama suami juga mau pergi. Kalau bisa, bisakah menjadi guide tour buat kami?" tawar Farisha. Dengan adanya orang yang menunjukkan jalan, mereka pasti tidak akan tersesat.     

"Emm, tadi bilang apa? Maaf aku tidak bisa bilang inggris. Jadi nggak tau tadi yang dibilang." Kasmiyah tentu tidak tahu bahasa yang digunakan oleh Farisha.     

Farisha menghela nafas tenang lalu mengatakan, "Maaf juga Bu. Ya sudah, aku katakan pakai bahasa Indonesia saja. Ibu bisa kan, menjadi penunjuk jalan buat kami? Karena kami tidak tahu jalan di sini. Takutnya kami tersesat karena tidak tahu arah jalan." Farisha tidak ingin tersesat di tempat yang ia bahkan tidak ketahui. Sementara jaringan di pesisir pantai kadang tidak ada sama sekali. Kalau ada, bisa saja mereka akan menemukan peta.     

"Oh, iya ... tapi hari ini saya sebenarnya ada kesibukan lain. Tapi kalau mau, saya bisa minta bantuan anakku. Dia sering main ke tempat-tempat di sekitar sini. Atau bisa pergi ke pantai dan tempat yang dekat." Bukan berniat menolak, Kasmiyah tidak bisa kalau hanya bermain-main saja. Walau tujuannya mengarahkan jalan, tetap itu bukan ahlinya karena ia juga jarang membawa orang luar untuk diberitahu apa saja yang ada di pesisir pantai tersebut.     

"Ya sudah kalau begitu. Kita akan mencari tempat-tempat yang dekat-dekat saja. Kalau ada anak ibu yang bantu menunjukkan jalan, ya kami akan tunggu besok saja. Hari ini kita ke tempat yang dekat-dekat dulu. Iya kan, Sayang?" tukas Farisha, melirik Usman.     

"Iya iya ... kita juga belum ke pantai di siang hari. Lagian kami sudah diberitahu oleh pak Lukman, tempat-tempat yang di dekat sini. Nanti kita datangin berdua saja, haha!" Meskipun ia menahan gugup akan kejadian sebelum berangkat ke rumah Kasmiyah. Ia malah kembali terpikirkan tentang hal yang tadi.     

***     

Mereka telah memutuskan untuk jalan hanya berdua saja. Setelah menyelesaikan makan, sepasang pengantin baru itu saat ini sudah berada di luar rumah. Perjalanan pertama mereka adalah mendatangi pantai yang sudah semalam didatangi.     

"Kita jalan saja, Man. Kita nggak perlu pikirkan hal-hal lain dulu. Kita ke sini untuk senang-senang. Jadi kita tidak perlu ada pikiran yang mengganggu. Semua pikiran itu kita pendam dahulu ke mana saja. Yang penting tidak muncul lagi," kata Farisha, yang sebenarnya meyakinkan diri sendiri. Karena dirinya yang telah memikirkan hal itu. Ia sendiri yang belum bisa melepaskan pikiran yang mengganggunya.     

"Iya, Tante. Kalau begitu, ayo kita pergi ke pantai duluan, deh. Mungkin di sana kita bisa menenangkan pikiran. Ayo kita berangkat sekarang, Tante!" ajak Usman.     

Keduanya meninggalkan rumah itu untuk melakukan petualangan mereka untuk pertama kali di hari itu. Entah apa yang akan mereka temui hari ini. Mereka bisa melihat pohon-pohon kelapa yang banyak tumbuh di pesisir pantai. Sampai saat ini mereka belum tahu tempat itu. Desa yang mereka datangi dan nama pantai itu pun mereka belum mengetahuinya. Namun bukan hanya mereka saja yang ada di tempat itu. Ada beberapa anak yang sedang bermain dengan batok kelapa.     

"Ternyata di sana ada anak yang main sama batok kelapa. Kalau gitu, kita datangi ke tempat itu, bagaimana?" ajak Usman. Mau tidak mau menang mereka harus menuju ke tempat anak-anak yang sedang bermain. Karena bingung juga harus bilang apa, jika hanya ada dua orang yang saling kikuk itu.     

Anak-anak menyambut kedatangan keduanya dengan riang. Malah mereka terlihat senang ketika ada yang menghampiri mereka bermain. Apalagi kalau Farisha sedang memegang ponsel untuk merekam aktivitas anak-anak itu. Farisha mengeluarkan ponselnya dan merekam aktivitas anak-anak. Dan mereka sangat percaya diri untuk menunjukkan betapa mereka sedang menikmati hari-hari indah bersama.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.