Tante Seksi Itu Istriku

Pagi Terkenang



Pagi Terkenang

0Usman terbangun dari tidurnya, mengingat mimpi semalam bersama dengan Farisha. Walau tidak sampai menyatu, tetap ia sudah menyemburkan salju putih dari mulut burungnya yang tidak bisa terbang itu. Saat itu ia juga bermimpi telah dibantu oleh Farisha dengan memegangnya dan telah menikmati mimpi yang terasa nyata. Saat bangun, ia merasa ingin buang air kecil. Maka ia pun menyingkap selimut tebal itu.     

"Ohh, semalam mimpinya puas banget. Walau hanya mimpi tapi rasanya nyata. Kalau ada mimpi lagi, aku mau memasukan ini, hehehe," kekeh Usman lirih sambil merogoh masa depannya yang akan membuat wanita kenyang selama sembilan bulan.     

Tapi ini tidak benar. Karena letaknya sudah tidak ada di dalam celana dalamnya. Sementara celananya sudah melorot ke bawah. Ia malu kalau ia sempat mengeluarkan pusaka saktinya dan bisa saja wanita itu sadar. Ia lihat wanita yang tidur dengannya. Tapi dalam berselimut dan tersenyum. Tampak wajah yang tanpa dosa dan rambut yang berantakan. Tapi ia merasa Farisha tidak memakai baju karena terlihat pundaknya yang mulus. Maka dengan perlahan, ia menyingkap selimut tebal itu.     

"Astaga!" Usman langsung menutup matanya karena ternyata itu bukanlah seperti mimpi. Seperti kejadian yang nyata tadi malam, dimana mereka memang sudah melakukan hal yang tidak mungkin. "Apakah ... aduh, bagaimana aku jelaskan semua ini?"     

"Mmmm ... huuhh, Man ... sudah bangun?" Farisha menggeliat dan mengerjapkan matanya. Ia melihat Usman yang sedang menutupi matanya dengan tangannya. "Ada apa, kok tutupin matamu?" Ia menyadari kalau dirinya sudah tidak pakai pakaian atas. Memang itu sudah dilepas oleh sang suami tercinta. Tidak mungkin itu bukan lelaki yang sama. "Ayo, kamu sudah meremasnya dan kamu masih malu? Bagaimana dengan tanggung jawabmu?"     

"Aduh ... anu ... Tante ... ma-maaf. Maafkan aku, Tante." Ia baru sadar kalau semalam itu bukanlah mimpi seperti bayangannya. Sampai sekarang ia belum berani melepas tangannya dari matanya.     

Kalau itu mimpi, tidak mungkin akan terasa begitu. Tidak mungkin akan terasa sangat nyata dan itu tidak cukup hanya bisa dimengerti. Tapi ini sudah terjadi.     

"Duh, mengapa malah minta maaf? Apa kamu menyesal sudah mau memuaskan aku? Loh, kenapa masih ditutupi? Kan semalam juga sudah lihat. Ini bukan pertama kalinya kamu melihatnya, kan? Sebelum ini juga kamu sudah melihatnya. Dan tidak perlu lagi kamu menyesali semua yang terjadi. Kalau kamu suka, nikmati sajalah! Oh iya, ucapanku semalam, yang bertanya, apakah kamu mau buat aku hamil? Aku akan menunggu kamu. Dan kuharap kamu mau membantuku. Dan untuk anak yang aku kandung nanti, kamu tidak perlu khawatir. Biarkan aku saja yang merawat. Kalau kamu ingin bertemu, aku akan biarkan kamu bertemu."     

Perkataan Farisha membuat Usman semakin bingung. Lalu ia melepaskan tangannya dari matanya. Sekarang terpampang jelas bagian tubuh Farisha yang semalam ia lihat bahkan sudah merasakan bagaimana rasanya.     

"Ugh, gitu dong, Man. Jadi lelaki harus berani. Lihat ini!" Farisha memegang buah dadanya sendiri dan ia remas sendiri. "Ayo pegang lagi. Kamu mau yang segini saja atau yang lebih besar? Kalau kamu mau lebih besar, aku akan cari krim pembesar dan kamu yang olesin, yah! Kan kamu juga yang senang nanti."     

"Eh, aku mau mandi duluan, Tante. Aku permisi!" tolak Usman yang bergegas mengambil handuknya. Ia memasukan kembali senjata tempurnya ke dalam celana dalam. Walau saat ini dalam keadaan aktif, ia sangat malu telah terang-terangan menikmati itu semua. Ia juga tidak tahu Farisha bercanda atau tidak, sebelumnya.     

"Ya sudah kalau nggak mau, hehehe! Kalau kamu berubah pikiran, kamu bisa minta sama aku, yah, hehehe ...." Farisha bangkit dari tempat tidur, melihat pintu yang sudah ditutup dari luar. "Dasar munafik kamu, Usman. Semalam saja kamu sudah menikmatinya, kan? Sudah pasti kamu suka sama tubuhku. Tinggal bagaimana nanti kamu mau masuk ke dalamku."     

Dalam pikirannya, Usman sudah sangat malu. Tapi ia tidak akan menyesalinya untuk hal yang ia pernah lakukan. Dan ini bisa jadi kesempatan baginya untuk mendapatkan wanita yang sangat cantik, paling cantik di dunia. Bukan hanya wajahnya tapi juga sikapnya padanya.     

"Apa beneran aku harus bikin dia hamil? Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya dan tidak tahu sekarang dia sudah memikirkan dengan yakin atau tidak. Tapi aku juga tidak rela kalau orang lain yang melakukannya. Maafkan aku, Tante. Aku mungkin mencintaimu. Aku juga tidak ingin bercerai denganmu, suatu hari nanti. Apakah bisa kalau pernikahan pura-pura ini jadi pernikahan yang sebenarnya? Aku tidak memikirkan uang lagi, deh. Yang penting dapat pekerjaan dan bisa makan. Saat bersama denganmu, aku rela kerja lebih keras lagi. Biarpun selamanya menjadi bawahanmu dan walaupun aku jadi budakmu, aku rela."     

Saat mandi, Usman tidak lupa untuk membersihkan semuanya. Termasuk yang ia akan gunakan untuk membuat sang istri hamil, kelak. Ia bergegas mandi dan mencuci pakaiannya karena ia tidak membawa pakaian ganti. Jadi sebisa mungkin ia akan langsung mencucinya saat menggantinya. Dirinya juga mengambil pakaian yang terlampir di kamar mandi. Yang sudah ia cuci juga. Ia ingin menjemur pakaian di bawah sinar matahari tapi ia tidak menemukan tempatnya. Lebih tepatnya belum. Jadi ia harus ganti pakaian dulu baru menjemurnya.     

Selesai mandi dan mencuci, ia keluar dari kamar mandi. Ia pertama melihat Lukman yang berdiri di depan pintu kamar mandi. Pria paruh baya itu tersenyum ke arah Usman. Jelas ia mendengar desahan dan racauan Farisha. Tentu ia tahu kalau Usman dan Farisha saat itu sedang melakukan hubungan suami-istri.     

"Wah, enaknya yang sudah mandi sehabis bertempur semalaman, Mas? Semoga tante itu segera hamil, yah," goda Lukman, tersenyum pada pria muda itu.     

"Apaan, Pak? Anu ... sudahlah ... Bapak lebih baik mandi saja, gih! Aku mau ganti pakaian!" tandas Usman yang bergegas meninggalkan pria paruh baya tersebut.     

"Dasar anak muda yang tidak mau mengakui perbuatannya. Tapi good job, Brother. Semoga cepat dikasih momongan yang banyak kalau perlu." Lukman membuka pintu kamar mandi dan melaksanakan aktifitas paginya dengan buang air kecil dan mandi. Karena tidak membawa sabun dari rumah, ia mandi tanpa sabun dan tidak mengganti pakaiannya dari kemarin.     

Farisha menanti Usman selesai mandi. Dan saat lelaki itu masuk ke kamarnya, ia sudah memakai pakaiannya kembali. Jadi tidak membuat suaminya menghindar lagi seperti sebelumnya. Ia mencium bau sabun yang digunakan mandi oleh Usman. Tentu itu sabun yang dibawa dari swalayan.     

"Kamu sudah mandinya? Aku juga mau mandi. Tapi pak Lukman sudah bangun atau belum? Hari ini katanya mau pulang dan seharusnya dia makan dulu. Aku tidak bisa memasak. Dan kamu bisa memasak atau tidak? Atau belikan saja makanannya. Tapi tidak tahu di mana kita bisa beli makanan."     

"Tadi pak Lukman sudah masuk ke kamar mandi. Mungkin juga akan mandi dan buang air kecil. Atau sekalian buang emas batangan di WC," canda Usman. Berharap agar Farisha tertawa.     

"Hahaha! Kamu ada-ada saja, Usman. Baiklah kalau begitu, kamu perlihatkan lagi burungmu yang gede itu! Tapi apa bisa masuk ke iniku, yah?"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.