Tante Seksi Itu Istriku

Siasat Untuk Farisha



Siasat Untuk Farisha

1Pintu kamar kembali diketuk, membuat Farisha membuka matanya. Ia tidak tahu siapa yang datang. Tapi ia menyadari kalau Usman tidak ada di kamar. Maka ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Ia melihat pintu kamar mandi juga terbuka. Ia lalu bangkit dari tidurnya untuk membuka pintu. Karena ia yakin, itu adalah Usman yang telah keluar dan tidak bisa kembali.     

Pintu kamar itu akan otomatis terkunci dengan sendirinya ketika ditutup. Maka untuk membukanya kembali, harus dari dalam. Kalau tidak, harus menggunakan kunci dari luar. Namun Farisha melihat kunci itu menggantung di lubang kunci, pintu itu.     

"Ini orang, apa nggak takut tersesat kalau main keluar begitu saja? Oh, tapi Usman tidak mungkin keluar begitu saja. Ini pasti kerjaan si Bram itu. Apa kamu pikir, aku tidak tahu rencanamu, Bram?" umpat Farisha, mengingat Bram yang selalu bikin ulah dan tentunya Usman akan menjadi jalan baginya, untuk membuka jalan sesuai keinginannya.     

Saat membuka pintu, Farisha hanya melihat seorang wanita paruh baya. Ia tersenyum ramah dan mengangguk tanda hormatnya. Farisha kecewa karena itu bukan Usman. Ia berpikir kalau Usman akan benar-benar tersesat.     

"Mmm ... selamat sore, Bu Farisha. Perkenalkan, namaku adalah Melati. Saya adalah seorang marketing manager dari sebuah perusahaan. Ini, maksud kedatangan kami, ingin menawarkan kerja sama soal pendistribusian produk kami. Dan kebetulan, kami tertarik dengan swalayan milik Ibu Farisha. Kalau bisa, boleh meminta waktunya sebentar? Kami akan senang jika kita akan menjadi mitra bisnis yang tentunya akan saling menguntungkan."     

"Maaf, saya baru saja menikah dan tidak berniat untuk bekerja sama dengan produk lain. Kami sudah punya langganan sendiri. Dan saya juga tidak tahu, produk apa yang anda tawarkan," pungkas Farisha, menolak tegas ucapan wanita itu.     

Tentunya wanita itu tidak akan menyerah begitu saja. Karena ia sudah mendapatkan bayaran untuk pekerjaan yang ia jalani sebagai seorang aktris dari dunia nyata. Ia tidak habis akal untuk menarik Farisha agar mengikutinya.     

"Begini, Bu ... kami tidak ingin Ibu menyesal. Karena produk kami adalah produk yang sangat dicari oleh banyak orang. Dan tentu ini akan memberikan keuntungan yang besar bagi Ibu Farisha. Hemm ... dan untuk keuntungan kita, kami akan ada bonus dari perusahan kami. Dan asalkan Ibu tahu, perusahaan kami akan membagi keuntungan kita dengan perbandingan lima puluh kali lima puluh untuk enam bulan. Hemm, bagaimana menurut Ibu Farisha? Ini jarang-jarang bagi kami untuk melakukan hal ini. Dan tentunya manfaat yang diperoleh dari produk kami, anak sangat menguntungkan bagi Ibu."     

Farisha tidak mengira, akan ada perusahaan yang langsung menawarkan produknya seperti itu. Jelas itu adalah sebuah kecurigaan paling besar bagi Farisha. Karena tidak mungkin ada perusahaan yang seperti itu. Tapi ia masih belum tahu rencana wanita di depannya. Ia juga harus penuh kewaspadaan, terkait dengan hal itu.     

"Lalu, produk apa yang anda tawarkan itu? Apakah ada perusahaan yang dengan gampangnya melakukan hal seperti itu? Mengambil keuntungan lima puluh persen dari penjualan produknya? Sebenarnya kalian ini bisnis apa, sih?" tanya Farisha dengan semakin menaruh curiga.     

"Begini ... jadi kami akan segera memperkenalkannya secara langsung. Tapi kurasa ini bukan tempat yang baik untuk kita bisa bicara. Hemm, bagaimana kalau kita masuk ke kamar Ibu saja? Ehhmm ... tapi bukankah Ibu Farisha baru menikah? Mungkin suami anda bisa diajak untuk berkonsultasi. Ibu juga bisa meminta pendapat beliau."     

Mendengar kata suami, ia ingat, Usman adalah seorang pemuda yang lugu dan polos. Ia tidak akan tahu hal-hal seperti itu. Tentu ia tidak ingin melibatkan hal itu pada Usman. Ia sempat berpikir, akan melakukan pembicaraan tanpa harus diketahui oleh Usman. Tapi ia harus tetap waspada dengan wanita yang ada di depannya.     

"Eh, kurasa suamiku tidak perlu tahu. Bagaimana kalau kita bicarakan saja di bawah? Oh, mungkin suamiku sedang pergi. Tapi aku takut kalau kembali, mungkin akan membuatnya tidak bisa masuk ke kamar."     

"Kalau begitu, apakah di dalam ada barang-barang berharga? Kalau iya, bisa ibu ambil terlebih dahulu?" tanya wanita itu. Sebelum bertemu dengan Farisha, ia sudah melihat Usman yang keluar setelah ada orang mengetuk pintu. Jadi ia tahu kalau Usman sudah keluar dari dalam kamar hotel itu.     

"Oh, kalau begitu, saya akan mengambil ponsel dan dompet dulu. Tunggu sebentar, yah!" pungkas Farisha. Ia lalu masuk kembali ke dalam kamar. Mengambil tasnya dan juga ponselnya.     

Sementara wanita di depan kamar Farisha itu melihat ke kanan dan ke kiri. Ia tidak ingin Usman cepat kembali ke kamar dan harus secepatnya pergi dari tempat itu sebelum Usman kembali. Ia juga melihat ke arah tempat lain, seorang wanita yang memberikan kode padanya untuk cepat-cepat membuat Farisha pergi. Wanita itu bersembunyi di balik tembok yang letaknya cukup jauh dari kamar itu.     

Setelah mengambil tas dan ponselnya, Farisha segera menghampiri wanita itu. Mereka meninggalkan tempat itu tapi Farisha sengaja tidak mengunci pintu itu. Biarpun nantinya ada orang masuk, akan lebih mudah. Karena tidak khawatir adanya harta bendanya yang tertinggal. Mereka berjalan menuju ke lift dan menunggu sampai liftnya terbuka. Setelah itu, mereka pun masuk ke dalam lift.     

"Apa anda belum bisa mengatakan nama dan jenis produknya, sekarang?" tanya Farisha dengan jelas. "To the poin saja, Bu. Saya tidak mau pembicaraan yang bertele-tele." Farisha semakin tidak mengerti, mengapa hanya senyuman yang diberikan wanita itu. Ia inginkan kejelasan produk itu agar ia lebih yakin.     

"Tentu saja kami akan menjelaskannya nanti. Ibu tenang saja, pasti kami akan memberikan kejelasannya. Bagaimana kalau kita sambil makan di restoran di bawah? Hemm ... maaf, saya juga belum sempat makan dari siang. Karena mencari keberadaan Ibu Farisha. Mohon maaf sebelumnya, yah. Saya pasti akan memberitahukan nanti."     

Farisha hanya mendesah pelan. Ia tidak mengapa itu akan lama sekali. Bahkan wanita itu masih belum memperjelas semuanya. Maka Farisha hanya perlu mengikutinya dari belakang. Saat mereka keluar dari lift, mereka pun menemukan restoran, setelah berjalan beberapa saat. Farisha juga melihat Usman yang sedang berbicara dengan seseorang. Tentu ia tidak tahu siapa orang itu. Tapi ia juga bisa mengawasi, apa yang dilakukan suaminya.     

"Silahkan, Bu Farisha. Kita ambil duduk di mana? Terserah anda saja!" pungkas sang wanita, mempersilahkan lawan bicaranya. Yang penting untuk saat ini, ia bisa membuat wanita itu berada di luar kamar.     

"Bagaimana kalau kita ke sana saja? Di sana tempatnya cukup nyaman, sepertinya!" ajak Farisha ke tempat di mana Usman duduk membelakanginya. Ia juga duduk membelakangi Usman agar mereka tidak saling bertatap muka.     

Tentu wanita di depan Farisha itu tidak mengenali Usman. Ia juga cukup senang karena berhasil membawa Farisha kelar dari kamar hotelnya. Ia percaya, orang yang menyuruhnya juga akan puas melihat kerja bagusnya. Ia pun memanggil pelayan untuk memesan makanan.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.