Ketidakberdayaan Adi Prayoga
Ketidakberdayaan Adi Prayoga
Dalam segala kebencian dan juga perasaan yang tak mungkin bisa ditahannya, Vincent mengambil senjata miliknya dan menyembunyikan benda itu di balik bajunya.
Dia pun kembali keluar dari kamarnya menuju ke sebuah tempat di mana seseorang yang sangat dibencinya itu berada.
"Di mana Adi Prayoga? Apakah pria tua itu ketakutan saat melihatku?" Dengan sangat lantang Vincent mengatakan hal itu di depan Jeffrey dan juga Davin Mahendra. Sayang, dia tak menemukan sang bos mafia itu di dalam rumahnya lagi.
"Bisakah kamu bersikap sedikit sopan kepada Adi Prayoga, Vincent? Dia baru saja mendapatkan sebuah panggilan mendadak dari Martin. Sepertinya ada hal serius yang ingin dilakukannya begitu sampai di rumahnya." Davin Mahendra juga sangat tak menyukai sikap kasar Vincent kepada sahabatnya itu.
Tak sekalipun Davin Mahendra mengajarkan sebuah kebencian pada anak laki-lakinya. Dia sangat sedih dan juga terluka saat melihat Vincent sangat membenci Adi Prayoga. Rasanya hal itu sungguh sangat membebaninya.
"Papa terlalu baik pada Adi Prayoga. Tak seharusnya Papa membiarkan pria bejat itu tetap mendekati keluarga kita. Jelas-jelas Adi Prayoga telah melakukan banyak kesalahan terhadap keluarga kita. Bagaimana Papa bisa mengampuninya?" Vincent terlihat cukup murka atas semua hal yang terjadi di keluarganya. Dia tak rela jika Adi Prayoga bisa hidup bebas dengan penuh kebahagiaannya.
"Cukup, Vincent! Semua sudah sangat jelas jika itu hanyalah kesalahpahaman saja," tegas Davin Mahendra pada anak laki-lakinya. Dia sampai menaikan nada suaranya untuk memberikan ketegasan pada setiap kata yang telah terucap.
Vincent kembali masuk ke dalam kamarnya. Dia pun mengambil ponsel dan juga kunci mobilnya. Pria muda itu lalu berjalan untuk meninggalkan rumah itu dalam wajah yang begitu menyedihkan. Tiba-tiba saja Vincent membalikkan badannya dan memandang ke arah Davin Mahendra.
"Jika Papa tak bisa melakukannya .... Aku yang akan melakukan sebuah pembalasan untuk keluarga kita." Vincent bergegas keluar sebelum ayahnya memberikan sebuah jawaban yang tidak ingin didengarnya.
Dia langsung masuk ke dalam mobil tanpa menghiraukan Davin Mahendra yang terus mencoba untuk mengehentikan dirinya. Vincent langsung menuju ke kediaman keluarga Prayoga. Dia berpikir untuk menyelesaikan apa yang seharusnya diselesaikannya.
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, dalam hitungan menit saja ... Vincent sudah berada di depan rumah mewah keluarga Prayoga. Bahkan saking terburu-burunya, dia tak sadar jika ada seseorang yang mengikutinya sejak keluar dari kediaman Mahendra.
Tanpa menunggu lama, Vincent menerobos masuk ke dalam gerbang tinggi rumah itu. Beberapa penjaga yang melihat Vincent hanya memandangnya saja tanpa melakukan apapun terhadap kakak dari Imelda Mahendra.
Hampir semua orang di rumah itu mengetahui identitas Vincent. Mereka tentu saja tak berani untuk menghentikan anak dari sahabat bos-nya.
Adi Prayoga baru saja selesai berbicara di telepon dengan Martin. Dia tak sadar jika Vincent berada di dalam rumahnya. Bahkan pria itu sama sekali tak melihat kemarahan Vincent yang menumpuk di atas kepalanya.
"Sepertinya ... kehidupan Anda jauh lebih baik daripada Papa," sindir Vincent tiba-tiba pada ayah dari Brian itu.
Sang pemilik rumah tentunya sangat terkejut mendengar sebuah sindiran yang cukup mengena di hatinya. Adi Prayoga lalu memandang ke arah suara, dia melihat Vincent sudah berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Vincent! Duduklah dulu, aku akan mengambilkan minuman untukmu." Adi Prayoga bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ke dapur. Dia pun mengambil dua botol minuman dingin dan memberikannya pada Vincent.
Dengan sangat terpaksa, Vincent duduk dengan wajahnya yang begitu tegang dan juga gelisah. Seakan dia sedang dirundung perasaan yang tak bisa dikendalikannya.
"Tak usah berpura-pura baik kepadaku, Adi Prayoga. Aku sangat yakin jika Anda sedang memainkan sebuah peran untuk mengambil hatiku," tuduh Brian pada sahabat dekat dari ayahnya.
Bahkan Vincent mengatakan hal itu dengan cukup kasar. Dia tak peduli dengan perasaan ayah mertua dari adiknya itu.
"Aku sama sekali tak berpura-pura padamu, Vincent. Jelas-jelas aku sudah sangat menyayangimu sejak kamu masih kecil. Perasaan itu sama sekali tak berubah, Vincent," ungkap Adi Prayoga atas sesuatu yang selama ini tertahan di hati.
"Anda terlalu banyak omong kosong!" Vincent bangkit dari tempat duduknya lalu berdiri memandang sebuah foto keluarga yang masih terpasang di dinding rumah itu. Dia sangat iri melihat kebersamaan dari keluarga Prayoga.
Adi Prayoga sama sekali tak membalas perkataan kasar yang telah diucapkan oleh Vincent. Dia akan menerima hinaan ataupun hujatan apapun dari kakak laki-laki Imelda itu.
Entah mendapatkan keberanian darimana, tiba-tiba saja Vincent menodongkan sebuah senjata ke arah Adi Prayoga. Meskipun tubuhnya sedikit gemetar, dia ingin mengakhiri dendam dengan Adi Prayoga itu.
"Seharusnya sejak dulu Papa sudah menghabisimu, Om Adi Prayoga. Mungkin hari ini terakhir kalinya aku bisa memanggil Anda dengan sebutan itu." Vincent tersenyum kecut tanpa menurunkan senjatanya. Sebenarnya dia sudah sangat tak sabar untuk menghabisi selingkuhan dari ibunya itu.
Sedangkan Adi Prayoga masih bersikap cukup tenang. Dia sudah pasrah jika harus mati di tangan Vincent. Tak ada kebencian apapun di hatinya untuk anak dari sahabatnya itu. Bahkan ayah dari Brian Prayoga itu masih bisa tersenyum pada Vincent.
"Aku memang pantas menerima hukuman darimu, Vincent. Tentu saja, aku sangat ikhlas jika nyawaku akan berakhir di tanganmu. Semoga dengan kepergianku, semua dendam di hatimu bisa menghilang. Aku hanya bisa menitipkan Brian kepadamu." Adi Prayoga hanya bisa pasrah tanpa melakukan perlawanan apapun. Dia masih berdiri sambil terus memandangi anak dari sahabatnya itu.
"Sebelum aku benar-benar pergi ... ada satu pertanyaan yang membuatku sangat penasaran sampai sekarang. Apa yang selama ini kamu bicarakan dengan Natasya? Bukankah akhir-akhir ini kamu sering berbicara dengannya?" Dua buah pertanyaan terlontar sudah. Setidaknya dengan mendengar jawaban itu, Adi Prayoga tidak akan mati penasaran.
Vincent tak menyangka jika Adi Prayoga sudah sangat siap untuk mati di tangannya. Bahkan pria tua itu sama sekali tak melakukan perlawanan apapun.
"Baiklah! Anggap saja ini adalah hadiah terakhirku untuk Om Adi Prayoga. Tante Natasya mengatakan jika Om Adi lah yang menyebabkan Mama Irene tewas. Dia berkata jika Om Adi yang sudah membunuh Mama. Selamat tinggal, Om." Suara bergetar dan juga tak terlalu jelas itu baru saja terucap oleh Vincent. Dia sudah membulatkan tekadnya untuk mengakhiri dendam di antara kedua keluarga. Sedangkan Adi Prayoga sudah sangat siap menerima semuanya.
Vincent mengarahkan senjata itu ke arah Adi Prayoga. Dia memejamkan matanya dengan satu tangan, mengenggam senjata itu dan menarik pelatuknya. Peluru meluncur dan menciptakan bunyi dentuman sangat keras. Seseorang tiba-tiba saja jatuh tersungkur dengan darah mengalir dari tubuhnya.
Happy Reading