Bos Mafia Playboy

Pertemuan Tak Terduga



Pertemuan Tak Terduga

2Baru saja Brian terlelap sebentar, ia mendengar suara yang begitu familiar di telinganya. Antara sadar dan tak sadar, ia pun berusaha untuk membuka matanya. Terlihat Imelda berada di sebelahnya dalam wajah yang begitu panik.     

"Kenapa kamu bangun, Sayang? Apakah perutmu sakit? Apakah suhu ruangan kurang dingin?" Brian mencemaskan istrinya itu. Dia melemparkan beberapa pertanyaan sekaligus pada Imelda.     

"Aku hanya bermimpi buruk saja, Brian. Kenapa kamu tidur di sini?" tanya Imelda lagi pada seorang pria yang mencoba untuk bangkit dari posisinya yang masih terbaring.     

Pria itu mengulum senyuman hangat di wajahnya. Brian bisa merasakan kecemasan Imelda akan dirinya. Semarah apapun seorang Imelda Mahendra, ia akan tetap mencintai suaminya.     

"Rasanya aku tak bisa tidur jika tak melihat wajahmu, Sayang. Jadi aku memilih untuk tidur di sini," jelas Brian pada wanita yang masih memandangi dirinya begitu lekat.     

Seketika itu juga, Imelda merasa seakan bunga-bunga baru saja mekar di hatinya. Rasanya jawaban Brian itu telah melambungkan dirinya.     

"Tunggulah sebentar, Brian! Aku akan mengambil minuman di dapur dulu." Belum juga Imelda melangkahkan kakinya, Brian sudah lebih dulu bangkit dan menghentikan langkahnya.     

"Biar aku yang mengambil minumannya, Sayang. Duduklah di sini sebentar," bujuk Brian pada istrinya. Ia pun bergegas pergi ke dapur untuk mengambil minuman. Pria itu tak ingin jika istrinya kelelahan karena keluar masuk kamarnya.     

Tak berapa lama, Brian datang dengan dua botol air mineral di tangannya. Ia pun memberikan minuman pada wanita yang sudah menunggu.     

"Minumlah, Sayang." Begitulah ucapan lembut Brian kepada istrinya. Ia selalu memperlakukan Imelda bagai harta yang paling berharga.     

Dalam beberapa teguk saja, Imelda berhasil menghabiskan minumannya. Ia lalu menatap lekat dalam wajah tampan dari suaminya.     

"Mengapa kamu tak mengatakan jika kamu terluka saat mencoba untuk menyelamatkan Eliza?" Tiba-tiba saja, Brian mendapatkan sebuah pertanyaan yang cukup mengejutkan baginya. Sepertinya, amarah di dalam hati Imelda telah padam begitu terbangun dari tidurnya.     

"Bukan apa-apa, Sayang. Hanya saja, aku tak ingin membuatmu mencemaskan suamimu ini. Lagipula, ini buka luka yang serius," terang Brian Prayoga pada sosok dokter bedah yang masih dalam masa cuti.     

Imelda mulai melepaskan kancing kemeja Brian satu persatu. Ia ingin melihat sendiri sebuah luka tembak yang telah membuat suaminya begitu menderita.     

"Apa kamu tak merasa kesakitan, Brian?" Wanita itu merasa hatinya teriris, saat melihat luka di lengan kiri Brian. Imelda merasa jika suaminya itu akan kesakitan saat efek anti nyeri menghilangkan. Ia tak tahan saat membayangkan hal itu.     

"Tidak, Sayang. Aku baik-baik saja," jawab seorang pria dengan luka tembak itu.     

Dengan sangat hati-hati, Imelda membuka kain pembungkus luka itu. Ia ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana peluru itu bisa melukai suaminya. Untung saja, jahitan luka yang telah dilakukan Kevin cukup rapi. Jika tidak ... bisa saja wanita itu akan membuka luka itu dan menjahit sendiri dengan tangannya.     

Setelah memastikan jika luka itu ditangani dengan benar, Imelda pun mengambil kain pembungkus luka yang     

baru lalu menutupnya dengan sangat rapi.     

"Lebih baik kita beristirahat, Sayang. Besok pagi kita harus ke rumah sakit untuk menemui seorang dokter kandungan," bujuk Brian pada istrinya.     

Pasangan itu naik ke atas ranjang lalu berbaring berdampingan. Imelda terus saja meminta Brian untuk memeluk dirinya. Seolah ia sangat takut kehilangan suaminya.     

Tak banyak melakukan banyak protes, Imelda benar-benar berusaha keras untuk terlelap. Begitu pula Brian, ia juga mencoba untuk memejamkan matanya sembari menunggu dirinya tenggelam dalam mimpi.     

Baru sebentar saja terlelap, mentari telah meninggi. Tanpa sadar, mereka berdua telah melewatkan jam sarapannya. Brian yang terbangun duluan, meminta agar seorang pelayan untuk mengantarkan sarapan ke dalam kamarnya. Ia tak ingin Imelda harus bersusah payah untuk mengambil sarapan.     

Brian sengaja untuk tidak mandi duluan. Biasanya Imelda akan protes jika dirinya mandi lebih dulu. Ia pun memilih untuk menunggu istrinya bangun sembari melakukan beberapa hal dengan layar laptop di sofa.     

"Apa kamu sudah mandi, Brian?" Sebuah pertanyaan dari Imelda itu cukup mengejutkan bagi seorang pria yang tampak serius dengan urusannya.     

"Aku menunggumu bangun ini." Brian tersenyum hangat lalu menyusul Imelda yang masih saja duduk di atas ranjang.     

Pasangan itu benar-benar melakukan rutinitas di kamar mandi secara bersamaan. Imelda juga membantu Brian mandi agar tak membasahi lukanya. Kali ini, mereka berdua benar-benar mandi dalam artian yang sebenarnya. Bukan mandi yang memacu detak jantung mereka ataupun menghasilkan suara desahan yang menggoda.     

Begitu selesai, Imelda menutupi tubuhnya dengan bathrobe. Kemudian ia mengambil selembar handuk untuk menutupi tubuh bagian bawah suaminya.     

"Aku akan membersihkan lukamu dulu, Brian." Imelda menyuruh Brian duduk di atas ranjang. Ia pun mengambil beberapa peralatan yang dibutuhkannya.     

Dengan sangat hati-hati, Imelda membersihkan luka Brian lalu memberikan antiseptik agar lukanya tidak infeksi. Begitu selesai, ia pun membungkus luka itu dengan kain khusus untuk menutupi luka.     

"Sudah selesai. Aku akan membantumu untuk memakai baju." Imelda benar-benar memerankan sosok istri sempurna di mata Brian. Ia dengan cekatan mengurus suaminya itu.     

Beberapa menit kemudian, Imelda dan juga Brian sudah terlihat cukup rapi. Mereka pun menikmati sarapannya yang sudah sangat terlambat itu sebelum berangkat ke rumah sakit.     

Setelah semua siap, pasangan suami istri itu langsung menuju ke halaman depan rumah. Seorang bodyguard yang merangkap sebagai sopir bagi Imelda dan juga Brian.     

Bahkan kemanapun mereka pergi, akan ada sebuah mobil yang mengawal mereka berdua. Adi Prayoga dan juga Davin Mahendra sudah memantapkan hati untuk melindungi anak dan juga menantunya.     

Di sisi lain dari ruangan itu, Martin melihat jika Brian dan Imelda sudah sangat akur. Ia merasa sangat senang dan juga lega melihat kemesraan pasangan itu. Setidaknya, mereka tidak saling membenci satu sama lain.     

Begitu melewati beberapa menit perjalanan, mereka berdua langsung masuk ke dalam rumah sakit. Imelda langsung menanyakan keberadaan dokter kandungan yang biasanya menanganinya.     

Imelda pun harus menjalani beberapa pemeriksaan untuk memastikan kesehatan ibu dan bayinya. Begitu selesai pemeriksaan, wanita itu mengobrol dengan seorang dokter yang cukup dikenalnya. Mereka mengobrol banyak hal hingga membuat Imelda kehausan.     

"Brian ... bisakah kamu membelikan aku jus buah?" Imelda meminta Brian untuk membelikan jus buah di restoran langganannya. Ia yakin jika suaminya pasti sudah mengetahui buah kesukaannya.     

Tanpa membuang waktu, Brian segera pergi ke sebuah restoran yang berada di samping rumah sakit. Saat ia hendak melewati lobby rumah sakit, tanpa sengaja Brian bertemu dengan Natasya.     

"Kebetulan sekali kamu di sini, Brian. Bolehkah Mama meminjam ponselmu? Mama sedang menunggu seorang teman lama, tiba-tiba saja baterai ponselnya habis." Natasya mengatakan hal itu dengan sangat lembut dan menyakinkan.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.