Bos Mafia Playboy

Serangan Tak Terduga



Serangan Tak Terduga

3Seketika itu juga, mereka mengeluarkan tendangan tinggi dengan kekuatan besar. Jika itu mendarat di tubuhnya, paling-paling mereka hanya akan tersungkur di tanah. Mereka semua bisa saja membunuh orang-orang suruhan Yudha Fabian, sayangnya Brian sudah mengeluarkan sebuah perintah untuk tak membuat nyawa mereka semua melayang.     

Brian hanya berdiri dengan sandaran di mobil. Ia hanya menyaksikan saat anak buahnya mulai menendang dan juga memberikan pukulan keras pada orang-orang suruhan Yudha Fabian.     

Begitu mereka semua sudah jatuh dan tak berdaya, Brian mengisyaratkan pada anak buahnya untuk mundur dan tak melakukan perlawanan apapun. Ia pun mendekati seorang pria yang tadi benar-benar berani menatap dirinya dalam keberanian penuh.     

"Katakan pada Yudha Fabian! Jangan coba-coba mengusik keluarga Prayoga lagi. Atau kami tak segan-segan untuk menghancurkan apa yang menjadi miliknya." Itu adalah sebuah peringatan yang sengaja dikirimkan oleh Brian pada seseorang yang selama ini selalu membantu tindak kejahatan dari ibunya.     

"Ayo kita pergi!" ajak Brian pada beberapa anak buahnya. Ia pun berjalan menuju ke mobilnya, sedangkan anak buahnya yang lain juga lebih dulu masuk ke dalam mobil mereka.     

Beberapa anak buah Yudha Fabian yang sudah babak belur itu juga ikut masuk ke dalam mobil. Saat mereka hendak meninggalkan tempat itu, seorang pria yang tadi begitu berani menatap Brian ... mengeluarkan sebuah senjata yang sejak tadi ingin dikeluarkannya. Dalam kondisi mobilnya yang mulai bergerak, ia pun menembakkan sebuah peluru ke arah sang bos mafia ....     

Sebuah teriakan keras terdengar. Brian baru saja berjalan lalu berbalik ke arah mobilnya.     

"Awas, Bos!" Seorang anak buahnya berteriak keras namun tak sempat menghindarkan sebuah tembakan dari Brian Prayoga.     

Mereka semua berhamburan keluar saat mendengar tembakan itu. Sontak saja mereka langsung menembaki sebuah mobil yang membawa anak buah Yudha Fabian. Sayangnya, jarak yang cukup jauh tak bisa membuat mereka membidikkan tembakan tepat sasaran.     

Brian menghampiri anak buahnya, dengan jalannya yang tidak stabil sambil ia memegang lengannya yang berdarah.      

"Kita kembali sekarang," ucapan Brian mulai terdengar gemetar. Ia sedang menahan rasa sakit yang dirasakannya.     

"Kita langsung ke klinik Dokter Kevin," ucap salah satu dari mereka. Semua anak buah Brian terlihat sangat menyesali hal itu. Mereka merasa sangat bodoh karena tak bisa melindungi bos-nya.     

Pria di samping Brian mengambil sebuah kain dan mengikatnya di lengan untuk memberikan tekanan pada luka itu. Ia berharap jika Brian tak kehilangan banyak darah karena sebuah tembakan yang mengenai lengannya itu.     

"Kami benar-benar sangat bodoh karena tak bisa melindungi Anda, Bos," sesal seorang anak buah Adi Prayoga.     

"Aku juga tak menyangka jika mereka akan menembakkan peluru ke arahku. Untung saja kamu memperingatkan aku, jika tidak ... mungkin pria tadi sudah menembak jantungku." Brian masih bisa mengatakan hal itu. Ia sama sekali tak menyalahkan anak buahnya. Semua yang terjadi di luar perkiraannya. Apalagi mobil mereka sudah bergerak dan akan pergi.     

Wajah Brian semakin memucat, keringat dingin mulai mengucur di wajahnya. Bahkan tangannya juga terasa sangat dingin.     

"Percepat mobilnya!" Pria di sebelah Brian itu berteriak keras karena terlalu panik akan kondisi tubuh Brian yang sudah semakin melemah. Bahkan ia hampir saja kehilangan kesadarannya.     

Mobil melesat dalam kecepatan yang cukup tinggi. Tak berapa lama, mobil sudah berhenti di depan klinik Kevin. Dengan sigap, mereka membantu Brian untuk segera masuk ke dalam klinik itu.     

Kebetulan sekali, Kevin sedang berada di tempat pendaftaran pasien. Ia melihat jika mereka sedang memapah Brian memasuki klinik. Kevin pun langsung berlari menghampiri sahabatnya itu.     

"Apa yang terjadi dengan Brian?" tanya Kevin pada dua orang anak buah Adi Prayoga yang datang bersama dengan Brian.     

"Lengan Bos Brian terluka karena sebuah tembakan yang meleset," jelas pria itu.     

Brian masih bisa mendengar suara Kevin meskipun terdengar samar-samar. Pandangannya mulai kabur dan ia juga merasa jika tubuhnya terasa sangat dingin hingga seakan seperti seseorang yang menggigil.     

"Siapkan ruang operasi sekarang juga!" perintah Kevin pada beberapa perawat yang berjaga di klinik itu.     

Kevin pun membawa Brian langsung masuk ke dalam ruang operasi yang ada di klinik itu. Ia sangat panik saat melihat wajah Brian yang terlihat sangat pucat.     

Sebagai seorang dokter, Kevin dengan sigap melakukan sebuah tindakan medis yang cukup penting. Ia langsung menggunakan lengan baju Brian di mana luka tembak itu berada. Ia mensterilkan daerah di sekitar tembakan itu lalu menyuntikkan anestesi di lengan Brian.     

Setelah melalui beberapa proses, Kevin berhasil mengeluarkan sebuah peluru yang bersarang di lengan Brian. Ada kelegaan di dalam hatinya, namun Kevin juga sangat kesal karena Brian selalu saja terluka saat mendatangi kliniknya.     

"Hei, Bodoh! Apa kamu masih bisa mendengar suaraku? Tidak bisakah kamu datang menemuiku saat tubuhmu tidak terluka?" Kevin terus saja memaki sahabatnya itu. Bahkan ia beberapa kali mengumpat pada Brian. Ia tak peduli meskipun sahabatnya itu mulai terlelap karena pengaruh obat tidur yang telah disuntikkan oleh Kevin.     

Kevin sungguh sangat emosional melihat Brian yang datang dengan wajah pucat. Untung saja pria itu tidak kehabisan darah saat dalam perjalanan. Setidaknya orang-orang Adi Prayoga cukup terlatih untuk menangani kondisi darurat.     

"Apakah kami harus menghubungi Pak Adi Prayoga?" tanya seorang perawat yang tadi membantu Kevin dalam melakukan tindakan medis pada Brian.     

"Jangan menghubungi siapapun! Biasanya pria bodoh ini akan merahasiakan jika dirinya sedang terluka. Cukup pindahkan saja ke ruang perawatan." Kevin pun langsung keluar dari ruang operasi untuk menemui orang-orang yang masih menunggu di luar.     

Begitu Kevin menunjukkan dirinya, mereka semua langsung menghampiri pemilik klinik itu. Mereka tahu jika Kevin pasti akan menginterogasi mereka seperti seorang penegak hukum.     

"Ada apa dengan ekspresi wajah kalian? Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana Brian bisa terluka sedangkan kalian semua terlihat sangat baik-baik saja? Apakah kalian semua bodoh?" Kevin berteriak sangat keras hingga membuat beberapa perawat cukup terkejut dengan suaranya.     

Tak biasanya Kevin bisa mengamuk seperti itu. Ia terkenal sebagai seorang dokter yang baik dan cukup ramah. Namun yang terlihat kali ini sangat jauh dengan Dokter Kevin yang biasanya melayani para pasien di klinik itu.     

"Kami semua yang bersalah, Dokter Kevin. Seharusnya kami semua bisa melindungi Bos Brian dari orang-orang suruhan itu," sesal salah seorang dari mereka mewakili seluruh anak buah yang lainnya.     

"Bagaimana kalian akan menjelaskan pada Om Adi? Bukankah kalian para bodyguard di vila tempat tinggal Brian?" Kevin meninggikan nada suaranya, ia sangat tahu jika mereka semua orang-orang terlatih dan juga berbayaran tinggi.     

"Percuma Om Adi membayar kalian mahal!" lanjut Kevin pada mereka semua.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.