146. Melodi Rasa Sakit 2
146. Melodi Rasa Sakit 2
Varya sedikit menelengkan kepala dan mengerutkan kening. Perlu beberapa sampai sampai bidadari berbusana tempur putih itu bisa menjawab, "Aku tidak tahu .... Seperti sesuatu yang sangat mengerikan? Lebih mengerikan daripada monster."
Senyum getir seketika terbentuk di mulut Ione. "Itulah mengapa saya tidak mau bertarung dengan mengerahkan seluruh kemampuan saya, Nona. Bukan karena saya terlena oleh kebahagiaan atau bagaimana, tetapi saya hanya tidak mau yang lain—terutama kekasih saya—melihat saya yang menyeramkan seperti ini. Bahkan saat tidak ada yang melihat pun, seperti ketika melawan Anda seorang, saya tetap menahan diri. Saya tidak mau pertarungan kita belum selesai, tetapi yang lain keburu datang dan melihat saya yang mengerikan."
"Sekarang kamu yang banyak bicara, ya," timpal Varya dengan nada sinis. "Tapi, mau sekeras apa pun berusaha, kamu tidak bisa menghapus masa lalumu. Kamu ini adalah anjing pemerintah yang dilatih untuk membunuh. Sudah berapa orang yang kamu habisi, hah?"
"Saya tidak tahu, saya tidak pernah menghitungnya. Bahkan saya tidak mengingat wajah mereka." Ione tetap menimpali pertanyaan retoris yang seharusnya tak perlu dijawab itu. Ia lalu mendongak untuk menatap langit yang kini mendung. "Tapi, kali ini saya akan mengingat wajah Anda, Nona Varya. Seperti saya mengingat korban sebelum Anda .... Kacia .... Etria ...."
Mendadak saja, dengan kecepatan luar biasa tinggi, Ione melompat maju. Varya pun seketika mengelak dari ayunan horizontal palu Ione. Palu itu pun menyapu deretan pot tanaman yang dipajang di sebuah rak. Pot-pot berbahan tanah liat itu pun langsung hancur berantakan.
Ione terus menyerang. Benda-benda pun berhancuran terkena palunya. Varya terus mengelak, melompat mundur, bergeser dengan cepat, dan sesekal merunduk. Kali ini, dia benar-benar tidak punya kesempatan untuk membalas serangan Ione. Berbeda dengan Etria, ayunan-ayunan palu Ione begitu terarah dan bervariasi, membuat Varya makin terdesak. Beberapa kali Varya mendapati palu itu bergerak hanya beberapa milimeter dari kulitnya.
"Ughhh!!!" Varya melenguh begitu mata palu itu menghantam perutnya.
Ione baru saja mengubah serangannya dengan begitu tiba-tiba. Alih-alih mengayunkannya, Ione menggunakan palu itu untuk menyodok keras perut Varya. Varya yang sudah mulai terbiasa dengan pola serangan Ione pun benar-benar tak siap. Bidadari itu terhempas ke tanah.
Ione tak membuang kesempatan. Ia melompat dan mengangkat palunya tinggi-tinggi. Mata palu itu pun langsung menukik kepada Varya yang masih telentang.
Akan tetapi, Varya masih bisa berguling menghindar. Mata palu itu menghantam keras tanah dan membuat lekukan besar. Varya segera bangkit dan meraih gagang palu Ione. Terjadilah tarik- menarik di antara keduanya. Ione kalah tenaga. Varya berhasil merebut palu itu dan menendang perut Ione. Ione pun terhuyung ke belakang dan Varya sudah mengayunkan paluitu secara horizontal ke kepalanya.
Mendadak, baju Ione memancarkan cahaya ungu. Palu di tangan Varya pun berubah menjadi cahaya biru terang, kemudian lenyap begitu saja begitu mengenai kepala Ione. Sekarang, busana Ione telah berwarna ungu seperti semula.
Ione pun memberikan pukulan uppercut telak ke dagu Varya. Varya memang sempat hilang keseimbangan, tetapi dia bisa menangkis pukulan lanjutan Ione yang mengincar pipinya. Kemudian, Varya memberikan pukulan keras ke hidung Ione. Sekarang Ione yang hilang keseimbangan. Dia harus rela mendapat kombinasi pukulan dari Varya. Mulai dari kedua pipi, perut, dada, sampai tulang rusuknya. Semua itu tak luput dari bogem mentah Varya.
Ione terus mundur, sama sekali tak bisa melawan. Satu tendangan ke dadanya, ia pun terhuyung sampai punggungnya menempel ke pintu sebuah rumah.
Sempoyongan, Ione tak menyadari kalau Varya sudah melompat ke arahnya, berputar dan memberikan tendangan keras di dadanya lagi. Saking kerasnya tendangan itu, Ione terdorong sampai merubuhkan pintu.
Ione merangkak kabur, bangkit dengan susah payah sambil memegang dadanya yang nyeri dan sesak. Ia berlari sempoyongan ke bagian dalam rumah yang sangat besar itu, menghindari Varya yang terus mendekatinya.
Dengan terbungkuk-bungkuk, ione melemparkan apa pun yang bisa digapainya. Guci besar, rak kecil berisi buku-buku, meja dan kursi ruang tengah yang terbuat dari kayu berukir, bahkan dia sampai menarik lepas televisi besar dari bracketnya di dinding.
Semua itu tak berpengaruh banyak bagi Varya. Ia meninju guci yang terbang ke arahnya sampai pecah berkeping-keping, menghalau rak buku dengan sebelah tangan, menghindari meja dan kursi dengan mudah, kemudian menendang televisi itu sampai berbalik dan menghantam Ione. Sekarang Ione pun tergeletak di lantai dengan tubuh yang hampir seluruhnya tertutup televisi besar.
Varya sudah akan menyingkirkan televisi tersebut ketika dirinya melihat cahaya merah muda terang keluar dari bawah benda itu. Tak tahu apa yang akan terjadi, Varya melompat mundur. Ione bangkit sambil mendorong televisi yang menindihinya. Ia menendang televisi itu keras-keras sampai melayang kembali kepada Varya.
Kali ini Varya menggunakan tendangan berputar untuk menghalau televisi tersebut ke samping.
Karena sedari tadi tubuh Ione tertutupi televisi besar itu, sekarang Varya baru melihat busana Ione yang sudah berwarna merah jambu. Tak hanya itu, Ione kini sudah memegang busur dan satu anak panah sudah melesat ke dada Varya.
Duarrr!!!
Begitu panah itu meledak, Varya terpental kencang sampai punggungnya menabrak tembok dengan keras. Tembok itu langsung retak-retak dan Varya jatuh menelungkup di lantai.
Ione belum selesai, ia memunculkan satu anak panah lagi dan menembakkannya kepada Varya. Varya baru mulai bangkit ketika anak panah itu berubah menjadi rangkaian pita dan menjerat tubuhnya.
"Sebenarnya, aku ingin bertepuk tangan untukmu, tetapi seperti yang kamu lihat, aku tidak bisa melakukannya." Varya tertawa getir untuk kesekian kalinya.
Ione menoleh kepada Marcel yang sudah berada di ruang tengah tersebut. Pandangan sang bidadari tertuju kepada tangan Marcel yang memegang seruling. Tangan tuannya itu sedikit berlumur darah.
"Aku memukul kepala pak Candra dengan batu. Aku harus melakukannya. Dia tadi ngehalangin aku buat masuk," jelas Marcel, melemparkan seruling di tangannya itu kepada Ione.
"Terimakasih." Ione menangkap seruling itu, kemudian memegangi dadanya yang masih sesak. Kedua ujung bibirnya berkedut tanda dirinya masih merasakan sakit. "Robin bagaimana?"
Marcel sedikit mengangkat bahu. "Aku nggak ngelihat dia."
Masih memegangi dadanya, Ione yang napasnya begitu naik turun itu mulai berjalan pelan menghampiri Varya. Varya tampak sedang berusaha melepaskan jeratan pita di tubuhnya.
"Sebenarnya, saya ingin melakukan hal ini dengan cepat dan kalau bisa tidak membuat Anda kesakitan." Ione berhenti dengan jarak yang masih agak jauh dari Varya. Busana Ione kini berubah dari merah muda menjadi ungu kembali. "Tapi, kalau saya terlalu dekat, Anda pasti akan melakukan sesuatu. Maka dari itu, sebelumnya saya ingin meminta maaf."
Varya membelalakkan matanya kepada sang musuh. "Apa yang akan kamu lakukan?"
Ione meniup serulingnya. Seiring dengan melodi yang mendayu-dayu, di sekeliling Varya mulai terbentuk gelembung energi berwarna ungu transparan. Varya yang tidak mengerti apa yang akan terjadi padanya pun semakin berusaha melepaskan jeratan pita di tubuhnya.
"Arrrrgggghhhh!!!" Akhirnya, Varya berhasil melepaskan satu tangannya.
Namun, gelembung yang memerangkap tubuh Varya itu sudah terbentuk sempurna. Tak seperti biasanya ketika gelembung itu digunakan sebagai pelindung, Ione tidak berhenti meniup serulingnya. Ia terus mengalunkan nada yang semakin lama temponya semakin cepat.
Gelembung itu mulai mengecil.
"Heiii!!! Keluarkan aku dari sini!" Tak berdaya, Varya hanya bisa meraba-raba dinding gelembung itu dengan sebelah tangannya yang bebas. Seolah, dengan melakukan hal itu, gelembung yang mengurungnya akan membesar kembali. "Arrggghhh!!!"
Namun, gelembung itu terus mengecil. Ione memejamkan matanya dan Marcel memutar tubuhnya ke belakang. Keduanya tidak mau melihat apa yang terjadi.
Gelembung itu sudah terlalu kecil, seharusnya tidak bisa menampung tubuh Varya lagi. Bidadari berbusana putih itu cuma berteriak-teriak kesakitan saat dinding gelembung itu makin menekan tubuhnya.
Krak .... Krak .... Krak ....
Cairan bening lagi-lagi menetes dari mata Ione.