Parasite attack
Parasite attack
"Apakah Yukina baik-baik saja?" tanya Alexa khawatir.
"Seharusnya baik-baik saja." jawab Rheinalth.
"Kalau suhu sudah menurun, berarti dia baik-baik saja." kata Osamu, murid terpintar di dalam kelas A itu.
"Tetapi, Yukina tidak kunjung kembali." kata Alexa tidak sabar.
"Sabarlah sedikit, dia pasti kembali." jawab Rheinalth.
"Ugh.. lenganku berdarah. Mungkin karena terkena sedikit serpihan es. Hanya luka kecil saja sih ini." kata Yukina. Lalu Yukina pun ingin segera kembali ke kelas A.
Di kejauhan, tampak seorang gadis muda berambut merah muda terang, tersenyum dibelakang Yukina. Yukina tidak mengetahui hal ini.
Beberapa saat kemudian, Yukina pun kembali ke kelas dan berkata,
"Teman-temanku. Semuanya sudah beres." katanya dengan dingin.
"Yukina! Baguslah kamu tidak terluka." kata Alexa sambil memeluk Yukina.
"Yah, ada luka kecil saja." kata Yukina tenang.
Lalu mereka pun melakukan kebiasaan mereka di dalam kelas
Semuanya berjalan dengan baik, sampai-sampai,
sebuah suara raungan terdengar dari kelas. Raungan serigala, harimau, singa, beruang, dan semua binatang buas.
"Apalagi ini?" tanya Rheinalth kesal.
Denzel segera mengintip dari jendela, ia pun segera terkejut dengan sangat.
"Ada apa Denzel?" tanya Rheinalth.
"t-tak mungkin." kata Denzel sambil gemetar.
"Ada apa? Ada apa? Katakanlah kepada kami!" kata Osamu.
"S-Sihir parasit!" kata Denzel.
"Sihir parasit? Apa itu?" tanya Rheinalth.
"Bukankah itu hanyalah sebuah berita palsu?" Tanya Nera.
"Bukan, itu adalah berita asli. Inilah hasil sihir parasit yang sudah me-liar alias diluar kendali. Jika mereka berbentuk setengah hewan, berarti mereka memiliki sihir parasit di dalam tubuhnya. Sihir parasit akan menyerap sihir asli atau sihir murni yang ada pada diri kita dan sihir parasit itu akan membesar dan jika tidak diatasi, maka mereka akan diluar kendali dan mereka menjadi hewan yang liar seperti mereka ini." jelas Denzel singkat.
"Tidak mungkin. Berarti, Ardolph memiliki sihir parasit?" tanya Osamu dengan cemas.
" Ya, dia mempunyainya, tetapi dia sudah membereskan sihir itu." jelas Denzel.
"Berarti, jika mereka sudab menjadi liar seperti itu, apakah masih bisa dikembalikan seperti semula?" tanya Nera.
"Bisa, jika mereka mau. Hanya mereka sendiri yang bisa membereskan sihir parasit itu." kata Denzel.
"Berarti ini sulit." kata Osamu.
"Benar." jawab Denzel.
"Bagaimana cara kita melawan mereka? Mereka ini masih manusia." kata Nera.
"Jika mereka tidak mau membereskan sihir parasit itu, tidak akan bisa." kata Denzel.
"Berarti..." kata Nera melemah.
"Ya, benar, mau tidak mau kita harus melawannya." kata Denzel.
"Baiklah.. mari kita lawan mereka!" kata Rippers bersemangat.
"Rippers, tunggu dulu. Kita harus menuruti perintah Rheinalth." kata Evania, murid kelas A yang mungil.
"Ah.. menjengkelkan... lihat, Rheinalth daritadi hanya berdiam diri saja." kata Rippers kesal
"Apa yang harus kita lakukan, Rheinalth?" tanya Alexa.
Rheinalth hanya terdiam.
"Rheinalth?" tanya Alexa sekali lagi.
Rheinalth masih terdiam.
"Ermin..." kata Rheinalth dalam hati.
Rheinalth sangat mencemaskan Ermin, setelah ia mendengar penjelasan Denzel tentang sihir parasit itu, ia mulai memikirkan Ermin.
Rheinalth mulai bergerak, ia menggenggam tangannya untuk memberanikan diri.
"Kita akan saling melindungi." kata Rheinalth.
"Jangan sampai ada yang terluka parah." lanjut Rheinalth.
"Baik!" kata semua murid kelas A.
Di dalam kelas B, Ardolph pun melihat ke arah jendela.
"Apakah, ini akibat dari sihir parasit?" tanyanya dalam hati sambil tercengang.
"Ardolph, ada apa? Tidak biasa kamu melihat ke arah jendela seperti itu." kata Kurosa sambil menghampiri Ardolph.
Kurosa pun melihat ke arah jendela, dan ia pun terkejut .
"Apa ini?" tanya Kurosa.
"Inilah akibat sihir parasit itu." kata Ardolph singkat.
"Sihir parasit? Bukankah itu hanya hoax?" tanya Kurosa.
"Bukan, itu adalah asli." kata Ardolph.
"Mengerikan." kata Kurosa singkat.
Di dalam kelas A, secara tiba-tiba lampu padam.
"Ada apa ini, mengapa lampu bisa padam begini?" tanya Denzel.
"Mari kita lihat bersama-sama." kata Rheinalth.
Maka mereka pun pergi dari kelas dan pergi ke arah ruang pengendali.
"Ini rusak." kata Denzel.
"Sepertinya ini telah dimakan oleh binatang." kata Alexa.
"Bagaimana mungkin binatang bisa memakan kabel?" tanya Rheinalth.
"Aku kurang tahu." kata Alexa.
"Tetapi, ini benar-benar rusak sekali. Aku akan mencoba untuk memperbaiki ini." kata Denzel.
Ia pun mulai mengayunkan tangannya dan muncullah sebuah hologram di depan pengendali listrik yang rusak itu. Denzel mulai menekan beberapa tombol-tombol yang ada di dalam hologram itu.
Lalu, terdengarlah suara burung.
"Burung?" tanya Nera terkejut.
"Ka..Ka..Ka..." suara burung itu makin membesar.
"Mungkinkah dia penyebab ini?" tanya Denzel.
Tiba-tiba, burung itu menerjang ke arah mereka. Tetapi Rheinalth menahanya dengan segera.
"Ice Wall." kata Rheinalth.
muncullah tembok yang terbuat dari es, burung itu pun menabrak es itu. Burung itu berusaha untuk menghancurkan es itu.
es itupun mulai pecah. Dengan segera, Rheinalth menyirami tembok yang mulai pecah itu dengan sihir airnya, lalu membekukannya.
Tetapi burung itu, ia membuka paruhnya dan listrik pun terkumpul pada paruhnya itu, sepertinya dia ingin menembakkan sebuah sihir listrik.
Saat burung itu mengeluarkan sihir listrik itu, ia menyetrum semua murid itu. Pengendali listrik itu segera meledak, dan sebagian daerah itu terbakar.
"Api." kata Alvina. Alvina mulai mengambil api-api itu.
"Sebuah keuntungan." kata Alvina senang.
Lalu Alvina berusaha untuk menyerang burung itu.
"Punch of Fire." Kata Alvina.
tangannya pun mulai berapi-api, sambil memukul burung itu. Burung itu pun terbakar.
"Alvina, kamu kurang kuat lho. Dia masih bisa bergerak." kata Alfred santai.
"Apa?!" kejut Alvina sambil kesal kepada Alfred.
"Baiklah. Fire Explotion!" teriak Alvina.
Lalu ledakan api pun muncul, membakar burung itu hingga hangus. Tetapi, daerah lainnya mulai terbakar.
"Alvina, kamu ini, malah membakar semua yang ada." kata Alfred.
"Kamu ini diam saja." kata Alvina kesal.
Lalu Rheinalth menyemprotkan salju pada semua daerah yang terbakar.
"Dasar Alvina." kata Rheinalth lembut.
"Mungkin kita perlu kembali ke kelas." kata Alexa.
Mereka pun dalam perjalanan ke kelas.
Tetapi, binatang-binatang buas itu menghalangi mereka.
"Kau.. mau apa kau disini?" tanya salah satu binatang buas sambil menggeram.
"Mereka berbicara?" tanya Nera.
"Sepertinya benar." kata Denzel.
"Kita ini adalah murid di sini, kalian tidak mempunyai hak untuk berada di sini." kata Rheinalth tegas.
"Benarkah? bukankah kamu yang tidak mempunyai hak untuk berada di sini?" kata salah satu hewan buas lainnya.
"Teman-teman, bersiaplah." kata Rheinalth.
Lalu, saat binatang-binatang buas itu menerjang ke arah mereka, mereka pun menyerang balik. Akhirnya semua binatang buas itu pun kalah.
"Ayo kita kembali." kata Rheinalth.
Mereka pun segera berlari ke arah kelas. Tetapi saat tiba di lorong kelas, mereka melihat bahwa kelas mereka sudah hancur, bersama dengan kelas B dan C.
"Apa yang terjadi? Apakah mereka sudah sampai disini?" tanya Rheinalth terkejut.
"Benar, mereka sudah sampai disini."
"Siapa kau?" kejut Denzel.
2 orang pun keluar dari persembunyiannya.
Yang satu adalah gadis yang memiliki rambut merah muda yang terang. Dan yang satu adalah lelaki yang berambut orange kecoklatan.
"Apa tujuan kalian?" tanya Rheinalth.
"Tujuan kami, hm.. seperti biasanya yang dikatakan oleh para penjahat, kita ingin menguasai kota ini, kalau bisa, negara ini juga." kata lelaki itu.
"Kalian gila ya?" kata Rheinalth.
"Hah.. membosankan sekali misi yang dimiliki oleh Miku ini, kalau misiku adalah, untuk membunuh semua orang disini. Melihat darah mereka pun sudah cukup." kata gadis itu disambung oleh tawanya yang kejam.
"Apaan sih kamu, lagian namaku bukan Miku! Aku ini Masashi Takehiko!" kata lelaki itu.
"Hm.. Miku itu lebih manis." jawab gadis itu sambil memainkan pisaunya.
"Junko, kamu ini.." kata lelaki itu kesal.
"Berarti nama kalian adalah Junko dan... Miku?" tanya Rheinalth memastikan.
"Huh! Namaku Masashi!" kata lelaki itu kesal.
"Kenapa kita tidak mulai serius saja sekarang?" Tanya Junko. Lalu Junko menepuk tangannya.
Semua murid menatap dengan tajam.
"Tenang, mereka hanya dua." kata Rippers.
"Kalian yakin? Sebenarnya, kita ini ada lebih dari 20 orang." kata Junko sambil mengangkat tangannya.
"Aku tidak tahan dengan kesombongan gadis itu." kata Rippers.
Rippers segera mengeluarkan sabitnya. Ia segera mengayunkannya kepada gadis itu. Setelah ia mengayunkannya, keluarlah ombak malam.
"Hm.. hanya ini saja?" tanya Junko sambil melompat.
"Ah.. meleset!" kata Rippers kesal.
"Sword holograms!" kata Denzel.
Dengan segera pedang-pedang berwarna biru yang terbuat dari hologram muncul, lalu berubah menjadi pedang teknologi/canggih/modern.
Pedang itu segera menerjang ke arah Junko dan Masashi. Tetapi mereka menghindarinya, malahan Junko memegang salah satu pedang itu.
"Ini saja?" tanya Junko.
"Mereka lincah!" kata Denzel.
"Baiklah, giliranku!" kata Junko.
Junko mengangkat tangannya sambil menunjuk ke arah Denzel.
"Pertama, aku coba kamu dulu." kata Junko.
Tiba-tiba Denzel merasa kesakitan pada seluruh tubuhnya.
"Denzel, ada apa?" tanya Rheinalth.
Dari tangan Denzel, darah mulai mengalir dengan perlahan.
"A-apa ini?" kejut Rheinalth.
"Bagaimana?" tanya Junko.
"Hentikan ini!" teriak Akexa.
"Hm..? Kamu mau juga rupanya." kata Junko.
Alexa mulai merasa kesakitan juga, darahnya mulai mengalir dari tangannya.
"Kamu ini! Fire Explotion!" teriak Alvina.
mulailah muncul ledakan api yang besar, tetapi Junko dan Masashi baik-baik saja.
Masashi mengambil beberapa api itu.
"Dia mengambil apiku? Apakah dia juga penyihir api?" kejut Alvina.
Lalu tubuh Alvina mulai merasa kesakitan. Darahnya mulai mengalir dari tangannya.
"Huhuhu.. menyenangkan sekali." kata Junko.
"Junko, beri aku bagian juga dong." kata Masashi kesal.
"Baiklah, ambil dulu yang kamu suka." kata Junko.
Masashi mulai mengarahkan telapak tangannya pada mereka.
"Fire." kata Masashi.
Lalu mereka semua terbakar.
"Hoi, Masashi, jangan bakar milikku juga." kata Junko.
"Habis katamu ambil dulu yang aku suka, aku suka semua." kata Masashi.
"Baiklah kalau begitu." kata Junko. Dia mulai mengarahkan tangannya pada mereka. Mereka mulai merasa kesakitan dan darah mereka pun keluar dari tangan mereka.
Tetapi Yukina terlihat baik-baik saja, sepertinya dia sudah menghindar dari semua serangan itu.
"Yukina, tolong kami." kata Alexa dalam hati.
"Yukina! Tolong kami!" kata Rheinalth lembut.
Yukina melangkah maju, lalu ia berdiri di hadapan Junko dan Masashi.
Junko tersenyum kejam.