Kannoya Academy

Why I love you



Why I love you

3"Mengapa..." kata Denzel.     

"Huh... Denzel..?" Tanya Junko.     

"Mengapa ya...?" Tanya Denzel.     

"Apa, Denzel?" Jawab Junko.     

"Uh.. tidak apa-apa." Kata Denzel.     

Lalu Junko pun memejamkan matanya.     

Mulailah ia tenggelam dalam memorinya.     

*memori Junko     

Aku sungguh menyukaimu Denzel. Kau sungguh baik dari dulu. Berbeda dengan ayah tiriku, kakakku, adikku, teman-temanku, dan pria lainnya.     

*flashback.     

"JUNKO!" Teriak ayahnya.     

Dengan sangat lambat, Junko mendatangi ayahnya,     

"Ya.... ayah?" Tanya Junko lemah.     

"Kamu ini! Dapat nilai F di dalam ujian sihir! Bodoh sekali kau!" Kata ayahnya.     

"A... ayah... aku.. tidak punya... sihir..." kata Junko lemah karena kekurangan darah, dia butuh donor darah.     

"Dasar makhluk lemah! Aku paling benci punya anak perempuan, terutama anak perempuan sepertimu! Tak berguna!" Kata ayahnya itu sambil membanting pintu.     

Junko pun terdiam, menangis.     

"Mengapa aku ini lemah...?" Tanya Junko.     

Junko pun berjalan sangat lambat.     

Di sekolah, ia pun bertemu dengan teman-temannya.     

"Hey itu adalah Junko si sakit-sakitan itu." Kata seorang temannya.     

"Hahaha, sudah sakit-sakitan, dia tidak punya sihir lagi. Lemah sekali dia!" Kata temannya itu.     

Lalu semua temannya menertawakan dia.     

Junko hanya tertunduk.     

Berjalan sangat lambat, bergerak juga sangat lambat. Ia pun duduk di bangku nya.     

"Hey kau, kura-kura sakit-sakitan! Minggir!" Kata temannya sambil menyenggol Junko dengan kencang. Junko pun langsung terjatuh.     

"Hahahaha.. sangat lemah! Disenggol sedikit, langsung jatuh!" Kata seorang temannya.     

"Heh, kasian, dia kan perempuan, nanti menangis lho! Hahahhaa! Kan dia cengeng!" Sindir salah satu temannya.     

Junko pun berusaha bediri, tetapi tubuhnya terlalu lemah. Ia tidak sanggup berdiri.     

"Lihat, berdiri saja dia tidak sanggup! Hahahha!" Ejek temannya.     

Lalu muncullah sosok yang memberikan tangannya kepadanya.     

"Junko, aku bantu." Kata gadis berambut merah panjang itu.     

"Yukina..." kata Junko.     

"Tidak apa." Kata Yukina sambil mengangkat Junko untuk berdiri.     

"Hih! Apa-apaan ini? Orang lemah membantu yang lemah!" Kata seorang perempuan yang bermuka mirip. Lalu perempuan itu mendorong Yukina hingga jatuh.     

"Kamu ini! Mengapa kamu menjatuhkannya?" Tanya Junko lemah.     

"Kamu emang bisa apa? Mengapa menantangku seperti itu? Konyol sekali!" Kata perempuan itu.     

"Yukina.." kata Junko.     

Yukina pun berusaha untuk berdiri sendiri.     

"Tidak apa-apa, Junko, aku bis-" kata Yukina terpotong karena ia dipukul oleh perempuan itu.     

"Sok kuat saja kamu!" Kata perempuan itu.     

Lalu semua teman-teman itu meninggalkan mereka.     

"Yukina..." kata Junko lemah.     

"Tidak apa-apa." Kata Yukina berusaha tersenyum.     

"Kamu... memar!" Kata Junko lemah.     

"Ah.. tidak apa-apa, nanti juga sembuh." Kata Yukina.     

"JUNKO!" kata ayahnya     

"Ah.. ayahku sudah datang." Kata Junko.     

"Kamu ini! Bisa-bisa nya dibully lagi!" Marah ayahnya.     

"Tapi.." kata Junko.     

"Seberapa lemahnya kamu hingga kamu tidak bisa melawan? Dasar lemah!" Bentak ayahnya itu.     

Junko pun hanya terdiam.     

"Ayo kita pulang!" Bentak ayahnya itu.     

Junko pun segera pergi. Ayahnya itu melihat Yukina, lalu bertanya,     

"Kamu ini siapa?"     

"Aku ini Yukina, temannya Junko." Kata Yukina.     

"Yukina... bisa-bisanya Junko berteman dengan orang lemah sepertimu! Apakah ia tidak bisa berteman dengan orang yang lebih kuat?" Kata ayahnya kesal sambil meninggalkan Yukina sendirian.     

Yukina pun terkejut. Ia tertunduk, air mata menetes dari matanya, ia pun berkata dalam hati,     

"Apakah aku selemah ini, sehingga aku tidak layak untuk menjadi teman Junko?"     

Semenjak hari itu Yukina tidak pernah melihat Junko lagi, karena pada malam itu Junko melarikan diri.     

Pada malam yang gelap itu, Junko berlari di pinggir jalan.     

"Aku harus menemukannya... demi kesejahteraan hidupku ini. Aku sudah mencarinya di buku manapun, tetapi aku tidak mendapatkannya. Seharusnya ada di sini." Kata Junko.     

Akhirnya sampailah ia di perpustakaan sihir kota.     

"Ini dia." Pikir Junko bahagia saat ia menemukan buku itu.     

"Buku rahasia tentang sihir." Kata Junko sambil tersenyum bahagia.     

Junko pun mulai membuka buku itu, membolak-balikkan setiap lembaran buku itu. Dan akhirnya, tinggal lembaran terakhir. Junko pun membacanya dengan sangat teliti. Tetapi, di dalam buku itu ia tidak menemukan apa yang ia perlukan.     

"T-tidak ada..." pikir Junko.     

"Bagaimana mungkin? Mengapa tidak ada?" Tangis Junko dalam hatinya.     

"Kalau begini.. aku sudah tidak bisa apa-apa lagi." Pikir Junko sambil membuka pintu keluar perpustakaan sihir itu.     

Junko pun berjalan di tengah malam yang gelap itu. Tubuhnya terasa sangat dingin dan lemah. Ia berjalan secara tertatih-tatih, tak jarang terkadang ia hampir terjatuh. Ia membutuhkan donor darah.     

Tiba-tiba, Junko menabrak seorang wanita berjubah kusam. Karena tubuh Junko lemah, Junko langsung terjatuh.     

"Kau tidak apa?" Tanya wanita itu.     

Saat Junko berusaha untuk melihat dengan jelas, ia menyadari bahwa itu adalah seseorang yang ia kenal.     

"Dokter Akita..." kata Junko.     

"Junko ya? Bagaimana kondisimu akhir-akhir ini?" Tanya Akita.     

"Yah... setiap hari aku makin melemah.." sahut Junko sedih.     

Akita pun berpikir sejenak. Lalu ia berkata,     

"Baiklah Junko, ikutlah aku. Aku memiliki sesuatu untuk mengatasi masalahmu." Ajak Akita sambil memegang tangan Junko.     

"K-kita mau ke mana?" Tanya Junko yang masih terkaget-kaget.     

Akita pun mengajak Junko ke sebuah tempat.     

"Tempat apa ini?" Tanya Junko.     

"Meskipun terlihat menyeramkan, tetapi aku yakin kamu akan menyukainya, Junko." Kata Akita.     

Lalu Akita menyuruh Junko untuk masuk ke dalam.     

"Apakah kamu mengetahui bola sihir? Bola sihir adalah benda yang biasa dipakai oleh penyihir di dongeng-dongeng. Tetapi, sebenarnya bola sihir memiliki sebuah rahasia." Kata Akita.     

"Apa itu?" Tanya Junko.     

"Kemarilah, aku akan menunjukkannya." Kata Akita.     

Junko pun mendatangi Akita.     

"Letakkan tanganmu di atasnya." Kata Akita.     

Junko pun menuruti perintah Akita.     

"Mungkin ini akan terasa sakit, tapi ini pasti akan membantumu." Kata Akita.     

Setelah beberapa saat, Junko pun merasa kesakitan, tetapi sesudah itu ia merasa bahwa tubuhnya sudah tidak lemah lagi.     

"Aku telah memberimu sihir darah. Sihir yang cocok dengan kondisi tubuhmu." Kata Akita.     

"Sihir darah?" Kata Junko kebingungan.     

"Ya, sekarang cobalah sihir itu kepada kucing kecil itu." Kata Akita.     

"Tetapi... aku takut darah." Kata Junko.     

"Tenang.. kau akan terbiasa." Kata Akita.     

Junko pun merentangkan tangannya ke arah kucing itu, dan dengan segera kucing itu mengeluarkan darah dari tubuhnya.     

"Ah.. dokter Akita!" Teriak Junko panik.     

"Tenang.. lama kelamaan kamu akan terbiasa." Kata Akita dengan santai.     

Akhirnya Junko pun diundang untuk bergabung dengan organisasi gelap itu dan Junko pun menerima ajakan itu. Junko pun berlatih setiap hari sampai ia terbiasa, bahkan terobsesi.     

Suatu saat, Arnius, yang merupakan pemimpin di dalam organisasi gelap itu, Memberikan Junko sebuah tugas.     

"Junko, aku punya pekerjaan kecil untukmu." Kata Arnius.     

"Ya, tuan Arnius, apakah tugas itu?" Tanya Junko sambil membungkukkan badannya tanda hormat.     

"Pekerjaan ini pasti sangat mudah bagimu. Kamu harus menyamar untuk memata-matai setiap sekolah sihir yang ada di sini. Kamu harus memberikan laporan tentang setiap sekolah yang kamu masuki. Kebetulan bulan ini ada acara pembelajaran satu hari di setiap sekolah sihir. Ini pasti akan mempermudahmu." Kata Arnius.     

"Baik, Tuan Arnius." Kata Junko.     

Lalu Junko masuk ke dalam sebuah ruangan, ia merubah bentuk dirinya dengan sihirnya. Ia berubah menjadi anak perempuan yang pendek, berkacamata, berambut biru keputihan yang diikat menjadi dua, dan tidak berparas cantik. Ia juga tidak menggunakan sihir aslinya. Ia hanya memakai sihir lemah yang ia dapatkan dari darah orang lain.     

"J-junko, k-k-kamu terlihat s-seperti k-kutu buku." Kata Masashi, memang saat berbicara Masashi selalu gagap karena ia takut salah.     

"Ya, ini memang rencanaku." Kata Junko dengan percaya diri.     

"Sekarang, aku akan memakai nama Mio untuk samaranku." Kata Junko.     

"I-itu na-nama yang ba-gus." Kata Masashi.     

"Sudah ya, aku akan bekerja." Kata Junko pergi meninggalkan mereka semua.     

Semua sekolah sudah ia masuki, dan respon setiap sekolah sama, mereka menolaknya, karena Junko terlalu lemah. Junko tidak terkejut, karena hal itu biasa baginya, hingga....     

Suatu saat ia masuk ke dalam Kannoya Academy.     

Banyak murid berkumpul untuk mengikuti acara pembelajaran satu hari di Kannoya Academy.     

"Baiklah, sekarang, kalian akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok akan mendapatkan pembina, yakni kakak kelas kalian nanti jika kalian akan belajar di Kannoya Academy."     

Kebetulan Junko berkelompok dengan anak-anak yang hebat sihirnya, dan kakak pembina mereka adalah Denzel.     

"Ya, semuanya, ini adalah ruangan latihan. Ruangan ini digunakan para siswa untuk berlatih setiap hari, dan juga untuk pelajaran khusus yang ada di Kannoya Academy." Jelas Denzel.     

"Di dalam ruangan ini kita bisa melihat kak Alvina dan kak Alfred yang sedang berlatih." Lanjut Denzel.     

"Kak, bolehkah saya bertanya?" Tanya seorang murid.     

"Y-ya, tentu saja." Kata Denzel sambil mengeluarkan sedikit keringat.     

"Mereka ini berkelahi atau berlatih?" Tanya murid itu.     

"Yah..." kata Denzel sambil melihat ke arah Alvina dan Alfred.     

"ALFREEEED!" Teriak Alvina.     

"ALVINAAAAAAA!" Balas Alfred.     

"AKAN KU BAKAR DIRIMU HINGGA KAMU TIDAK MEMPUNYAI RAMBUT LAGI DI BAGIAN TUBUHMU!!" Teriak Alvina.     

"AKAN KU TENDANG KAU SAMPAI KE UJUNG SEMESTA!!" Balas Alfred.     

"M-mereka melakukannya dengan baik kok. Mari kita segera pergi ke ruangan lainnya." Ajak Denzel sambil pergi ke ruangan lainnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.