Kannoya Academy

I hate her



I hate her

0Gas beracun pun mulai menyebar. Osamu dan Aerum segera memakai sihir pelindung.     

Gadis itu tetap menerjang mereka, dan gadis itu terkena gas beracun.     

"Aargh..."     

Karena gas beracun itu melemahkan tubuh gadis itu, ia pun berlutut. Ia menancapkan pedangnya di depannya.     

"Hooosh.... hooosh..."     

Gadis itu memejamkan kedua matanya.     

Ia mengeluarkan keringatnya.     

"Jangan... jangan... jangan mati...." katanya.     

Mendengar itu, Alexa sudah mengetahui bahwa ia melemah.     

"Jangan..... hoosh.... hosh..." katanya lagi.     

Alexa melihat ke arah Aerum.     

"Apakah harus aku lemahkan?" Tanya Alexa.     

".... aku tidak tahu." Jawab Aerum.     

"Jang..... an..." kata gadis itu.     

Alexa, Aerum, dan Osamu hanya diam saja.     

"Setindaknya.... biarkanlah... aku...." kata gadis itu sangat perlahan.     

.     

.     

.     

.     

.     

"Hanaa! Hanaa! Hanaaaaa~"     

Seorang gadis berambut coklat pucat menggendong seorang bayi yang mukanya mirip dengannya.     

"Hoshi, itu Hana." Kata seorang wanita tua yang terlihat mirip dengan mereka.     

"Hanaaa~Hanaa~" kata gadis itu, Hoshi.     

"Hoshi, jangan mengayunkannya terlalu kencang." Kata wanita tua itu.     

"Hanaa~" kata Hoshi.     

.     

.     

"Saat saya berumur 6 tahun, saya selalu bertanya, mengapa saya memiliki kakak yang aneh? Ia melakukan hal yang aneh, dia suka mengulang-ulang Kata-katanya, mengulang-ulang gerakannya, dan tidak memberi respon yang benar. Dia terkadang suka bermain sendiri.."     

"Suatu saat saya bertanya kepada ibu, ia tidak pernah menjawab."     

"Mengapa? Memangnya ada apa?"     

.     

.     

Suatu hari,     

"Ah... aku melupakan bekalku." Kejut Hana yang masih kelas 3 SD.     

Tak lama kemudian,     

"Hanaaa~ Hannaaaa~" panggil Hoshi di depan pintu kelas.     

"Kakak? Mengapa kakak ada di sini? Bukannya kakak masih ada kelas?" Tanya Hana.     

Hoshi berlari ke arah Hana dan memberikan bekalnya.     

"Hanaa! Hanaa!" Panggil Hoshi sambil melakukan gerakan yang aneh.     

.     

Sementara itu, beberapa temannya tidak bisa menerima kelakuan Hoshi,     

"Kakak Hana aneh ya?"     

"Iya, kudengar kakak Hana terkena Asperger Syndrome, berarti dia anak autis ."     

Hana terkejut mendengar itu.     

"Asperger Syndrome? Autis ?" Pikir Hana.     

"Haanaaa!" Panggil Hoshi lagi.     

"Ah... terimakasih, kakak." Kata Hana.     

Hoshi tertawa, lalu ia pergi.     

.     

.     

Keesokan harinya,     

"Hana! Hana! Hahahahaha!"     

"Ternyata Hana punya kakak aneh!"     

"Bukannya kalau kakaknya autis, berarti adiknya juga autis? Berarti Hana anak autis juga!"     

Hana terkejut,     

"Memangnya, ada apa?" Tanya Hana.     

Hana menunduk,     

"Kalau autis, memangnya mengapa?!" Tanya Hana perlahan.     

Dan teman-temannya menjadi diam.     

.     

.     

Suatu hari,     

"Maaf.... maaf... teman-teman.... aku memang berjanji untuk menyimpan tugas kita dengan baik.. tetapi... sepertinya kakakku menyobeknya, entah apa yang ia pikirkan... maaf." Kata Hana.     

"Apa?! Dia menyobek hasil kerja keras kita?!"     

"Bisa-bisa kamu! Itu namanya kamu tidak menyimpannya dengan baik!"     

"Susah mempercayai dia, kakaknya pasti membuat masalahnya."     

"Tetapi ini salahnya, kakaknya mengetahui, pasti ia hanya menyimpannya sembarangan!"     

Hana tertunduk lagi,     

"Mengapa kakakku harus anak autis?" Tanya Hana dalam hati.     

.     

.     

"Aku... malu dengan kakak..." pikir Hana.     

Semenjak itu, Hana sedikit menghindari kakaknya, Hoshi.     

.     

.     

Tetapi hal itu berubah dengan cepat, karena suatu hari,     

"Bodoh sekali! Ia merusaknya lagi?!"     

"Maaf.... kakakku merobeknya lagi..." kata Hana.     

Salah satu teman Hana mendorong Hana,     

"Sudahlah... untuk apa kita memercayainya lagi. Lebih baik ia tidak usah berbuat apa-apa, daripada ia akan merusak tugas kita!"     

"Teman-teman... maaf... sekali ini saja..." kata Hana sambil menangis.     

"Ini sudah 5 kali Hana! 5 kali!" Kata temannya sambil mendorong Hana hingga terjatuh.     

"5 kali tugas kita rusak!"     

"Itu semua karenamu! Dan juga kakakmu!"     

Tiba-tiba,     

"EEEEERHH!"     

seorang memukul salah seorang teman Hana hingga ia mundur.     

"Hana menangis! Hana menangis!"     

Hana mengangkat kepalanya,     

"Kakak?" Kejut Hana.     

"Aah... ini dia, kakak autis datang lagi."     

Tetapi Hoshi justru diam saja.     

"Kakak.. bukannya kakak ada kelas?" Tanya Hana.     

"Hanaa~Hanaa~" kata kakaknya dengan nada tertentu, ia juga menggerak-gerakkan tubuhnya.     

"Sudahlah.... kita pergi saja." Kata teman-teman Hana.     

Lalu, saat teman-teman Hana pergi, Hoshi juga pergi.     

"Apa yang ia pikirkan?" Tanya Hana dalam hati.     

.     

.     

Saat Hana menduduki kelas 6. Hari sudah sore, Hana berjalan pulang ke rumahnya. Hana menunduk.     

"Anak autis!"     

"Kalau kakaknya autis berarti adiknya juga kan?"     

"Hana autis!"     

"Awaaas Hana gilaa!"     

Hana diam saja, tetapi entah mengapa ia meneteskan sedikit air mata.     

"Lihaat! Dia menangis! Sungguh lemah!"     

"Tch...." keluh Hana perlahan.     

Tetapi, seseorang memukul teman Hana yang mengejek Hana.     

"Hanaa! Menangis! Hana menangis!"     

"Kakak?" Kejut Hana.     

Hoshi berdiri di depan Hana. Ia membelakangi Hana dan melihat ke arah teman-temannya yang mengejeknya.     

"Hrrrghhh!" Teriaknya.     

Teman-teman Hana sedikit ketakutan.     

"Tenang saja, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain memukul sekali saja."     

"Ya.... dia memang lemah."     

Hoshi hanya diam saja.     

"Tetapi Hana lebih lemah... benarkan?"     

"Ya, Hana memang lemah! Sihir saja tidak punya."     

Mendengar itu, Hoshi mulai sedikit marah.     

Hoshi menarik lengan teman Hana, lalu Hoshi menghantam kepala teman Hana dengan kepalan tangannya.     

Teman Hana terjatuh, Hoshi duduk di atasnya. Hoshi mulai memukuli temannya itu.     

"Hanaa! Hanaa! Hanaa!" Teriak Hoshi.     

Teman-teman Hana yang lainnya berusaha untuk menghentikan Hoshi, tetapi saat mereka menyentuh Hoshi, Hoshi memukul mereka dengan keras.     

"Hanaa! Hana!" Teriak Hoshi.     

Akhirnya, beberapa orang yang lebih tua dapat menghentikan Hoshi.     

"Ada apa?" Tanya orang-orang itu.     

"Kita hanya ingin bermain dengan Hana dan kakaknya, tetapi tiba-tiba kakaknya menjadi marah dan memukuli kami." Kata teman-teman Hana.     

"Begitu. Hei kamu! Mengapa kamu memukulinya?" Tanya orang-orang itu pada Hoshi.     

"Hana! Hana menangis! Hana menangis!" Kata Hoshi.     

Melihat itu, Hana mulai berpikir lagi,     

"Kakak.... hingga seperti ini... kakak membelaku.... ini salah.. seharusnya kakak tidak usah membelaku seperti ini..." kata Hana dalam hati.     

Orang-orang itu melaporkan hal itu kepada orangtuanya.     

.     

.     

"Dasar kamu anak autis! Kalau saja kamu tidak lahir, kita akan baik-baik saja!" Kata ayah Hoshi dan Hana.     

"Jangan berkata seperti itu! Ingat! Mereka masih anak kecil!" Kata ibu Hoshi dan Hana.     

Tetapi ayah mereka memukul ibu mereka.     

"Seharusnya kamu yang mendidik mereka! Mengapa kamu tidak melakukan tugasmu dengan baik?" Tanya ayah mereka itu dengan emosi.     

Karena ayah mereka memukul ibu mereka, Hana memegang tangan ayahnya,     

"Ayah! Ibu tidak salah!" Kata Hana.     

Tetapi ayah mereka melepaskan tangan Hana, lalu memukulnya sambil berkata,     

"Dasar anak kecil, tidak tahu apa-apa!"     

Melihat itu, Hoshi pun berlari ke arah ayahnya, lalu memukulinya.     

Mereka berdua berkelahi.     

"Hanaa! Hana!"     

Hoshi terus menyebutkan nama Hana.     

Karena ayah mereka lebih kuat, Hoshi berhenti dan mundur.     

"Begitu ya.... anak kurang ajar!" Bentak ayahnya.     

Hoshi hanya diam saja.     

Ayah mereka pergi meninggalkan mereka.     

Ibu mereka menangis.     

"Kakak..." kata Hana sambil menangis.     

Melihat itu Hoshi terkejut.     

"Jangan..." kata Hoshi.     

"Jangan?" Tanya Hana.     

"Jangan menangis..." kata Hoshi.     

Tetapi Hana tetap meneteskan air mata.     

"Jangan menangis.." kata Hoshi lagi.     

"Jangan menangis.." kata Hoshi lagi dan lagi.     

Hoshi mendekat pada Hana. Hoshi berdiri di depan Hana, tetapi mereka tidak melakukan kontak tubuh.     

.     

.     

.     

"Hey, anak autis!" Kata salah seorang teman Hana.     

"Candaan itu sudah tidak lucu lagi... bisakah kamu berhenti?" Kata Hana.     

Hana berkata begitu karena ia takut jika kakaknya melukai teman-temannya lagi. Hoshi sudah pernah berkelahi 4 kali, jadi terpaksa sekolah mengembalikan anaknya kepada orangtuanya.     

"Begitu? Hana? Mana tangisan lemahmu itu?" Tanya temannya lagi.     

Hana hanya diam saja.     

"Begitu? Begitu? Membosankan! Hana membosankan!" Kata temannya.     

Hana hanya diam saja.     

"Hana, bagaimana jika aku memintamu untuk membantuku dengan sihirku?" Tanya teman Hana.     

"Apa maksudmu? Aku tidak memiliki sihir, kamu tahu sendiri. Meskipun itu bukan tentang sihir, aku juga tidak akan membantumu!" Kata Hana.     

"Begitu, pelit sekali. Padahal aku hanya ingin mencoba sihir-sihir ku padamu!" Kata teman Hana.     

Teman Hana menggerakkan tangannya, lalu Hana tidak bisa menggerakkan tubuhnya.     

"Apa ini?" Kejut Hana.     

"Inilah sihirku! Membuat semuanya kaku!" Kata teman Hana.     

"S-Sakit..." kata Hana.     

"Iya, itu juga membuat otot kaku, jadi pasti sakit." Kata teman Hana.     

"H-Hentikan..." kata Hana.     

"Aku akan berhenti jika kamu memohon kepadaku dengan baik dan sopan, dengan tangisan lemahmu juga boleh! Dasar lemah!" Kata teman Hana.     

.     

.     

Hana tidak berkata apa-apa.     

"Apa? Sok kuat?" Tanya temannya.     

Temannya mulai memukul Hana.     

"Ayo cepat! Katakan!" Kata teman Hana.     

"Ayo Hana! Memohonlah!"     

"Dasar lemah!"     

.     

Tiba-tiba teman Hana terjatuh, Hana tidak kaku lagi.     

"Kakak! Tidak.." pikir Hana.     

Hoshi mulai memukuli teman Hana.     

Teman-teman Hana yang lainnya berusaha untuk menghentikan Hoshi lagi.     

Tetapi Hoshi memukul mereka pada saat mereka menyentuhnya.     

"Kakak! Hentikan!" Kata Hana.     

Tetapi Hoshi tetap memukul teman Hana.     

"Kakak!" Teriak Hana.     

Tetapi Hoshi masih memukuli teman Hana.     

Hingga,     

"Aaaargh....."     

Tubuh Teman Hana perlahan-lahan rusak. Dalam hitungan detik, tubuh teman Hana sudah mengghilang. Hoshi diam saja, seolah-olah ia memang sengaja melakukan hal itu.     

Teman-teman Hana yang lainnya berteriak. Mereka semua melarikan diri.     

Hoshi diam saja.     

"Kakak?!" Kejut Hana yang diiringi dengan tangisan.     

Hoshi diam.     

Hoshi melihat ke arah Hana,     

"Jangan menangis..." kata Hoshi. Tetapi Hoshi tidak mendekat kepada Hana seperti yang sudah-sudah.     

.     

.     

Tak lama kemudian, seorang gadis berambut putih, berkulit putih, bermata putih, dan bersayap putih datang.     

"Apakah dia yang menbunuh temanmu?" Tanya gadis itu.     

"Iya, pahlawan Butterfly! Kita juga hampir dibunuh!" Kata teman Hana.     

"Ara ara... baiklah, aku urus di sini." Kata Butterfly.     

Butterfly mendatangi Hoshi dengan perlahan.     

Butterfly melihat Hana yang menangis.     

"Apakah yang dia lakukan?" Tanya Butterfly.     

"A... I.... Itu bukan salahnya! Itu bukan salahnya! Ini karena aku yang terlalu lemah! Itu bukan salahnyaa!" Tangis Hana.     

Butterfly melihat ke arah Hoshi, ia bertanya,     

"Apa yang kamu lakukan?"     

"A... Aku memukulnya, tetapi ia menghilang." Kata Hoshi.     

"Kenapa?" Tanya Butterfly.     

Tetapi Hoshi tidak menjawabnya.     

Butterfly melihat raut muka Hana, lalu melihat raut muka Hoshi.     

"Baiklah... maukah kamu mengikutiku?" Tanya Butterfly.     

Hoshi diam saja.     

"Kamu pasti tidak mau ini terjadi kan? Kamu tidak mau melukai adikmu, sehingga kamu menjauh darinya. Kalau kamu ingin adikmu dan semuanya aman, kamu boleh mengikutiku." Kata Butterfly.     

Lalu Hoshi segera berdiri.     

"Ara ara... kamu memang pintar." Kata Butterfly.     

Hana menarik baju Butterfly, sehingga Butterfly berhenti.     

"Ada apa?" Tanya Butterfly.     

Hana menangis.     

"A-Apa yang akan kamu lakukan padanya? D-Dia tidak bersalah!" Kata Hana.     

Butterfly tersenyum lembut dan berkata,     

"Aku akan mengamankannya. Tidak ada yang perlu tersakiti, aku tidak akan melalukan apa-apa terhadap kakakmu. Aku hanya akan mengamankan dia, sehingga ia tidak membunuh orang lain seperti tadi."     

Hana bertanya sekali lagi,     

"Berjanjilah kamu?"     

Butterfly mengangguk,     

"Ya, jika ada sesuatu terjadi padanya, itu salahku." Kata Butterfly.     

Lalu mereka pergi.     

.     

.     

Setelah beberapa lama,     

"Berita terkini, kota telah diserang oleh gelombang misterius yang mematikan semua anti-sihir, sehingga penjara penyihir pun menjadi rusak fungsinya. Ada banyak tawanan yang menghilang, entah karena melarikan diri, ataupun karena mati terbunuh oleh gelombang tersebut."     

"Hana... lihat... bukannya kakakmu itu tawanan di sana?" Tanya teman Hana.     

Hana hanya diam saja.     

"Siapa tahu.... saat kakakmu melarikan diri.... pahlawan Butterfly membunuhnya! Hihihi! Memang dia layak dibunuh sih. Lagi pula kakakmu juga tidak berguna!"     

"Atau lebih tepatnya, dia dieksekusi karena sering berkelahi... hii mengerikan..."     

"Tidak. Eksekusi itu untuk pelanggaran berat. Mungkin saja kakak Hana melanggar peraturan yang lebih berat lalu dieksekusi!"     

"Atau pada saat dibawa ia telah dibunuh oleh Butterfly!"     

.     

.     

Mendengar itu Hana segera pergi ke penjara tersebut.     

"Permisi! Apakah ada tawanan yang bernama Hoshi Nori?" Tanya Hana.     

Penjaga itu berkata "kita tidak pernah mendengarnya."     

Hana terkejut.     

Ia mulai geram dan berpemikiran bahwa kakaknya telah dibunuh.     

"Dasar!"     

.     

.     

.     

.     

"SETINDAKNYAA BIARKANLAH AKU MEMBALASKANNYA!" Teriak Hana.     

Tiba-tiba, dari pedangnya, keluar sebuah gelombang besar yang menghancurkan segalanya.     

Gelombang itu menghancurkan lantai dan dinding, dan juga menghancurkan pelindung sihir Osamu dan Aerum. Gelombang itu juga menghancurkan kulit Alexa sedikit, meskipun Shinaiaru berhasil melindunginya dengan tentakelnya, tentakel Shinaiaru banyak yang terluka. Gelombang itu menghilangkan gas beracun Alexa.     

"Aku tidak seperti dulu..." kata Hana.     

Hana berdiri, ia mengangkat pedangnya.     

"Aku bukanlah Hana yang seperti dulu!" Kata Hana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.