Thankyou
Thankyou
"Ya." Jawab Chaku.
Megan pun penasaran, mengapa ia mau membantunya.
"Mengapa kamu mau membantuku?" Tanya Megan.
"Hahaha, karena kamu adalah dunia baruku." Jawab Chaku.
"Eeeh.... masakah hanya karena itu? Tidak adakah alasan lain? Dan... apa maksudmu dunia baru mu?" Tanya Megan.
"Aku jawab satu-satu. Ya, aku tidak ada alasan lain untuk membantumu selain dari kamu adalah dunia baruku. Dan, kamu adalah dunia baruku, itu maksudnya karena aku baru saja mendapatkan teman baru, perempuan cantik lagi, hehehe." Jawab Chaku.
"Ah... aku paham, tapi.... teman baru? Bukannya kamu memiliki teman?" Tanya Megan.
Raut muka Chaku yang tadinya ceria, berubah sedikit menjadi sedih.
"Ah... maaf." Kata Megan saat melihat raut muka Chaku.
"Aaah... tidak apa-apa!" Kata Chaku, ia kembali riang lagi.
Megan merasa ada sesuatu yang terjadi padanya, oleh sebab itu ia berkata,
"Em.. kalau boleh... mungkin kamu bisa menceritakan hal yang telah terjadi padamu."
Chaku melihat muka Megan dengan heran,
"Benarkah?" Tanyanya.
Megan mengangguk.
"Ini sepele sih... kamu tidak perlu tahu." Kata Chaku.
"Tetapi, kulihat dari matamu, itu bukanlah hal yang sepele.... mungkin kamu bisa menceritakannya padaku." Kata Megan.
Chaku terdiam sebentar, ia menghela nafasnya,
"Ini terjadi sudah lama sekali...." kata Chaku.
.
.
.
.
.
.
"Yuto, itulah namanya."
Seorang wanita berambut jingga menggendong seorang bayi lelaki di tangannya.
"Yuto, mengapa namanya Yuto?"
"Agar ia tumbuh menjadi anak yang lemah lembut." Kata wanita itu.
.
.
Beberapa tahun kemudian.
"Yuto.... jadilah anak yang baik ya." Kata wanita berambut jingga itu.
"Ya ibu!" Kata Yuto. Ia memakai sepatunya cepat-cepat, dan ia segera berlari keluar dari rumah.
.
Di sekolah,
"Waah, Yuto sangat pintar untuk membuat pakarya! Lihat, sangat indah itu!" Puji salah satu temannya.
Tetapi, terkadang, Yuto membuat prakarya itu pada saat jam pelajaran, sehingga gurunya sering menyitanya.
.
.
Suatu hari, ibu Yuto mengajak Yuto untuk bermain di taman. Yuto berlari kesana-kemari, tetapi ibu Yuto hanya memperhatikan sebuah bunga.
"Indahnya..." bisik ibu Yuto.
Yuto berlari kepada ibunya dan melihat bunga itu.
"Ibu suka?" Tanya Yuto.
"Benar, ini sangat indah." Kata ibu Yuto.
Yuto melihat bunga itu dengan seksama.
.
.
.
Keesokan harinya,
"Hati-hati, Yuto!" Kata ibu dari pintu rumah.
"Ibu, aku pergi dulu!" Kata Yuto sambil berlari keluar rumah.
Ibu Yuto tersenyum.
"Dia selalu bersemangat setiap hari..." bisiknya.
Ibu Yuto masuk kembali ke dalam rumah. Tak lama kemudian ia keluar lagi.
"Aku harus berbelanja untuk makanan Yuto." Pikir ibu Yuto.
.
.
Ibu Yuto sudah selesai berbelanja, ia berjalan pulang. Tetapi, di tengah jalan,
"JANGAN BERGERAK! SERAHKAN UANGNYA!"
Teriakan itu terdengar dari sebuah bank. Ibu Yuto spontan segera mencari pahlawan di sekitarnya, tetapi tidak ada seorang pun.
Ibu Yuto melihat ke bank itu. Orang-orang itu benar-benar memerlukan pertolongan, tetapi tidak ada pahlawan sama sekali.
Ibu Yuto meletakkan tas belanjanya, lalu ia segera berlari masuk ke dalam bank itu.
Ibu Yuto mengarahkan kedua tangannya ke arah pencuri-pencuri itu.
"HEY! JANGAN BERGERAK!" Teriak salah satu pencuri.
"Apa yang dilakukan wanita itu?" Pikir mereka.
Lalu gumpalan lem melesat pada mata mereka semua. Pencuri-pencuri itu pun terjatuh. Tak lupa juga Ibu Yuto melesatkan gumpalan lemnya kepada tangan-tangan pencuri itu dan kepada senjata-senjata mereka.
"Sudah aman." Pikir ibu Yuto.
"Kalian baik-baik saja?" Tanya ibu Yuto.
Lalu ibu Yuto melepaskan orang-orang itu.
Tetapi, saat hendak melepaskan seorang wanita berambut kemerahan, sebuah peluru melesat padanya. Peluru itu mengenai dada ibu Yuto. Ibu Yuto pun terjatuh.
Rupanya masih ada seorang pencuri, bukan, dua orang pencuri.
"Siapa dia? Bukannya dia hanya seorang wanita biasa?" Tanya salah satu pencuri.
"Tetapi lihat, teman-teman kita sudah dikalahkan olehnya!" Jawab salah satu pencuri.
Tak lama kemudian, seorang pahlawan datang.
"Fire blast!" Teriak pahlawan itu.
Api membakar kedua pencuri itu.
"Tch, begini saja? Kita tidak akan kalah!" Kata salah satu pencuri, pencuri itu menembakkan peluru kepada pahlawan itu.
Tetapi pahlawan itu menangkap peluru itu.
"Apa? Tak mungkin!" Kejut pencuri itu.
Saat pencuri itu terkejut, pahlawan itu memborgol tangan pencuri itu.
"Sudahlah, kalian kalah." Kata pahlawan itu.
Semua orang terselamatkan, termasuk ibu Yuto. Tetapi ibu Yuto dalam keadaan kritis. Ibu Yuto segera dilarikan ke rumah sakit terdekat.
.
.
"Ibu aku pulang!" Kata Yuto saat sudah sampai di rumahnya. Tetapi tak seperti biasanya, ibunya tidak menyambutnya. Yuto mencari-cari ibunya, tetapi ia tidak menemukannya.
Lalu, tetangga Yuto memberitahukan hal yang terjadi sebelumnya kepada Yuto. Yuto segera berlari ke rumah sakit di mana ibunya dirawat.
Dokter tidak memperbolehkan Yuto untuk masuk, karena pada saat itu ibu Yuto masih dioperasi.
.
Akhirnya Yuto berjalan kembali ke rumahnya. Ia berjalan sangat perlahan, tidak seperti biasanya yang suka berlari-lari.
.
.
Beberapa hari kemudian, dikabarkan bahwa kemungkinan besar waktu hidup ibunya hanya 4 hari lagi dimulai dari saat itu.
Yuto pun berpikir,
"4 hari lagi adalah ulang tahun ibu."
Yuto memutuskan untuk membuatkan ibunya sesuatu agar ibunya berbahagia.
Tetapi, Yuto membuat prakarya pada saat jam pelajaran , oleh sebab itu guru itu menyita prakarya itu.
Saat kerja kelompok, ia juga membuat prakarya itu, ia bahkan tidak membantu teman-temannya.
"Hei Yuto! Bantu kami!" Keluh salah satu temannya.
Tetapi Yuto tidak menghiraukannya.
Salah satu teman mengambil prakarya Yuto.
"Jika kamu tidak membantu kami, kami akan membuangnya!" Acam salah satu temannya.
Akhirnya Yuto membantu sebentar, lalu ia membuat prakaryanya lagi.
"Yuto!" Kata salah satu temannya kesal.
Lalu teman Yuto mengambil prakarya Yuto dan membuangnya.
"Jangan bermain terus!" Kata temannya dengan emosi.
.
.
Keesokan harinya, Yuto berbuat demikian lagi. Dan hal yang sama terjadi lagi.
.
.
Keesokan harinya lagi, Yuto berbuat demikian lagi. Guru Yuto mulai kesal dengannya, begitu juga teman-temannya.
.
.
Keesokan harinya, Yuto berbuat demikian lagi.
"Yuto! Jangan membuat prakarya terus! Kami tahu kamu pintar dalam hal itu, tetapi bantulah kami!" Keluh temannya.
Tetapi Yuto tetap melakukannya, sehingga terpaksa teman-teman Yuto membuang prakarya milik Yuto.
.
.
Dan ini adalah hari terakhir.
Yuto membuat sebuah prakarya yang mirip dengan bunga yang disukai oleh ibunya. Ia berusaha sangat keras, bahkan di saat jam pelajaran, di saat tugas kelompok.
Lalu teman-teman mengambil prakarya Yuto dan membuangnya lagi. Yuto berusaha untuk mengambilnya lagi, tidak seperti sebelumnya. Teman-teman Yuto mulai kesal. Salah satu teman Yuto tidak bisa menahannya, jadi teman Yuto merusak prakarya Yuto. Kerusakannya sangat besar, sehingga mustahil untuk diperbaiki.
Yuto hanya melihat prakarya nya yang rusak itu.
Tanpa disadaro, Yuto mengeluarkan air mata.
"Lihat, dia menangis."
"Padahal itu salahnya sendiri, mengapa ia menangis."
"Aneh."
Yuto tidak menghiraukan mereka, Yuto pergi dari sana.
"Lalu... bagaimana caranya aku dapat membahagiakan ibu?" Pikir Yuto.
Yuto pun akhirnya tidak menjenguk ibunya, karena ia merasa bahwa ia tak dapat membahagiakan ibunya di hari terakhirnya.
Hal itu membuat ibu Yuto meninggal dalam kesedihan.
.
.
.
Tahun-tahun berlalu sangat cepat. Yuto hanya tinggal di sebuah rumah tak terpakai karena ia tidak bisa membayar uang rumahnya. Yuto tinggal sendirian. Dan selama bertahun-tahun itu, ia tidak bersekolah, ia hanya membuat sebuah gambar muka ibunya dengan potongan-potongan sendok plastik yang diwarnai dan disusun sedemikian rupa. Gambar itu tertera di tembok rumah itu.
.
Lalu seorang lelaki masuk ke dalam rumah itu tanpa izin. Yuto bertanya,
"Siapa?"
"Tenang saja... aki bukan siapa-siapa." Kata lelaki itu.
Lelaki itu memakai jubah hitam.
"Kudengar, kamu tidak melakukan apa-apa di sini. Dan kudengar kamu sudah lama tidak makan, tetapi kamu masih bertahan hidup. Bagaimana caranya? Itu pasti karena kamu mempunyai sihir." Kata lelaki itu.
"Lalu apa hubungannya?" Tanya Yuto.
"Stamina sihir akan tetap bertahan meskipun kamu tidak makan, dan jika stamina sihir itu habis, sihir itu akan lepas kendali dan memakan tubuhmu. Itu salah satu teori stamina, ada teori lainnya yang mengatakan bahwa stamina hanyalah energi sihir yang dimiliki. Dan.... sebenarnya, semua orang yang memiliki sihir akan bertahan hidup jika tidak makan berapa lama pun karena mereka memiliki stamina sihir." Kata lelaki itu.
"Aku tidak paham. Maksudmu, mengapa kamu datang kepadaku?" Tanya Yuto.
Lelaki itu melihat ke arah tembok yang bergambarkan muka ibu Yuto.
"Itu pasti ibumu." Kata lelaki itu.
"Ah... bagaimana kamu tahu?" Tanya Yuto.
"Aku tahu segalanya. Dan bagaimana kamu bisa membuat sebanyak ini tanpa kehabisan lem? Kudengar kamu tidak punya uang. Jangan-jangan...." kata lelaki itu.
Lelaki itu melihat ke arah Yuto.
"Kamu memiliki sihir lem?" Tanya lelaki itu.
"Sepertinya iya." Jawab Yuto.
Lelaki itu berpaling kepada gambar ibu Yuto.
"Ibumu pasti bangga denganmu." Kata lelaki itu.
Yuto terkejut,
"Bagaimana kamu mengetahuinya? Kamu bukan ibuku!" Kata Yuto.
"Sudah kubilang, aku tahu segalanya." Kata lelaki itu.
"Apakah kamu berbohong?" Tanya Yuto.
"Tidak... ia pasti bangga denganmu. Sayangnya kamu tidak menemuinya." Kata lelaki itu.
Yuto tidak dapat menahan tangisannya lagi.
.
.
Lelaki itu menyuruhnya untuk bergabung dengannya. Dan begitulah, ia menjadi seorang penjahat. Sebenarnya ia hanya mengikuti perintah lelaki itu tanpa mengetahui apa-apa.
.
.
.
.
.
"Jadi begitu..." kata Megan.
"Hah? Kamu membaca pikiranku?" Kejut Chaku (Yuto).
"Namamu adalah Yuto, bukan Chaku." Kata Megan.
"Benar." Jawab Chaku.
"Maaf telah membaca pikiranmu, karena daritadi kamu seperti melamun, itu mengkhawatirkan." Kata Megan.
Chaku melihat ke arah mata Megan.
"Eh... ada apa?!" Tanya Megan malu-malu.
Chaku tersenyum.
"Kamu benar-benar mengkhawatirkanku." Kata Chaku senang.
"Duuuuh... apa sih?!" Tanya Megan kesal dengan muka yang sedikit memerah. Chaku hanya tertawa.
"Terimakasih, Megan." Bisik Chaku.