Next day, another holiday and journey
Next day, another holiday and journey
"Kita akan ke mana?" Tanya Kurosa bersemangat.
"Kita akan ke.." kata Ermin sambil mengecek jadwal mereka.
"Memangnya kita akan menginap di Bali berapa lama?" Tanya Asuka.
".. entahlah... sesuka kalian." Kata Ermin.
"HOE? BENARKAH?" Kejut Kurosa.
"Ya." Jawab Odelia singkat.
"Jadi... kita belum memesan tiket pulang?" Tanya Rheinalth.
"Belum, kalian bisa katakan kapan kalian ingin pulang kok." Kata Ermin.
"HOE? KALAU BEGITU AKU TIDAK AKAN PULANG!" Kata Kurosa sambil merebahkan dirinya di atas lantai villa itu.
"Baiklah, dadah." Kata Ermin.
"HOE! JANGAN TINGGALKAN AKU!" Keluh Kurosa.
.
.
"... kita akan pergi ke Pura Tanah Lot. Kuakui di sana indah." Kata Albern sambil melihat list yang dibawa oleh Ermin.
"HORE!" Seru Kurosa.
"Tapi di sana adalah tempat beribadah, jadi jangan berteriak-teriak." Kata Odelia.
"BAIK!" Teriak Kurosa.
"Kurosa kau baru saja berteriak.." keluh Asuka.
"Ayo." Kata Rheinalth.
Semuanya bersiap-siap.
Saat bersiap-siap, Ardolph melihat Yukina yang cemas.
Ardolph memutuskan untuk mendatangi Yukina.
"Tenang Yukina.. di sini tidak berbahaya." Kata Ardolph berusaha menenangkan, karena Ardolph berpikir bahwa Yukina masih belum terbiasa dengan tempat di luar Kannoya Academy.
"Bukan itu... aku merasa.... ada yang aneh di sini." Kata Yukina cemas.
Ardolph ingat bahwa mereka bertemu dengan Butterfly saat itu.
"Apakah karena itu?" Pikir Ardolph.
.
"Aku heran, ternyata Junko memang hebat, dia bisa mendatangi Denzel sejauh ini.." kata Albern.
"Benar juga, bagaimana caranya?" Tanya Denzel.
"Aku diberitahukan bahwa Takusan memberikan tiket milik Viola pada Junko, karena Viola akan ada audisi mendadak jadi Viola tidak dapat ikut." Kata Odelia.
"Sungguh cerdas." Pikir Albern dan Denzel.
.
"Ayo! Kita berangkat!" Kata Ermin.
"Baik!" Jawab semuanya.
Mereka semua segera menaiki mobil sewaan Albern.
.
"Itu! Apa itu?" Kejut Kurosa.
"Sepertinya sebentar lagi akan sampai!" Kata Ermin.
.
Akhirnya mereka sampai.
Mereka hanya bermain-main sebentar, mereka tidak lama berada di sana.
Yukina berjalan-jalan di atas batu karang, lalu tak sengaja ia menemukan seekor bintang laut yang sangat kecil. Yukina mengambilnya.
"Apa ini?" Tanya Yukina.
"Itu adalah bintang laut. Bintang yang hidup di laut, sebaiknya kamu mengembalikannya." Kata Ardolph.
Yukina mengembalikan bintang laut itu, lalu bintang laut itu terseret dengan ombak yang tak lama datang.
Yukina tersenyum.
"Seperti saat dulu aku diseret oleh Kannoya Academy... seretan yang lembut dan menyenangkan... " pikir Yukina.
.
Beberapa dari mereka berbelanja di pasar di depan tempat itu.
"Produk-produk di sini bercorak-corak (batik) ya!" Kata Asuka.
"Benar! Dan beberapa terlihat enak!" Kata Kurosa.
"Kurosa..." keluh Asuka perlahan.
"Ray-Ray.. kalian mau apa?" Tanya Toshiko yang menawarkan adik-adiknya itu.
Raynell melihat-lihat dahulu.
"Kak... aku boleh minta ini?" Tanya Raynard sambil menunjuk sebuah topi berwarna kuning pucat.
"Wah itu bagus lho untuk Asuka." Kata Toshiko yang langsung mengetahui isi hati adiknya itu. Muka Raynard langsung memerah.
"Dasar... pikirannya hanya kak Asuka." Keluh Rayner.
.
Yukina memutuskan untuk menyusul Toshiko, Asuka, dan Kurosa di pasar itu. Ardolph menemaninya.
.
"Oh.. Toshiko." Kejut Yukina.
"Hai!" Sapa Toshiko.
Raynell terkejut dan langsung berdiri di depan kakaknya itu.
"Jangan dekat-dekat kakak!" Serunya.
Yukina mengangkat kedua tangannya bagaikan ditahan oleh polisi. Yukina sedikit berkeringat, Yukina hanya tersenyum melihat kelakuan Raynell.
"Sangat mirip dengan Name dan Nomu." Pikir Yukina.
Yukina melihat-lihat produk yang dijual.
"Benda apa ini?" Tanya Yukina saat melihat sebuah balok pipih keabu-abuan, bentuknya mirip dengan sebuah monitor tipis, tetapi memiliki dua sisi layar.
"Apa ini?" Tanya Yukina.
Sang penjual sedikit kebingungan dengan bahasa Yukina.
Sang penjual meletakkan tangannya pada monitor itu, lalu huruf-huruf mulai menyatu dan menuliskan sebuah kalimat,
"Hello, miss. What do you want to buy?"
"Eh? Apa ini?" Kejut Yukina.
"Sepertinya itu adalah translator.. jadi..." kata Toshiko.
Yukina meletakkan telapak tangannya pada layar itu. Huruf-huruf mulai bersatu dan membentuk sebuah kalimat dalam bahasa Jepang yang artinya,
"Aku akan melihat-lihat dahulu, aku belum tahu apa yang harus kubeli, alat ini sangat menarik."
Penjual itu membaca monitor tersebut, lalu meletakkan tangannya lagi, sebuah kalimat terbentuk di dalam bahasa Jepang,
"Baik, silahkan."
"Woa! Sangat canggih." Kata Yukina.
"Tapi milik Denzel lebih canggih sih, tapi ini juga boleh." Kata Ardolph.
Yukina melihat-lihat produk itu.
Yukina melihat sebuah kaus sablon yang menurutnya menarik. Yukina mengambil kaus itu.
Sang penjual segera meletakkan tangannya pada monitor itu,
"Harganya 45 ribu rupiah. Apakah anda berminat untuk membeli?"
Yukina berpikir,
"Rupiah... eh.. eh... hee..."
Yukina melihat ke arah Toshiko,
"Eh? A-Aku juga tidak tahu." Kata Toshiko.
Ayah Toshiko memberikan selembar uang kertas berwarna biru yang bertuliskan 50 ribu rupiah.
"Pakailah ini dulu, nanti kamu akan mendapatkan selembar kertas berwarna kuning kecoklatan bertuliskan 5000." Katanya.
"Eh? Tidak apa-apa? Ini kan uang anda?" Tanya Yukina.
"Hahaha! Tidak apa!" Kata ayah Toshiko.
Yukina mengambil uang itu, lalu memberikannya kepada penjual itu. Penjual itu memberikan kembalian dan membungkus kaus yang dipilih oleh Yukina.
Penjual itu meletakkan tangannya pada monitor itu,
"Terimakasih karena telah berbelanja di toko kami! Selamat datang kembali."
Yukina meletakkan tangannya,
"Terimakasih banyak, anda ramah sekali."
Penjual itu tersenyum.
Yukina dan teman-teman meninggalkan toko itu, lalu berjalan pada toko lainnya.
.
Saat berjalan, Yukina melihat, Yukina terkejut,
"Gadis itu lagi?" Pikir Yukina.
"Gadis yang berada di pantai sebelumnya... aku sudah lupa nama pantai itu, tetapi pantai itu penuh dengan wisata bahari." Pikir Yukina.
Melihat tingkah Yukina, Ardolph segera mencari-cari apa yang telah dilihat oleh Yukina.
Ardolph melihat gadis itu juga.
.
Gadis dengan sebuah luka bakar pada mata kirinya sedang mendatangi toko penjual perhiasan. Gadis itu meletakkan tangannya pada monitor itu.
Penjual itu segera mencari-cari sesuatu, lalu memberikannya sebuah kalung bertali putih dan dengan hiasan-hiasan cangkang kerang putih dan batu putih, ada juga beberapa manik-manik dari kayu.
Gadis itu melihat kalung itu.
"Benar... ini.." kata gadis itu dalam bahasa Mandarin.
Yukina memutuskan untuk melihatnya dengan lebih dekat. Ardolph mengikuti Yukina di sampingnya.
Tanpa disadari gadis itu meneteskan air matanya,
"Ya... benar.." kata gadis itu di dalam bahasa Mandarin.
Sang penjual segera panik, penjual itu meletakkan tangannya pada monitor itu,
"Ada apa? Apakah kalung ini mengecewakan dirimu? Apakah kalung ini tidak cukup bagus? Atau karena apa?"
Gadis itu membaca monitor itu, lalu meletakkan tangannya pada monitor itu,
"Bukan, aku akan membeli kalung ini, dalam harga berapapun itu. Ini adalah kalung yang selama ini aku cari."
Penjual itu lega, penjual itu meletakkan tangannya pada monitor itu dan memberitahukan harganya. Gadis itu membayarnya dan mengenakan kalung itu.
Sang penjual juga memberikannya sebuah sapu tangan agar gadis itu dapat mengusap air matanya.
"Oh... terimakasih.." kata gadis itu dalam bahasa Mandarin.
Penjual itu tersenyum.
Gadis itu meletakkan tangannya pada monitor itu, lalu meninggalkan toko itu.
"Ada apa?" Pikir Yukina.
"Aneh sekali... mungkin kalung itu mengingatkannya pada seseorang." Kata Ardolph.
Yukina mulai merasa ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi.
"Ardolph.... firasatku buruk... aku tidak tahu mengapa." Kata Yukina dengan nada yang pelan.
Ardolph melihat ke arah Yukina dengan cemas.
"Benar juga.... aku sedikit merasakannya juga.." kata Ardolph.