Daffin adalah suamiku dan Jeffery adalah masa laluku
Daffin adalah suamiku dan Jeffery adalah masa laluku
"Nek, Jeff sudah menjadi masa laluku dan dia sudah menjadi milik orang lain. Kini kami menjalani hidup kami masing-masing dan aku sudah merasa sangat bahagia dengan suamiku, dia suami yang sangat baik dan aku berharap jika nenek merestui hubungan kami ini," ucap Sinta dan dia melirik kearah Daffin. Daffin mengerti dan dia meraih tangan keduanya dan menggenggamnya.
"Nek, aku Daffin Narendra, aku adalah suami sah Sinta. Kami sudah menikah sah secara hukum dan keyakinan. Hanya saja aku belum bisa memberikannya pesta pernikahan yang indah untuknya. Setelah aku selesai dengan proyek perusahaan, aku akan menyiapkan semuanya," ucap Daffin. Dia berbohong karena sebenarnya Sinta lah yang belum siap untuk dikenal banyak orang sebagai istrinya dan juga cucu menantu kakek Wijaya.
Nenek pun tersenyum dan dia percaya jika Daffin adalah pria yang baik.
"Nak Daffin. Kamu pria muda yang baik dan juga sangat tampan. Nenek percaya jika kamu bisa menjaga Sinta dengan baik dan nenek berharap kamu tidak menyakiti hatinya," ucap nenek. Dia tersenyum lembut sambil menatap Daffin.
Hati nenek sangat bahagia dan merasa tenang karena Sinta sudah ada yang melindunginya saat ini.
"Daffin, nenek minta untuk kamu menjaganya dengan baik, jangan pernah meninggalkan dia. Nenek berharap kamu bisa jauh lebih baik dari pada Jeffery, dia memang baik tapi nenek yakin kamu jauh lebih baik darinya," ucap nenek. Dia mengusap lembut kepala Daffin dan dia menaruh harapan besar kepada Daffin.
Daffin mengangguk setuju, karena dia memang sangat mencintai Sinta bahkan rasa cintanya melebihi rasa cintanya untuk dirinya sendiri.
"Tentu saja nek, aku tidak akan pernah menyakitinya. Aku suaminya dan ini adalah kewajiban untukku membahagiakan Sinta, Sinta adalah wanita yang paling aku cintai seumur hidup ini. Hanya dialah wanita yang akan bersamaku hingga maut memisahkan kami," ucap Daffin. Dia tersenyum dan dari pancaran matanya terpancar sebuah keyakinan yang kuat. Keyakinan jika dia benar-benar bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Nenek pun tersenyum dan merasa hatinya sangat tenang, karena nenek menyadari jika umurnya tidak akan lama lagi.
"Terima kasih Daffin, nenek berharap semua ucapan kamu itu bisa ditepati dan nenek mungkin memiliki banyak waktu lagi untuk menjaga Sinta," ucap nenek. Dia merasakan sesak nafas yang tiba-tiba datang kembali. Karena sejak dia bangun, nenek sudah mendapatkan firasat dan pertanda jika kesempatan hidupnya hanya sedikit.
Nenek langsung memegang dadanya dan Sinta langsung merasa panik.
Sinta mengambil masker yang terhubung dengan tabung oksigen.
Sinta memasangkannya dan Daffin segera berlari mencari dokter.
Daffin berteriak dan secepatnya dia membawa dokter untuk memeriksakan kondisi neneknya Sinta.
"Dokter cepat, periksa keadaan nenek saya," ucap Daffin, sambil menarik tangan dokter itu dengan secepatnya.
Dokter pun langsung memeriksanya dan kedua perawat yang ada disampingnya langsung melakukan tindakan yang harus dilakukan dengan secepatnya.
Sinta langsung memeluknya Daffin dan dia langsung menitikkan air matanya.
"Sayang, nenek kenapa bisa seperti ini?" Ucap Sinta. Dia terus terisak dan berusaha agar tidak menangis tapi air mata terus turun dari sudut matanya. Sinta tidak bisa membohongi dirinya sendiri karena dia benar-benar sangat khawatir.
Daffin membalas pelukannya dan memeluknya lebih erat lagi.
"Tenangkan diri kamu sayang. Nenek pasti akan baik-baik saja, jangan menangis, nanti nenek juga ikut sedih jika melihat kamu seperti ini," ucap Daffin. Dia mengecup kening Sinta dengan lembut.
"Iya sayang, aku tidak akan menangis lagi. Tapi nenek pasti akan baik-baik saja kan?" Tanya Sinta, dia masih ingin meyakinkan dirinya jika neneknya akan baik-baik saja.
"Iya sayang, nenek kamu akan baik-baik saja. Sudahlah jangan menangis lagi, lebih baik kita mendoakan nenek agar nenek baik-baik saja," ucap Daffin. Dia mengusap lembut rambut Sinta dan mengecup kembali keningnya.
Sinta mengangguk dan dia terus berdoa untuk kesembuhan neneknya yang masih dalam penanganan dokter.
Tidak lama kemudian, kondisi nenek pun kembali stabil. Dia mendapat suntikan obat penenang dan nenek pun tertidur namun dia terus mengigau dan memanggil nama Sinta.
"Sinta, jangan pergi! Jangan pergi! Jangan tinggalkan nenek sendirian," teriak nenek dalam keadaan mata tertutup.
Sinta langsung melepaskan pelukannya dan berjalan mendekati ranjang tempat neneknya sedang berbaring. Sinta duduk disebelahnya dan Menggenggam erat tangannya.
"Nenek, ini Sinta. Sinta ada disini," ucap Sinta, dia mencium tangan neneknya dan menaruh tangannya di pipi.
Nenek kembali membuka matanya dan melihat jika Sinta ada didepannya saat ini.
"Sinta ...," Ucap nenek dengan suara lirih
Sinta terkejut dan dia langsung melihat kearah neneknya.
"Nenek! nenek kenapa bangun?" Ucap Sinta dengan paniknya.
Dokter dan perawat datang menghampirinya kembali setelah mereka hampir saja pergi meninggalkan ruang kamar tempat neneknya Sinta dirawat saat ini.
Daffin pun datang menghampiri Sinta dan dia merasa sangat khawatir.
"Sayang, ada apa?" Tanya Daffin dan dia melihat kearah nenek yang sudah membuka matanya kembali. Dia tersenyum memandang kearah keduanya.
Dokter dan perawat pun langsung memeriksa lagi keadaan nenek yang tiba-tiba membuka matanya padahal seharusnya nenek sudah tertidur pulas karena efek obat penenang yang dia berikan.
Daffin melihat kearah dokter dan bertanya, "dok! Ada apa ini? Apakah ada yang salah?" Tanya Daffin sambil melihat kearah dokter itu.
Dokter itu menggelengkan kepalanya dan belum bisa bicara apapun karena dia sedang memeriksa denyut nadi nenek yang semakin melemah dan itu sudah mendekati sebuah pertanda bahaya.
Nenek pun melihat kearah Daffin dan juga Sinta secara bergantian.
Nenek tersenyum dan berkata, "Sinta, nenek sudah merasa tenang karena kamu sudah menikah dan memiliki suami yang baik. Kini tiba saatnya kamu mengetahui semuanya," ucap nenek sambil menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan.
Sinta dan Daffin saling memandang satu sama lainnya.
Setelah Sinta melihat kearah Daffin sejenak, dia pun langsung melihat kearah neneknya dan bertanya, "Ada apa nek? Coba jelaskan padaku. Ada apa nek?" Tanya Sinta dengan nada bingungnya.
Nenek tersenyum dan dia menghela nafas panjang lagi.
"Sinta, nenek minta maaf karena selama ini nenek sudah merahasiakan yang penting dibelakang kamu. Tapi ini demi keamanan kamu jadi nenek terus menutupinya," ucap nenek dengan nafas yang mulai terdengar sesak.
Sinta langsung merasa terkejut, dia pun bangun dari tempat duduknya dan mendekatkan wajahnya lebih dekat dengan neneknya.
Sinta mengulurkan tangannya dan dia mengusap lembut rambut neneknya.
"Nenek ada apa? Apa maksud dari ucapan nenek? Aku sungguh tidak mengerti?" Ucap Sinta, dia merasa sangat kebingungan namun dia juga merasa sangat penasaran tentang apa yang ingin neneknya katakan sebentar lagi.
Nenek melihat kearah Daffin dan meminta dokter dan juga orang lain selain mereka bertiga untuk pergi.
Daffin mengerti dan dia menyuruh semua orang untuk keluar terlebih dahulu karena Daffin tahu jika apa yang dikatakan neneknya Sinta akan sangat pribadi sekali.
Setelah semuanya pergi. Kini hanya mereka bertiga yang tersisa dengannya.