Harusnya Dia Milikku
Harusnya Dia Milikku
Matahari mulai menampakkan cahayanya dan sinarnya menembus celah-celah jendela kamar yang didalamnya ada sepasang pria dan wanita yang masih menutup matanya.
Mereka saling memeluk satu sama lainnya.
Tiba-tiba terdengar suara ponsel yang berbunyi.
Drrrrtt … ddrttt … drrttt …
Ponsel pun terus berbunyi hingga membangunkan wanita yang masih merasa nyaman berada didalam pelukan suaminya. Wanita itu tidak lain adalah Sinta, dia masih sangat enggan membuka matanya, karena dia merasa sangat kelelahan dan juga seluruh tubuhnya terasa sangat tidak berdaya lagi.
Namun, karena bunyi ponsel itu tidak mau berhenti, sehingga membuat Sinta terpaksa harus membuka matanya walaupun sebenarnya dia sangat malas untuk melakukannya.
"Hhhhmm … siapa sih yang mengganggu? Ini kan masih sangat pagi," ucap Sinta. Dia membuka matanya secara perlahan dan tangannya menggosok pelan matanya hingga dia bisa membuka matanya dan kini penglihatannya terlihat sangatlah jelas.
Sinta pun berusaha melepaskan diri dari pelukan Daffin yang masih menutup matanya. Sedikit demi sedikit Sinta pun mulai melepaskan dirinya dan akhirnya dia pun Berhasil melakukannya. Setelah itu dia pun segera meraih ponselnya yang sejak tadi terus berbunyi dan tak ada hentinya.
Sinta melihat ID pemanggil itu dan dia langsung mengerenyitkan dahinya.
"Jeff, mau apa dia menghubungi aku sepagi ini?" Ucap Sinta. Dia mengambil handuk yang berada didekatnya dan langsung menggunakannya.
Sinta duduk ditepi tempat tidur dan menekan tombol 'ok' lalu Sinta pun menjawabnya, "Halo! Ada apa?"
Jeffery yang sedang duduk diatas tempat tidur pun langsung tersenyum bahagia karena dia akhirnya bisa mendengar suara Sinta lagi.
"Sinta! Kamu sedang apa? Hhhmm … aku minta maaf karena sudah mengganggu kamu sepagi ini, dari kemarin aku kesulitan untuk menghubungi kamu. Ada apa dengan ponsel kamu Sinta. Kenapa sangat sulit untuk dihubungi?" Tanya Jeffery, dia bersikap seolah-olah dia masih kekasihnya Sinta.
Sinta menghela nafas panjang dan dia pun menjawab, "Ponselnya kehabisan baterai, jadi aku belum sempat mengisinya lagi," jawab Sinta dengan nada datar dan itu membuat Jeffery merasa sangat sedih.
"Sinta, kenapa kamu begitu dingin kepadaku? Kamu sudah berubah sekarang, kamu bukan Sinta yang aku kenal lagi," ucap Jeffery dengan nada lirih.
Mendengar suara Jeffery yang terdengar sedang sedih, Sinta merasa kasihan dan dia tidak tega harus bersikap seperti itu.
Sinta berpikir sejenak dan dia pun berniat untuk menjawab perkataan Jeffery dengan nada sedikit lebih lembut namun, dari belakang ada tangan besar yang memeluknya dan dia mencium tengkuk lehernya dengan lembut.
Sinta menoleh dan melihat jika Daffin sedang tersenyum kepadanya.
"Sayang, kamu sudah bangun?" Tanya Sinta dan dia langsung membalas senyuman Daffin.
"Iya sayang, aku terbangun karena mendengar ada suara pria yang tidak tahu malu sedang mencoba menggoda istriku. Aku tidak mau jika istriku tersayang ini didekati pria lain, karena istriku ini hanya akan menjadi milikku saja," ucap Daffin. Dia pun langsung mengecup lembut pipi Sinta.
Sinta tertawa dan dia pun membalas kecupan itu di pipi Daffin.
"Iya sayang, aku milik kamu. Bukankah kamu sudah tahu, itu kan?" Ucap Sinta, dia tertawa dan melupakan jika tangannya masih memegang ponselnya yang masih menyala dan Jeffery pun mendengarkan percakapan mereka berdua.
Jeffery mengepalkan tangannya dan dia kembali merasa sangat marah. Apalagi mendengar suara Sinta yang begitu manja kepada Daffin dan Daffin juga terdengar sangat manja kepada Sinta.
Jeffery langsung melempar ponselnya ke lantai hingga hancur dan berteriak seperti orang gila
"Brengsek! Harusnya akulah yang saat ini bersamanya. Bukan si brengsek Daffin itu, argghhhh … Sinta kamu itu hanya milikku, hanya milikku!" Umpat Jeffery. Dia tidak tahan lagi mendengar suara Sinta dan Daffin yang saat ini sedang saling menggoda satu sama lainnya.
Jeffery langsung mengacak-acak rambutnya dan pikirannya untuk memberi pelajaran untuk Daffin semakin besar.
"Daffin, karena kamu berani mengambil Sinta dariku. Kamu harus mendapatkan pelajaran dariku dan setelah ini, kamu pasti akan melepaskan Sinta lalu dengan tanganmu sendiri, kamu akan memberikannya lagi kepadaku," ucap Jeffery, dia tertawa sendiri dan sudah membayangkan apa yang akan dia lakukan bersama Mike untuk memberi pelajaran Daffin di acara itu nanti.
Jeffery terus tertawa sendiri hingga dia merasa terkejut saat mendengar suara pintu kamarnya ada yang mengetuk.
Jeffery pun langsung menghentikan tawanya dan dia pun mengambil ponselnya yang sudah rusak karena dia melemparnya tadi.
Setelah mengambil ponselnya, Jeffery pun membuka pintu dan dia melihat jika itu adalah Amanda.
Jeffery mengerenyitkan dahinya dan bertanya, "Kamu? Ada apa kamu kesini sepagi ini?"
Amanda tersenyum dan dia pun langsung melingkarkan kedua tangannya dileher Jeffery.
"Jeff! Aku mau ikut kamu ke tempat acara itu, karena papa juga mempercayakan proyek perusahaannya kepada kamu dan juga aku," ucap Amanda, dia begitu bersemangat karena selama tiga hari ini dia akan terus bersama Jeffery.
Entah mengapa perasaannya selalu merasa ingin selalu bersama Jeffery semenjak dia bercinta dengan Jeffery terakhir kalinya, dia merasa jika Jeffery sudah masuk ke dalam hatinya dan Amanda mulai mengerti jika dia sepertinya telah jatuh cinta kepada Jeffery sang calon suaminya sendiri.
Jeffery sebenarnya ingin sekali menolaknya. tapi, dia mengingat perintah ayahnya agar selalu bersikap baik kepada Amanda jadi Jeffery hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum dengan terpaksa.
"Baiklah, kamu boleh ikut dan tolong lepaskan tangan kamu karena aku belum mandi," ucap Jeffery.
Amanda langsung melepaskan tangannya dari leher Jeffery dan tersenyum nakal padanya.
"Aku juga belum mandi Jeff, hhhmm … bagaimana kalau kita mandi bersama?!" Ucap Amanda, dia tidak merasa malu sama sekali saat mengucapkan hal semacam itu.
Sebaliknya, Jeffery lah yang merasa malu saat mendengarnya.
"Uhukk … tidak perlu. Aku bisa mandi sendiri, kamu mandi saja di kamar sebelah kamarku ini," ucap Jeffery. Dia pun mendorong tubuh Amanda dan secepatnya menutup pintu kamarnya.
Amanda masih berdiri mematung didepan pintu kamar Jeffery dan setelah sadar dia pun tersenyum.
"Ya Tuhan, Jeff kamu terlihat semakin menarik saja, hehehehe …. Aku jadi semakin menyukai kamu Jeff, kapan ya kamu bisa mencintai aku sama seperti kamu mencintai Sinta," ucap Amanda, dia pun tersenyum kecut karena dia selalu mendengar Jeffery yang selalu memanggil nama Sinta. Bahkan saat mereka bercinta pun, Jeffery hanya menganggap dirinya adalah Sinta.
"Hhhmm … sepertinya aku harus menyingkirkan dia dari hadapan Jeff secepatnya dan kalau perlu dari kota ini, agar Jeff tidak menemukannya lagi," ucap Amanda. Dia mengingat rencana nyonya Vivian yang ingin memberikan pelajaran kepada Sinta dan Amanda tersenyum lagi.
"Sepertinya ini waktu yang sangat cocok, saat Jeffery pergi denganku dan Daffin juga ikut bersama kami, otomatis Sinta sendirian. Jadi, tidak akan ada yang bisa menolongnya, hahahaha … iya, dia lebih mudah disingkirkan dan ini adalah rencana yang paling bagus! Ya, ini paling bagus. Aku harus memberitahu Tante Vivian untuk melakukannya secepatnya," ucap Amanda. Dia pun tertawa dan segera pergi meninggalkan tempat itu secepatnya dan pergi mencari nyonya Vivian.