Ajaran Buddha
Ajaran Buddha
Dia tiba di sebuah akademi dan mendengar suara murid-murid membaca. Dia juga melihat para kultivator muda sedang berkultivasi. Mereka semua mempelajari teknik kultivasi masing-masing dengan rajin. Semua ini merupakan proses yang sangat penting. Sekarang setelah Ye Futian mencapai tingkat kultivasinya saat ini, dia akhirnya mengerti bahwa segala sesuatunya berhubungan dengan Jalur Agung; semua teknik kultivasi pada akhirnya mengarah pada tujuan akhir yang sama.
Karena ada alam semesta lain di dunia ini, apakah teknik kultivasi di antara alam semesta ini juga sama?
Di dunia ini, orang-orang memulai kultivasi mereka dengan Roh Kehidupan. Memiliki Roh Kehidupan adalah simbol bakat yang sesungguhnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa seseorang memiliki potensi untuk mengembangkan kultivasi mereka lebih jauh. Kalau tidak, mereka hanya bisa mengolah sihir dan teknik-teknik sederhana. Apakah alam semesta lain memiliki bentuk kultivasi yang berbeda?
Misalnya, jika dunia ini memiliki Roh Kehidupan, apakah alam semesta lain mengkultivasi roh petarung dan menggunakan dunia di sekitar mereka sebagai roh seni bela diri mereka?
Atau mungkinkah mereka menggunakan bintang dan planet sebagai dasar kultivasi mereka serta menempa Roh-Roh Bintang?
Semua itu bisa saja terjadi. Semua Jalur terhubung satu sama lain.
Titik awal kultivasi dari seorang kultivator tidak begitu penting. Mereka semua mungkin memiliki tujuan akhir yang sama.
Namun, apakah tujuan akhir yang dimaksud?
Saat ini, Ye Futian melakukan perjalanan melintasi benua. Saat dia melintas, dia melihat asap mengepul dari sebuah desa di kejauhan.
Dia berjalan ke sebuah tebing dan melihat deretan ombak bergemuruh di belakang matahari terbenam.
Air laut mengalami pasang surut. Matahari dan bulan akan terbit dan terbenam. Ini adalah tatanan dari alam semesta. Adapun kultivasi, begitu seseorang menguasai salah satu hukum alam, mereka akan memperoleh Jalur Agung.
Sekarang setelah mencapai titik ini, dia harus melangkah lebih jauh dan mencapai puncak yang lebih tinggi. Seperti apakah pemandangan dari atas sana?
Akankah dia mampu mengendalikan hidup, mati, dan reinkarnasi?
Atau, akankah dia menguasai aliran waktu?
Atau apakah dia akan berakhir seperti ayahnya, yang mengkultivasi Kekuatan Ilahi Revelation? Apakah tujuan akhir dari kultivasi adalah kehampaan?
Ye Futian berdiri di sana untuk waktu yang lama. Kemudian, tubuhnya menghilang, dan dia langsung pergi meninggalkan benua tersebut. Baginya, bepergian melintasi jarak yang sangat jauh semudah memberi perintah dari dalam pikirannya.
Setelah Ye Futian meninggalkan Dunia Asal, dia pergi ke Western Heaven. Konsep kebajikan, serta hidup dan mati sama-sama diajarkan di Western Heaven. Berbagai macam Buddha mewariskan ajaran Buddha di Gunung Roh, namun mereka masih tidak mampu memberikan pencerahan kepada semua orang di seluruh penjuru dunia.
Sementara Ye Futian melintasi ruang hampa, dia melihat seorang teman lama. Dia memberi perintah dari dalam pikirannya dan muncul di tempat yang dimaksud.
Dia memandang ke depan dan melihat seorang pemuda sedang dipukuli oleh sekelompok orang. Kebencian memenuhi mata pemuda itu. Tatapannya terlihat agresif dan mengandung keinginan membunuh di dalamnya.
Saat ini, seorang biksu berjalan mendekatinya. Dia menatap biksu itu dengan tajam sambil memancarkan sebuah aura yang mengerikan. Namun, biksu itu tetap terlihat acuh tak acuh. Dia menyatukan telapak tangannya, dan ekspresinya tampak serius. Kemudian, dia memberikan sebuah salinan gulungan kepada pemuda tersebut.
"Apakah kau seorang Buddha?" tanya pemuda itu.
Biksu itu menggelengkan kepalanya.
"Apakah kau ingin aku mengesampingkan kebencianku dan menuntaskan dendam yang kumiliki terhadap musuh-musuhku?" tanya pemuda itu sekali lagi. Dia tidak akan terpengaruh oleh kemunculan Buddha mana pun. Hatinya sudah bertekad untuk membalas dendam.
Biksu itu menggelengkan kepalanya lagi.
"Apa sebenarnya yang ingin kau capai?" tanya pemuda itu.
Biksu itu menjawab, "Ini adalah sebuah gulungan Buddha. Kau memiliki kebebasan untuk memahami apa pun yang kau inginkan darinya. Jika kau menginginkan kekuatan, kau bisa mendapatkannya melalui gulungan ini. Jika kau menyimpan dendam terhadap apa yang telah terjadi padamu, kau dapat membalas dendam pada musuhmu setelah mendapatkan kekuatan."
Pemuda itu tercengang. Dia jadi menurunkan kewaspadaannya terhadap biksu tersebut. Dia memandang lawan bicaranya itu dengan tatapan tidak percaya. Kemudian, dia berkomentar, "Apa yang kau katakan bukanlah cara dari kultivator Buddha dalam bersikap."
"Memangnya bagaimana cara kultivator Buddha dalam bersikap?" biksu itu bertanya lebih lanjut.
Pemuda itu menjawab, "Bukankah kau seharusnya mengatakan 'Lupakan semua dendam di hatimu, dan mari kita bertransformasi menjadi Buddha'?"
"Jika orang-orang dengan dosa besar dibebaskan dari kejahatan mereka begitu mereka memilih untuk bertobat, bukankah itu tidak adil bagi orang-orang baik?" Biksu itu membalas. Pemuda itu menggaruk kepalanya dengan bingung dan menjawab, "Apa yang kau katakan itu memang terdengar masuk akal."
Biksu itu tersenyum dan menjelaskan, "Sebenarnya, kalimat yang kau dengar telah disalahartikan. Melupakan semua dendam berarti melepaskan segala ambisi, keinginan, kekhawatiran, dan rasa sakit di dalam dirimu. Sedangkan menjadi Buddha berarti mematuhi hukum-hukum Buddha."
"Aku mengerti." Pemuda itu tampaknya berhasil menenangkan diri. Dia benar-benar mendengarkan penjelasan biksu itu dengan penuh perhatian.
"Lalu, kenapa kau memintaku untuk membalas dendam?" tanya pemuda itu.
Biksu itu menjawab, "Kultivator Buddha percaya pada konsep sebab dan akibat. 'Penyebab' dari masalahmu ini adalah tindakan mereka yang memukulimu. Jika kau meraih kesuksesan dalam berkultivasi dan berhasil membalas dendam, itulah 'akibat' dalam masalah ini. Namun, apa yang kau lakukan pada mereka akan menjadi 'penyebab' dari peristiwa lain di masa depan. Kemudian, kau akan menerima 'akibat' dari 'penyebab' itu."
Pemuda itu hanya bisa membayangkan gambaran samar tentang apa yang dikatakan oleh biksu itu. Namun, biksu itu sudah berbalik untuk pergi. Dia berjalan mendekati Ye Futian, membungkuk hormat, dan menyapanya, "Salam hormat, Saudara Ye."
"Salam hormat, Tuan," jawab Ye Futian sambil membungkuk.
Biksu ini adalah Bitter Zen, penjaga dari Sang Buddha.
Di masa lalu, Ye Futian datang ke Gunung Roh di Western Heaven dan bertarung melawan berbagai macam Buddha dengan menggunakan teknik-teknik Buddha. Dia mampu mengalahkan sebagian besar dari mereka, tetapi pada akhirnya, dia dikalahkan oleh Bitter Zen.
Setelah itu, ketika Ye Futian sedang berkultivasi di Western Heaven, dia membicarakan banyak hal dengan Bitter Zen. Pada saat itu, meskipun Bitter Zen baru berkultivasi selama 1.000 tahun, namun dia sudah memiliki fondasi utama dalam ajaran Buddha. Dari sudut pandang Ye Futian, Bitter Zen adalah jenis kultivator yang akan mencapai puncak kultivasi setelah dia mencapai pencerahan.
"Saudara Ye sekarang sudah menjadi Kaisar Surgawi. Ada urusan apa sehingga kau jauh-jauh datang kemari?" tanya Bitter Zen.
"Anda pernah berkomentar bahwa saya adalah sosok yang dikagumi oleh Sang Buddha. Oleh karena itu, saya datang kemari untuk mencari ajaran Buddha," ujar Ye Futian sambil tersenyum.
Bitter Zen mengangguk dan berkata, "Aku akan mengikutimu kembali ke Gunung Roh."
"Maaf karena telah merepotkan anda," ujar Ye Futian sambil menyatukan kedua telapak tangannya. Kemudian, mereka meninggalkan tempat ini dan pergi menuju Gunung Roh.
...
Gunung Roh adalah tempat suci di Western Heaven. Segala sesuatunya begitu damai dan tenang di gunung tersebut.
Terlepas dari pertempuran yang terjadi di Dunia Luar, area ini tetap menjadi sebuah tempat suci dan tidak terpengaruh oleh apa pun.
Setelah Ye Futian tiba di Gunung Roh, pertama-tama dia mengunjungi berbagai macam Buddha. Kemudian, dia membaca gulungan-gulungan Buddha di perpustakaan. Dengan kultivasinya saat ini, dia bisa mengingat semua yang dia baca dengan satu pandangan mata. Dia memeriksa setiap gulungan itu dengan jiwa spiritual miliknya, dan semua pengetahuan itu langsung disimpan di dalam otaknya. Dia tidak perlu membolak-balik setiap halaman seperti yang biasa dia lakukan.
Ketika dia pergi meninggalkan perpustakaan, Bitter Zen sedang menyapu di bagian luar. Melihat kehadiran Ye Futian, dia tersenyum dan bertanya, "Saudara Ye, apakah kau berhasil memahami sesuatu?"
"Ajaran Buddha sangat luas dan mendalam. Saya hanya memeriksa semuanya sekilas. Jika saya ingin memahami sesuatu, saya mungkin perlu menghabiskan banyak waktu untuk memfokuskan diri di dalamnya," jawab Ye Futian. "Tuan Bitter Zen, bagaimana pandangan anda tentang waktu?"
"Waktu adalah komponen yang berkaitan dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan," jawab Bitter Zen. "Seseorang tidak dapat berhubungan pada ketiganya sekaligus. Bagaimanapun juga, semua dharma adalah kosong."
Ye Futian tahu bahwa perkataan ini berasal dari salah satu gulungan Buddha.
Itu berarti segala sesuatunya adalah ketiadaan. Apa yang terjadi masa lalu akan tetap berada di masa lalu. Sedangkan masa kini akan menjadi masa lalu saat seseorang mencoba memahaminya. Hal yang sama juga berlaku untuk masa depan.
"Mimpi satu malam bisa bertahan selama berabad-abad. Lalu, apa yang dimaksud dengan waktu?" Bitter Zen terus berbicara. Pepatah mengatakan bahwa mimpi manusia bisa bertahan hingga 100 tahun atau bahkan seumur hidup. Namun, pada kenyataannya, mimpi seperti itu mungkin hanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
"Pemikiran," ujar Ye Futian.
"Itu benar," jawab Bitter Zen sambil menganggukkan kepalanya. "Tanpa pemikiran, waktu juga akan lenyap. Dalam ajaran Buddha, terdapat Dunia Tanpa Warna, yang berfungsi dengan prinsip yang sama. Dahulu, Donghuang Agung juga memahami ajaran Buddha. Dengan menggabungkan kekuatan ilahi miliknya, dia berhasil menciptakan Kekuatan Ilahi Revelation. Batas maksimal dari Kekuatan Ilahi Revelation adalah kehampaan. Kehampaan adalah tidak adanya pemikiran."
Ye Futian mengangguk sebagai tanggapan. Dia membungkuk ke arah Bitter Zen dan berkata, "Tuan, terima kasih atas nasihat anda."
"Apa yang kusampaikan lebih mudah untuk diucapkan daripada dilakukan. Kita berdua sama-sama telah mempelajari ajaran Buddha, tetapi tidak mudah untuk memahaminya," ujar Bitter Zen.
Ye Futian menganggukkan kepalanya dengan serius. Jika seseorang dapat memahami sesuatu hanya dengan mengetahuinya, maka semua orang di dunia akan mencapai tujuan akhir dari kultivasi!