Legenda Futian

Bayangan, Atau Hanya Mimpi?



Bayangan, Atau Hanya Mimpi?

1Ye Futian berhenti berkultivasi dalam pengasingan dan mulai memahami gulungan-gulungan Buddha. Di Gunung Roh, tempat suci dari ajaran Buddha ini, dia pergi mengunjungi perpustakaan setiap hari untuk membaca dan mempelajari gulungan Buddha. Terkadang, dia juga mendengarkan ajaran para Buddha tingkat tinggi lainnya.     

Dia bahkan tidak lagi terobsesi pada peningkatan kultivasinya maupun keinginan untuk meraih terobosan.     

Mempelajari gulungan Buddha memang dapat menenangkan pikiran seseorang dan memungkinkan orang tersebut untuk memiliki kondisi pikiran yang tenang serta bebas dari gangguan apa pun. Seperti yang dikatakan oleh Hua Qingqing, ketika sang Tetua Buddha berkultivasi di masa lalu, terkadang beberapa gulungan Buddha yang tidak dapat dipahami selama ratusan tahun tiba-tiba menjadi begitu jelas sehingga pencerahan dapat diperoleh dalam sehari.     

Mungkin suatu hari nanti, dia juga akan mengalami hal yang sama.     

Waktu terus berlalu, dan kini sudah lebih dari sepuluh tahun sejak Ye Futian tiba di Western Heaven. Selama periode waktu ini, banyak hal telah terjadi di wilayah Prefektur Ilahi dan Dunia Asal, namun tidak ada satu pun yang berhubungan dengan dirinya. Kala itu, dia adalah musuh bagi semua orang di Prefektur Ilahi, dimana banyak orang ingin membunuhnya. Dia tidak punya pilihan selain menyegel dirinya di dalam Pecahan Ziwei. Dia pun tidak bisa pergi dari sana. Setelah itu, saat dia mengantarkan Hua Qingqing ke Western Heaven, dia juga menemui banyak hambatan dan rintangan.     

Tidak peduli apa pun yang terjadi di dunia luar, Pecahan Ziwei akan selalu sama, yaitu menjadi sebuah dunia yang terisolir dari dunia luar, dan ini juga merupakan sebuah strategi untuk melindungi dunia tersebut di masa-masa krisis.     

Di sini, dia memfokuskan diri untuk berkultivasi dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuannya secepat mungkin. Jika dia tidak dapat meningkatkan tingkat kultivasinya, maka tidak ada gunanya dia kembali ke Pecahan Ziwei maupun Dunia Asal, karena dia masih tidak dapat bergerak dengan bebas. Selain itu, tidak akan ada hal lain yang menantinya selain jalan buntu di sana—sama seperti sebelumnya.     

Donghuang Agung telah turun tangan secara pribadi, dan sang guru telah bernegosiasi untuk menjamin keselamatannya. Karena Donghuang Agung tidak membahas masalah ini dengannya secara pribadi, justru karena alasan inilah sang guru tidak akan memiliki cara untuk ikut campur di masa depan. Sekarang, semuanya bergantung pada dirinya sendiri.     

Saat ini, Ye Futian sedang membaca berbagai macam gulungan di perpustakaan. Dia terlihat fokus dan belajar dengan sungguh-sungguh. Tidak jauh dari situ, terdengar sedikit suara gemerisik. Seseorang sedang menyapu di dalam perpustakaan. Akan tetapi, Ye Futian tidak menyadari kehadirannya dan terus membenamkan dirinya di dalam pikirannya sendiri.     

Namun, Ye Futian baru menyadari kehadirannya ketika biksu yang sedang menyapu itu berjalan di dekatnya. Dia duduk di sana dan mendongak sambil tersenyum. "Grandmaster Bitter Zen."     

Biksu ini ternyata adalah pelayan dari Lord of All Buddha, Bitter Zen. Ye Futian mendapati bahwa, selama bertahun-tahun dia berada di sini, meskipun Bitter Zen sendiri sudah menjadi seorang Buddha tingkat tinggi dan dihormati oleh semua orang, Bitter Zen masih bertanggung jawab atas tugas-tugas sepele di Gunung Roh.     

"Saudara Ye telah bekerja keras dengan mempelajari gulungan-gulungan Buddha selama beberapa tahun terakhir. Apakah kau telah mendapatkan pencerahan?" Bitter Zen bertanya sambil tersenyum. Tangan kanannya diangkat di depan keningnya sebagai tanda penghormatan.     

"Wawasan yang tersimpan di dalam gulungan-gulungan Buddha sangatlah luas dan mendalam. Banyak konsep yang rumit dan sulit dipahami. Meskipun saya telah membacanya, sulit untuk benar-benar memahaminya," jawab Ye Futian sambil tersenyum. "Di antara semua gulungan yang saya baca, pemikiran yang paling mudah dimengerti adalah, sementara kultivator Buddha berkultivasi dalam ajaran Buddha, sangat sedikit dari mereka yang menyinggung kultivasi 'Jalur Agung'. Apakah teknik Buddha dan Jalur Agung adalah satu kesatuan?"     

"Memangnya apa itu Jalur Agung?" Bitter Zen balik bertanya.     

"Matahari dan bulan bersinar tanpa ada yang menerangi mereka; bintang-bintang mengikuti polanya sendiri tanpa ada yang mengaturnya; hewan bereproduksi sendiri tanpa ada yang menciptakannya; angin bertiup tanpa ada yang mengipasinya; air mengalir tanpa ada yang mendorongnya; tanaman tumbuh tanpa ada yang merawatnya… Jalur Agung adalah peraturan dan sistem. Itu adalah dasar dari semua hal di dunia ini," jawab Ye Futian.     

"Apa yang Saudara Ye katakan memang benar. Oleh sebab itulah, semua orang selalu berinteraksi dengan Jalur Agung, dan segala sesuatunya diatur oleh Jalur Agung. Kalau begitu, kenapa kita perlu berkultivasi?" Bitter Zen bertanya lagi.     

Ye Futian mengerutkan keningnya. Kemudian dia berkata sambil tersenyum, "Pertanyaan anda membuat saya bingung, Grandmaster."     

"Apakah Jalur Agung itu memiliki wujud atau tidak berwujud? Matahari, bulan, dan bintang-bintang semuanya dianggap sebagai Jalur Agung, sama seperti angin, api, petir, dan kilat. Namun, menurutmu kenapa seorang kultivator dapat menciptakan semua fenomena ini secara langsung?" Bitter Zen kembali bertanya.     

Ye Futian tampak berpikir sejenak. Kemudian, dia memandang Bitter Zen dan bertanya, "Grandmaster, saya mohon penjelasannya."     

"Amitabha." Bitter Zen menyatukan telapak tangannya dan menjawab, "Bagaimana mungkin biksu biasa sepertiku mampu memahami kebenaran dari dunia ini? Mungkin inilah yang dimaksud sebagai 'bentuk adalah kekosongan, dan kekosongan adalah bentuk'." [1]     

"Bentuk adalah kekosongan, dan kekosongan adalah bentuk!" Ye Futian bergumam pelan, dan sepertinya ada gulungan-gulungan Buddha, yang telah terukir di dalam pikirannya, kini berubah menjadi berbagai macam kata yang membentuk suatu kalimat.     

"Seperti tetesan embun atau gelembung yang mengapung di aliran air, layaknya kilatan petir di awan musim panas, lampu yang berkelap-kelip, ilusi maupun bayangan, atau sebuah mimpi, semuanya adalah fenomena yang sudah ditakdirkan untuk terjadi!" Ye Futian bergumam pelan, teringat akan sebuah kutipan dalam suatu gulungan Buddha. Setelah Bitter Zen mendengar hal ini, dia membungkuk hormat dan berkata, "Tepat sekali."     

"Dari sudut pandang ini, maka Kaisar Agung Shenjia pasti telah melihat semua hal yang ada di dunia ini." Ye Futian mengingat kata-kata yang dia lihat ketika dia mewarisi jasad suci Kaisar Agung Shenjia kala itu. Tidak ada yang namanya Jalur Agung di dunia ini.     

Ye Futian berdiri dari tempatnya dan menyatukan telapak tangannya untuk memberi hormat pada Bitter Zen, lalu berkata, "Terima kasih atas bimbingan yang anda berikan, Grandmaster."     

"Ucapanku tidak berarti apa-apa. Saudara Ye sendiri yang membuat kesimpulan tersebut," Bitter Zen menanggapi.     

"Kalau begitu, saya akan pergi sekarang." Ye Futian tidak mengatakan apa-apa lagi dan dengan sopan pamit undur diri saat dia berbalik untuk pergi. Bitter Zen menyatukan kedua telapak tangannya sambil mengamati Ye Futian pergi. Pada kenyataannya, dia memang tidak melakukan apa-apa maupun mengatakan apa pun. Semuanya telah direncanakan oleh takdir. Jika Ye Futian telah memperoleh pencerahan, maka hal itu hanya bisa terjadi karena dia sudah sangat dekat dengan pencerahan tersebut.     

Mungkin, akan ada sosok legendaris lainnya yang muncul dari Prefektur Ilahi di masa depan.     

Di dunia ini, semenjak era kejayaan dari Donghuang Agung dan Kaisar Ye Qing, tidak ada seorang pun yang bisa membuktikan kebenaran di balik Jalur Agung. Kalau begitu, siapa yang akan menjadi sosok penerus mereka?     

Mungkin, ini juga menjadi tujuan utama bagi setiap sosok terkemuka di dunia ini: mencapai Great Emperor Plane dan mengikuti langkah dari Donghuang Agung serta Kaisar Ye Qing.     

Setelah Ye Futian pergi meninggalkan perpustakaan, sosoknya langsung menghilang dari tempatnya berada dan tiba-tiba muncul di gunung kuno. Dia berjalan menghampiri bagian tepi tebing dan memandang lautan awan di hadapannya, lalu memejamkan matanya.     

Di dalam Istana Kehidupan miliknya, Ye Futian melihat sebuah pemandangan yang menakjubkan di hadapannya, yaitu matahari dan bulan yang menggantung di atas langit. Bintang-bintang juga tampak bersinar terang. Roh Kehidupan yang berkultivasi dengannya selama ini telah melengkapi dunia di dalam Istana Kehidupan, dan perlahan-lahan dunia ini terlihat semakin nyata.     

Namun pada saat ini, hanya beberapa kata itu yang bergema di dalam pikirannya.     

Tidak ada yang namanya Jalur Agung di dunia ini.     

Seperti tetesan embun, atau gelembung yang mengapung di aliran air; layaknya kilatan petir di awan musim panas; lampu yang berkelap-kelip, sebuah ilusi maupun bayangan, atau sebuah mimpi... Semuanya adalah fenomena yang sudah ditakdirkan untuk terjadi...     

Apa yang dimaksud dengan kenyataan?     

Apakah semua yang dilihatnya ini adalah bagian dari kenyataan?     

Lalu, kenapa mereka semua memiliki wujud?     

Ye Futian menyaksikan semua ini dengan tenang dan dia pun membenamkan diri di dalam pikirannya. Angin sepoi-sepoi menimpa tubuhnya, dan matahari menghilang seolah-olah tertiup angin, diikuti oleh bulan dan kemudian bintang-bintang… Segala sesuatu yang ada di dunia ini sepertinya akan tertiup angin. Dalam sekejap mata, semuanya berubah menjadi kekosongan.     

Dalam waktu singkat, dunia ini seperti telah kehilangan warnanya, dan segala sesuatunya telah lenyap. Atau lebih tepatnya, sejak awal semuanya tidak pernah ada di dunia ini—semua itu hanyalah kekosongan, tidak lebih dari sebuah ilusi.     

Dunia di dalam Istana Kehidupan ini tampaknya telah kembali ke asalnya, dan semuanya tampak seperti sedia kala. Di tempat ini, hanya Pohon Dunia Kuno yang masih berayun-ayun tertiup angin. Beberapa dahan dan dedaunan tampak beterbangan di pohon yang berayun-ayun itu, melayang mengitari dunia yang kosong ini. Secara perlahan-lahan, aura Pohon Dunia menyebar ke seluruh penjuru dari Istana Kehidupan, hingga terisi penuh olehnya.     

Aura ini bahkan menyebar di ratusan titik meridian di sekujur tubuhnya, hingga di setiap organ tubuhnya.     

Di dalam Istana Kehidupan, Ye Futian sedang mengamati segalanya. Dengan satu perintah dari dalam pikirannya, matahari, bulan, dan bintang-bintang muncul seketika di sana. Hanya dengan pikirannya, dia sepertinya telah menciptakan sebuah dunia tersendiri. Dia tersenyum, dan dia kembali memberi perintah dari dalam pikirannya. Semuanya kembali menghilang. Kutipan Buddha itu sepertinya telah terbukti kebenarannya.     

Gulungan-gulungan Buddha memang mengandung wawasan yang tak terbatas, dan semua ini tidak lain adalah pencerahan yang ditinggalkan oleh para Buddha yang menulisnya!     

Ye Futian akhirnya bisa merasakan kesempurnaan dalam kultivasinya setelah dia melewati hambatan di tingkat Plane-nya. Pada saat ini, akhirnya dia berhasil mencapai Renhuang Plane tingkat kesembilan.     

Aura Pohon Dunia kini mulai mengalir ke dunia luar. Pada saat ini, muncul sensasi yang mengerikan di atas langit. Ye Futian, yang berada di dalam Istana Kehidupan, langsung menunjukkan ekspresi waspada di wajahnya!     

---     

[1] Teks asli: 'form is emptiness and emptiness is form', adalah kutipan dari Sutra Hati, yang secara umum menyatakan bahwa semua fenomena yang ada di dunia ini saling berhubungan satu sama lain, baik itu dalam aspek fisik maupun mental.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.