Legenda Futian

Merendah



Merendah

1Biksu ini dikenal sebagai Bitter Zen. Rumor mengatakan bahwa dia mulai mengikuti Lord of All Buddha ketika dia masih seorang biksu biasa.     

Ye Futian berhenti di tempatnya. Ketika dia melihat Bitter Zen muncul, dia bisa merasakan tekanan yang samar di sana. Meskipun tidak ada aura kuat yang terpancar dari sosok Bitter Zen, namun temperamennya yang tenang dan acuh tak acuh itu mengandung ancaman tersendiri.     

Apalagi, Ye Futian sangat menyadari bahwa, karena lawannya ini muncul setelah Kepala Biksu Shenyan dikalahkan, maka sudah jelas dia lebih kuat dari Kepala Biksu Shenyan.     

"Perkenalkan, namaku Bitter Zen. Salam kenal, Saudara Ye," Bitter Zen menyapa sambil menyatukan telapak tangannya dan membungkuk hormat pada Ye Futian. Dia bersikap sangat sopan dan penuh hormat.     

"Salam kenal, Grandmaster," jawab Ye Futian sambil menyatukan kedua telapak tangannya dan membungkuk hormat.     

"Master Bitter Zen telah mengikuti Lord of All Buddha dan berkultivasi di bawah bimbingannya selama bertahun-tahun. Dia adalah sosok yang dihormati di antara kultivator Buddha. Saudara Ye, kau harus berhati-hati," ujar Buddha Tertinggi Wutian sambil tersenyum dari lapisan tertinggi. Dia memperkenalkan Bitter Zen dengan cara yang berbeda. Sosok ini sudah lama berkultivasi di bawah bimbingan Lord of All Buddha dan sangat dihormati.     

Sudah jelas, Bitter Zen bahkan dianggap sebagai sosok yang dihormati di antara para Buddha Tertinggi. Tidak ada yang berani meremehkannya hanya karena dia pernah menjadi pelayan bagi Lord of All Buddha.     

Ketika mendengar Buddha Tertinggi Wutian mengatakan hal ini, dia tampak terkejut. Buddha ini ternyata memiliki asal-usul yang menakjubkan. Dia kembali membungkuk hormat dan berkata, "Suatu kehormatan bagi saya untuk bisa menerima bimbingan secara pribadi dari anda, Grandmaster."     

"Buddha Tetinggi Wutian, anda terlalu belebihan dalam memberikan pujian. Saya hanyalah seorang pelayan dari Lord of All Buddha. Saya hanya menjalankan tugas. Saudara Ye, kau baru mengkultivasi ajaran Buddha selama beberapa bulan sejak kau datang kemari dari Prefektur Ilahi. Meski demikian, ajaran Buddha-mu saat ini telah melampaui berbagai macam Buddha yang hadir di sini. Jujur, aku merasa sangat terkesan. Pemahamanmu tentang ajaran Buddha cukup dalam sehingga kau mampu menggunakan Sosok Petarung Ganda. Oleh karena itu, aku melangkah ke depan untuk meminta beberapa bimbingan darimu mengenai ajaran Buddha," ujar Bitter Zen dengan rendah hati dan sopan. Keduanya terlihat sangat ramah. Mereka tidak tampak seperti dua orang yang akan terlibat dalam sebuah pertarungan besar.     

"Silahkan duluan, Grandmaster," ujar Ye Futian.     

"Mari kita mulai." Setelah mereka berdua berbasa-basi, Cahaya Buddha yang menyilaukan terpancar dari dua sosok mereka. Sosok Petarung Mahavairocana milik Ye Futian masih berdiri tegak di sana. Dia tampaknya telah berubah menjadi Mahavairocana dan terlalu menyilaukan untuk dilihat. Dia mengangkat tangannya dan mengarahkannya ke depan. Dalam sekejap, Palm of Mahavairocana dikerahkan menuju Bitter Zen. Ini tentu saja hanya sebuah serangan yang digunakan untuk menguji kemampuan lawannya. Ye Futian tidak mungkin bisa mengalahkan Kepala Biksu Shenyan dengan Palm of Mahavairocana saja. Dan sudah jelas, Bitter Zen tidak akan mengalami kesulitan dalam menghadapi serangan tersebut.     

Bitter Zen masih berdiri di sana, tidak bergerak satu inci pun dari tempatnya. Cahaya Buddha berputar-putar di sekelilingnya saat mulutnya bergerak. Tidak ada seorang pun yang bisa mendengar apa yang dia ucapkan. Namun pada saat ini, suara rapalan sutra Buddha bergema di seluruh tempat. Rune Buddha yang tak terhitung jumlahnya bermunculan dari mulut Bitter Zen. Dalam sekejap, aura yang sakral menyebar di area tersebut.     

"Om Mani Padme Hum!"     

"Om Mani Padme Hum!"     

"Om Mani Padme Hum!"     

Suara rapalan sutra Buddha itu mengitari mereka, seolah-olah ada seorang Buddha yang telah terbangun. Tampaknya hanya ada Buddha yang hadir di sini, dan tidak akan ada kekuatan jahat yang bisa berada di tempat ini.     

Pada saat yang bersamaan, sosok Bitter Zen mulai mengalami perubahan. Tubuhnya berubah warna menjadi emas dan mulai membesar. Diiringi dengan suara rapalan sutra Buddha, kini dia telah berubah menjadi satu sosok Buddha raksasa yang sesungguhnya. Ukuran tubuhnya bahkan lebih besar dari Sosok Petarung Mahavairocana milik Ye Futian.     

Itu adalah Six Syllables of Truth!     

Ye Futian berpikir dalam hati saat hatinya berdebar kencang. Teknik Six Syllables of Truth memang tampak sederhana, namun sebenarnya sangat kompleks. Siapa pun dapat mengkultivasinya, tetapi hanya dalam bentuk luarnya saja. Mustahil untuk memahami arti dari Six Syllables of Truth. Hanya para Buddha yang memiliki pemahaman mendalam terkait ajaran Buddha yang dapat memahami esensi sejatinya.     

Di seluruh penjuru Western Heaven, jumlah kultivator Buddha yang mampu mengkultivasi Six Syllables of Truth dapat dihitung dengan jari. Mereka semua adalah Buddha tingkat tinggi, dan Bitter Zen termasuk di dalamnya.     

*Brak* Palm of Mahavairocana akhirnya menghantam tubuh emas raksasa milik Bitter Zen. Namun, tubuh emas itu sama sekali tidak bergeming dari tempatnya, tampak stabil dan kokoh. Di sisi lain, Palm of Mahavairocana yang dikeluarkan oleh Ye Futian dihancurkan dalam sekejap. Dapat terlihat dengan jelas betapa kokohnya tubuh emas itu.     

"Itu adalah Sosok Petarung Reality!" seseorang berseru.     

Hati para Buddha yang hadir di sana berdebar ketika mereka menyaksikan pemandangan ini. Tidak mengejutkan untuk melihat kemampuan seperti ini dari Bitter Zen, biksu yang telah mengikuti Lord of All Buddha selama bertahun-tahun. Dia telah mengkultivasi Sosok Petarung Reality dengan sempurna. Dengan menggabungkan Six Syllables of Truth dan Sosok Petarung Reality, sosok Buddha miliknya itu tidak dapat dihancurkan dan tidak dapat digoyahkan.     

Teknik Palm of Mahavairocana milik Ye Futian memang sangat kuat. Namun, ketika Palm of Mahavairocana menghantam Sosok Petarung milik Bitter Zen, serangan itu langsung hancur dengan sendirinya, tidak mampu menggoyahkan tubuh emas milik Bitter Zen dari tempatnya berada.     

Kali ini, Ye Futian benar-benar menghadapi lawan yang sangat kuat.     

Dalam pertempuran-pertempuran sebelumnya, para kultivator Buddha yang menantang Ye Futian bahkan tidak mampu menggoyahkan Sosok Petarung milik Ye Futian. Namun kali ini, giliran serangannya yang tidak mampu menembus pertahanan dari tubuh emas milik Bitter Zen. Situasinya kini telah berbalik.     

Ye Futian bisa merasakan tekanan yang menimpa tubuhnya; inilah kekuatan dari seorang Grandmaster yang berkultivasi di bawah bimbingan Lord of All Buddha. Begitu lawannya mulai menyerang, Ye Futian bisa merasakan kekuatan ajaran Buddha milik lawannya itu. Di bawah pengaruh Six Syllables of Truth, area ini tampaknya telah dikendalikan oleh lawannya dan dipenuhi oleh kekuatan Buddha yang menakjubkan.     

Six Syllables of Truth tampak seperti tidak memiliki kekuatan apa pun. Namun pada kenyataannya, kekuatan mereka tidak berbentuk. Mereka mengandung pencerahan tingkat tinggi dan diperkuat oleh kekuatan Buddha yang dahsyat. Saat Six Syllables of Truth menyebar ke kejauhan, seluruh bagian dari Gunung Roh kini disinari dengan Cahaya Buddha. Cahaya yang tak terbatas itu menyelimuti medan pertempuran ini secara keseluruhan. Kekuatan Buddha yang tak berbentuk terkandung di dalam cahaya tersebut. Ye Futian benar-benar bisa merasakan kekuatan berbagai macam Buddha yang meningkatkan kekuatan lawannya itu.     

Pada saat ini, dia bisa merasakan kekuatan dan tekanan mengerikan yang dimiliki oleh lawannya kali ini.     

Ye Futian memiliki ekspresi serius di wajahnya. Sosok Petarung Spasial miliknya muncul kembali, dan dalam sekejap, satu sosok Buddha raksasa telah menyelimuti area yang luas. Sedangkan banyak Buddha lainnya muncul di area sekitarnya, mengeluarkan Cahaya Buddha yang dahsyat. Ye Futian berusaha mengeluarkan serangan pamungkas yang dia gunakan untuk melawan Kepala Biksu Shenyan sebelumnya.     

Namun, Six Syllables of Truth tidak akan takluk semudah itu. Buddha emas raksasa yang dibentuk dari sosok Bitter Zen kini memejamkan matanya rapat-rapat. Telapak tangannya disatukan di depan dadanya, dan Six Syllables of Truth beresonansi di seluruh penjuru langit. Cahaya Buddha yang tak terbatas menyatu di atas langit, dan banyak sosok Buddha raksasa bermunculan di sana.     

Namun, hal yang lebih mengerikan lagi adalah, tampaknya ada wajah dari seorang Buddha yang terbentuk di atas langit dan memandang ke arah mereka. Seluruh penjuru langit kini telah membentuk satu sosok Buddha. Situasi ini mirip dengan wajah Kaisar Agung Ziwei yang muncul di langit berbintang kala itu.     

Tidak sampai di situ saja, saat ini muncul tiga sosok Buddha yang kuat di tiga arah yang berbeda di bagian bawah. Mereka tampaknya adalah Trikaya, tiga tubuh dari sang Buddha. Cahaya yang mengerikan terpancar dari ketiga sosok ini. Mereka langsung mengepung sosok Buddha raksasa yang dipanggil oleh Ye Futian.     

Selain itu, sekawanan Buddha kini telah mengepung para Buddha yang dipanggil oleh Ye Futian. Mereka semua muncul secara bersamaan dan mengepung Ye Futian dari segala arah.     

Ye Futian membuka matanya dan melihat pemandangan di sekitarnya. Di bawah pancaran Cahaya Buddha, suara rapalan sutra Buddha masih mengelilinginya, membuat penampilannya tampak sakral dan agung. Kekuatan ilahi ini mendarat di tubuhnya tanpa ada keinginan membunuh, dimana hanya ada kekuatan Buddha yang tak tertandingi di dalamnya. Seolah-olah sang Buddha telah turun ke dunia ini.     

Ketika Ye Futian melihat pemandangan ini, pada awalnya dia tampak ragu-ragu. Namun tidak lama kemudian, dia merasa lega. Dia memandang ke arah Bitter Zen dan menyatukan kedua telapak tangannya. Kemudian dia membungkuk hormat pada Bitter Zen dan berkata, "Grandmaster, pemahaman anda terkait ajaran Buddha sangat dalam. Itu bukanlah sesuatu yang bisa dibandingkan dengan saya. Dengan ini saya mengakui kekalahan saya."     

Saat mengatakan hal ini, dia langsung menarik kembali auranya., dan Cahaya Buddha yang menyelimuti tubuhnya juga meredup. Dia tidak ingin lagi bersaing dengan Bitter Zen karena dia menyadari bahwa pemahamannya dalam ajaran Buddha masih kalah jauh dari lawannya kali ini.     

Masa kultivasi selama ribuan tahun jelas tidak mungkin bisa dilampaui dengan masa kultivasi selama beberapa bulan!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.