Disingkirkan Dengan Mudah
Disingkirkan Dengan Mudah
Kepala Biksu Shenyan adalah sang penerus terpilih dari Buddha Tertinggi Shenyan. Dia mewakili Buddha Tertinggi Shenyan sebagai muridnya yang paling menonjol. Di sini, di Gunung Roh, dia juga adalah kultivator Buddha paling hebat di generasinya. Posisinya saat ini berada di lapisan atas dari Gunung Roh. Melihat hal ini, mudah sekali untuk menebak statusnya di Western Heaven.
Meskipun Ye Futian mampu menjadi ancaman bagi kemampuannya, namun masih Ye Futian diharuskan melewati banyak kultivator Buddha sebelum dia bisa mencapai tempatnya berada. Oleh sebab itulah, dia belum perlu mengambil tindakan.
Namun, Ye Futian tidak peduli siapa yang akan menyerangnya. Sosok Petarung Mahavairocana masih berdiri tegak di belakangnya, dan dia terus melangkah ke atas langit secara perlahan-lahan. Pergerakannya memang tidak begitu cepat, namun setiap langkah yang diambilnya sangat stabil dan kokoh. Hal ini membuat orang-orang merasa bahwa sosoknya benar-benar tak tergoyahkan, seperti bongkahan batu.
Namun pada saat ini, seorang kultivator Buddha melangkah ke depan. Dia berada di puncak Jalur Buddha tingkat kesembilan. Sekarang, hanya kultivator Buddha di tingkat ini yang mampu bersaing dengan Ye Futian dalam teknik Buddha. Tepat di luar gerbang, seorang kultivator tingkat kesembilan melangkah ke depan untuk melawannya. Di antara kultivator Buddha tingkat kedelapan, hanya mereka dengan status Kepala Biksu yang memiliki peluang untuk melawan Ye Futian.
"Aku ingin merasakan teknik Buddha yang dikuasai oleh Saudara Ye secara langsung," ujar biksu yang baru saja muncul itu. Dia berdiri di langit di atas Ye Futian dan merupakan seorang kultivator Buddha yang cukup senior. Dia telah menghabiskan kultivasinya di Jalur Buddha tingkat kesembilan selama bertahun-tahun. Dia memiliki pencapaian yang luar biasa dalam ajaran Buddha. Hanya saja dia belum bisa menerobos belenggu dari tingkat Plane-nya dan menghadapi Ujian Buddha.
"Grandmaster, tidak usah ragu-ragu ketika anda memberi saya bimbingan," jawab Ye Futian dengan sopan sambil menyatukan telapak tangannya. Saat dia mengatakan hal ini, Cahaya Buddha berwarna emas yang tak tertandingi terpancar dari sosok lawannya yang melayang di udara itu. Kemudian, bayangan seorang bodhisattva muncul di sana, yang duduk bersila di atas setangkai teratai emas dan sedang merapalkan sutra Buddha.
Dalam sekejap, sutra yang tak ada habisnya bergema di udara. Seolah-olah banyak bayangan Buddha yang muncul secara bersamaan di atas langit. Rapalan sutra itu mengitari Ye Futian dan bergema di seluruh tempat. Tidak butuh waktu lama bagi rapalan sutra itu untuk menyelimuti puncak dari Gunung Roh.
Itu adalah sebuah sihir Buddha. Ye Futian langsung menyadarinya. Dia tidak hanya merasakannya, tetapi dia bahkan telah dibawa ke sebuah area yang berbeda. Di dalam area ini, dia melihat banyak bayangan Buddha berwarna emas yang menakjubkan. Mereka tampak sangat agung dan bermartabat. Di hadapan para Buddha itu, muncul sebuah cermin yang dihiasi dengan banyak gambaran di permukaannya.
Secara mengejutkan, rupanya gambaran-gambaran itu adalah momen di dalam hidupnya. Semua gambaran itu memproyeksikan apa yang telah dia lakukan selama ini, dan sebagian besar didominasi oleh momen pembantaian.
Sebagai contoh, salah satu gambaran menampilkan momen kematian Lord Six Desires dan Tetua Agung Motian. Setelah mereka binasa, wajah orang-orang terdekat mereka bermunculan. Nasib mereka berakhir dengan begitu menyedihkan.
Di samping itu, semua kultivator yang tewas terbunuh di tangan Ye Futian selama masa kultivasinya juga ditampilkan di sana. Dia bahkan juga menyaksikan momen-momen terakhir mereka serta kesedihan anggota keluarga mereka.
Akan tetapi, semua ini hanyalah ilusi.
Semua gambaran ini muncul di dalam benak Ye Futian. Namun, dia merasa kesulitan untuk membebaskan diri dari ilusi ini, dan hingga kini masih berada di dunia ini. Semua ini bukan lagi sekedar ilusi, melainkan sebuah fantasi yang dibentuk oleh Sihir Buddha. Semua gambaran itu nyata, namun juga tak berbentuk. Itu semua adalah hasil dari tindakan Ye Futian.
Di balik gambaran-gambaran tersebut, para Buddha tampak dipenuhi dengan simpati, seolah-olah mereka mengingatkan siapa pun yang menyaksikan pemandangan ini untuk melepaskan kebencian dan tekad mereka. Hal ini membuat Ye Futian menjadi emosional dan merenungkan semua hal yang telah dia lakukan. Dia mulai meragukan tindakannya sendiri dan mempertanyakan keyakinannya.
Namun, secara tiba-tiba, Ye Futian menyadari sesuatu jauh di dalam lubuk hatinya.
Untuk mencapai kultivasi yang lebih besar, seseorang harus mengkultivasi hatinya sendiri. Sihir ini mungkin membuatnya tidak setuju dengan semua yang telah dia lakukan dan bahkan menyangkal keputusannya di masa lalu. Jika kondisi pikiran Ye Futian dipengaruhi oleh sihir ini, maka kondisinya saat ini pasti akan mempengaruhi pemahamannya tentang ajaran Buddha dan kultivasinya di masa depan.
Biksu ini memiliki niat buruk pada dirinya. Atau lebih tepat untuk mengatakan bahwa sihir ini sangatlah berbahaya.
Saat ini, Ye Futian mulai merapalkan Sihir Vajra. Tidak lama kemudian, seberkas sinar cahaya berwarna emas menyelimuti tubuhnya seperti jubah dan memungkinkannya untuk melihat melalui semua gambaran tersebut.
"Ye Futian, kau telah merenggut nyawa banyak orang di sepanjang perjalanan kultivasimu. Dosamu sangatlah besar, dan kini kau harus menanggung akibatnya," sebuah suara bergema di dalam benak Ye Futian dan membuat jiwa spiritualnya berguncang.
Namun, Ye Futian mampu memandang lawannya itu dengan tenang. Sihir Vajra tidak hanya digunakan sebagai serangan, melainkan bisa juga digunakan untuk melindungi kondisi pikiran penggunanya.
Perjalanan seorang kultivator ditakdirkan untuk dihiasi oleh pertumpahan darah. Hal ini terutama berlaku bagi seseorang seperti Ye Futian, yang datang jauh-jauh kemari dari Sembilan Negara di Dunia Bawah. Kultivator Buddha di hadapannya ini tidak tahu apa-apa tentang perjuangannya, sehingga dia tidak berhak untuk mengambil peran sebagai hakim dan menuduhnya sebagai seorang pendosa besar.
Apakah tindakannya untuk membunuh Tetua Agung Motian dan Lord Six Desires dianggap sebagai sebuah dosa?
Pada saat ini, Ye Futian berada dalam kondisi yang lebih menguntungkan saat menghadapi pertarungan mental melawan Sihir Buddha ini, yang membuat tekadnya menjadi semakin kokoh. Hanya ada beberapa hal yang disesali oleh selama hidupnya. Di samping itu, dia selalu bertindak sesuai kata hatinya.
"Jika karma benar-benar berlaku di dunia ini, saya bersedia menerima karma atas semua tindakan saya," ujar Ye Futian dengan acuh tak acuh. Cahaya Buddha berwarna emas yang berapi-api kini meledak dari tubuhnya. Cahaya Mahavairocana itu sangatlah menyilaukan. Kemudian, teknik Palm of Mahavairocana yang mengerikan dikeluarkan dan langsung menghancurkan gambaran-gambaran itu hingga menjadi debu.
Palm of Mahavairocana yang baru saja dikeluarkan oleh Ye Futian itu menyinari seluruh tempat hingga akhirnya menghantam tubuh targetnya. Sama seperti sebelumnya, lawannya itu langsung terluka dan memuntahkan darah.
*Brak* Ye Futian tidak berhenti bergerak dan terus melangkah ke depan. Setiap langkahnya sangat stabil, seolah-olah keyakinannya kini menjadi semakin kuat. Tidak ada seorang pun yang mampu menghentikannya.
"Amitabha!"
Kultivator Buddha lainnya kini melangkah ke depan. Dalam sekejap, Cahaya Buddha bersinar terang, dan dia mengeluarkan Sosok Petarung Buddha miliknya, sehingga membuat satu sosok Buddha kuno muncul di sana. Ye Futian mendongak ke atas langit. Kali ini, dia tidak perlu berbasa-basi. Dia langsung mengerahkan Palm of Mahavairocana ke depan dan menghancurkan ruang hampa. Serangan tersebut mengincar kultivator Buddha itu dan tidak memberinya kesempatan untuk mengeluarkan teknik Buddha apa pun.
Karena mereka sedang membandingkan teknik Buddha masing-masing, sudah seharusnya para kultivator Buddha ini menampilkan kemampuan yang sepadan dengan Ye Futian untuk bisa berbincang-bincang dengannya. Jika tidak, apabila mereka terus mengulur waktu, berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh Ye Futian untuk mencapai puncak dan bertemu dengan Lord of All Buddha?
*Boom* Sebuah suara yang keras kini kembali terdengar. Setelah terpengaruh di bawah Sihir Buddha dan meragukan dirinya sendiri, dia justru menjadi semakin kuat sekarang. Seolah-olah dia telah mengalami transformasi sejati dan berubah menjadi Mahavairocana. Saat serangan telapak tangannya mendarat, tidak ada satu pun Buddha yang bisa menghalangi jalannya.
Pemandangan di depan mereka itu mengejutkan banyak Buddha yang hadir di sana. Berbagai macam Buddha yang berada di atas langit kini menatap sosok itu. Selain suara serangan Ye Futian dan langkah kakinya, suasana di Gunung Roh, tempat berbagai macam Buddha berkumpul ini menjadi sangat sunyi saat mereka menyaksikan Ye Futian maju selangkah demi selangkah.
Para kultivator Buddha itu satu per satu berjatuhan di hadapan Ye Futian. Seolah-olah tidak ada satu pun Buddha yang mampu menghalangi jalan Ye Futian.
Saat ini, Ye Futian mampu melewati banyak lapisan langit hanya dengan menggunakan Palm of Mahavairocana dan Sihir Vajra.
Beberapa jam kemudian, Ye Futian hampir tiba di puncak Gunung Roh. Hanya beberapa lapisan terakhir yang tersisa. Bahkan kini dia sudah bisa melihat beberapa Kepala Biksu yang dia temui sebelumnya berada tepat di atas lapisan langit tempat dia berada saat ini. Dia hampir mencapai mereka.
Para Kepala Biksu ini kemungkinan besar ingin menyerangnya sekarang.
Banyak Kepala Biksu dan Buddha Tertinggi telah menyaksikan perjalanan Ye Futian untuk bisa mencapai tempat ini selangkah demi selangkah. Mereka merasa seperti melihat sosok Donghuang Agung lainnya setelah beberapa abad lamanya!