Legenda Futian

Pencerahan



Pencerahan

0Di Hao melangkah ke arah Ye Wuchen, teknik God Burying Bell miliknya mengguncang aura spiritual semua orang. Ye Wuchen bisa merasakan pikirannya sedang diserang. Aura pedang miliknya berguncang hebat.     

Sebilah pedang muncul dan berdenging di dalam pikirannya, bersinar terang dan tampak menyilaukan. Tapi pedang itu bergetar akibat suara lonceng milik Di Hao.     

Teknik God Burying Bell ingin menghancurkan pedang itu dan mencabik-cabiknya.     

Seberkas sinar yang menyilaukan kini telah menyatu ke dalam pedang tersebut, melindunginya. Aura pedang yang mengerikan terpancar dari kedua mata Ye Wuchen, diarahkan menuju mata Di Hao, yang masih berjalan ke arahnya.     

Roh Pedang milik Ye Wuchen memiliki elemental spiritual. Pedang itu telah menempa kekuatan auranya. Pedang tersebut sangat kokoh dan tak tergoyahkan. Selain itu, aura pedangnya juga sangat stabil.     

Pola pikir dari pendekar pedang itu tidak memiliki kelemahan. Auranya tidak bisa dihancurkan.     

Namun meskipun begitu, teknik God Burying Bell masih sulit untuk diatasi.     

Tapi dia masih mengambil satu langkah ke depan. Hanya dengan satu perintah di dalam pikirannya, aura pedangnya ikut bergerak bersamanya. Dunia yang berada di antara dirinya dan Di Hao kini berubah menjadi dunia pedang ilusi. Terdapat banyak bilah pedang dimana-mana.     

Di Hao mengalihkan pandangannya ke arah bilah-bilah pedang ilusi itu, ekspresinya tampak acuh tak acuh. Suara lonceng itu masih terus berbunyi, dan dia mampu membedakan mana yang ilusi dan mana yang nyata.     

Pada saat yang sama, Tripod Precious terbang mendekat. Tripod-tripod itu dihiasi dengan ukiran seperti seekor naga yang tampak luar biasa. Tripod Precious yang tak terbatas turun dari atas langit, menuju ke arah Ye Wuchen, berusaha menghancurkan segala sesuatu yang berada di sekitarnya.     

Ketika Pendekar Ketujuh tidak berada di sana, maka Di Hao dapat disebut sebagai orang nomor satu di Dinasti Dali yang berada di bawah tingkat Saint Plane. Kekuatannya sudah tidak perlu diragukan lagi, dan pengetahuannya tentang Jalur Agung hampir menyamai seorang Saint. Dia mampu melintasi jarak yang sangat jauh hanya dengan satu langkah.     

Ye Wuchen merasa seperti berada di bawah tekanan seberat ribuan pon. Tapi tubuhnya masih berdiri tegak, seperti sebilah pedang.     

Kemudian dia membentuk sebuah mudra pedang di depannya, dan dalam sekejap, ribuan bilah pedang melayang di udara dan berputar-putar di sekitar tubuhnya, mengarah ke udara.     

Bilah-bilah pedang yang tak terbatas itu membentuk sebuah matriks pedang, dan semua bilah pedang itu meraung saat mengitari tubuh Ye Wuchen. Kemudian bilah-bilah pedang itu melesat ke atas langit satu per satu, sambil mengeluarkan suara gemuruh saat bergerak menuju Tripod Precious yang turun dari atas langit.     

Tidak lama kemudian, terdengar suara benturan yang mengejutkan di atas tubuh Ye Wuchen. Tripod Precious yang tak terbatas itu berputar saat dikerahkan ke bawah, berusaha untuk menghancurkan segala sesuatu yang berada di bawah mereka. Tetapi ilmu pedang milik Ye Wuchen menyelimuti semua tripod itu, berusaha menghancurkan kekuatan dari Jalur Agung yang berada di dalam tripod-tripod tersebut.     

Sebuah aura pedang yang lebih kuat dari sebelumnya mengelilingi tubuh Ye Wuchen. Sehingga saat ini tubuhnya diselimuti oleh bilah-bilah pedang.     

Masalahnya adalah, ketika berlatih ilmu pedang, semakin banyak jumlah pedang tidak serta-merta membuat seorang pendekar pedang menjadi semakin kuat; semuanya bergantung pada kekuatan dari pedang-pedang tersebut.     

'Aku akan menggunakan pedangku untuk mendapatkan Jalur Agung.'     

Ekspresi Ye Wuchen terlihat sangat serius. Dia memejamkan matanya dan membentuk sebuah segel di depannya. Setelah itu cahaya suci terpancar dari tubuhnya, dan untaian aura terbang menuju bilah-bilah pedang miliknya dan menyatu ke dalamnya.     

Tiba-tiba, sosok Ye Wuchen terlihat samar. Seolah-olah dia tidak nyata.     

Untaian aura pedang mengalir dari tubuhnya. Sepertinya saat ini Ye Wuchen telah menjadi bagian dari semua pedang miliknya. Setiap bilah pedang muncul di dalam pikirannya; pedang-pedang itu kini seperti tangan dan kakinya, menjadi bagian dari tubuhnya.     

Ketika sebilah pedang membawa aura dari langit dan bumi di dalamnya, pedang itu mampu menembus udara.     

*Klang* Sebilah pedang menembus udara, kemudian menghantam Tripod Precious yang dikerahkan ke bawah. Tripod bermotif naga itu bergetar hebat namun pergerakannya tidak berhenti sedikit-pun.     

*Klang* Setelah itu, pedang lainnya tiba.     

Suara benturan terus menerus terdengar saat bilah-bilah pedang satu per satu bertabrakan dengan tripod-tripod bermotif naga yang berjatuhan. Setiap kali sebuah tripod bertabrakan dengan pedang yang menerjang dari bawah; banyak retakan muncul di permukaan tripod-tripod tersebut.     

Terdengar sebuah suara yang keras. Seolah-olah udara juga ikut terbelah. Semua Tripod Precious telah dihancurkan dalam sekejap.     

Di Hao menatap ke arah Ye Wuchen. Saat ini, sosok Ye Wuchen yang terlihat samar tampak seperti sebuah patung, dimana dia berdiri di tempatnya tanpa bergerak sedikit-pun. Seolah-olah dia telah menjadi sebilah pedang dari Jalur Agung.     

Dia mengetahui bahwa, pada saat ini Ye Wuchen nyaris tidak memiliki pertahanan apa-pun. Jika dia mampu menembus bilah-bilah pedangnya, itu akan berdampak buruk bagi Ye Wuchen.     

Di Hao melangkah di udara, bergerak menuju area di atas kepala Ye Wuchen. Roh Kehidupan Tripod Precious miliknya mengeluarkan suara raungan saat dikerahkan menuju kepala Ye Wuchen. Ukuran dari tripod itu semakin membesar saat turun ke bawah hingga akhirnya berubah menjadi sebuah tripod suci yang menutupi matahari. Kekuatan dari Jalur Agung tersimpan di dalamnya.     

Cahaya dari Jalur Agung bersinar dari atas tripod tersebut, cukup kuat untuk menghancurkan apa-pun. Bayangan Tripod Precious yang tak terhitung jumlahnya bermunculan di belakangnya. Seluruh area itu kini menjadi sebuah perangkap kematian. Bilah-bilah pedang itu bergetar. Tampaknya semua pedang itu sedang diserang dan tidak mampu bergerak sedikit-pun.     

Tapi pedang-pedang yang berdentangan itu terus berputar, melawan dan mengimbangi kekuatan dari semua Tripod Precious milik Di Hao, dan mengoyak udara. Bilah-bilah pedang itu bergerak dan menghancurkan ilusi dari Tripod Precious dan melesat ke arah Roh Kehidupan Tripod Precious milik Di Hao.     

Tetapi saat semua pedang itu tiba di dekatnya, Tripod Precious bergetar dan mempercepat putarannya untuk menekan serangan yang ditujukan ke arahnya.     

Ye Wuchen membentuk segel lainnya di udara, dan dalam sekejap ribuan aura pedang bermunculan, langsung menerjang ke arah tripod bermotif naga itu, memperlambat pergerakannya. Kedua kekuatan itu bertabrakan dengan keras.     

Di atas langit, roh pedang milik Di Hao berdentang. Spiritual Qi yang berada di sekitarnya menyatu dan membentuk Pedang Kasyapa.     

Pedang Kasyapa yang baru saja terbentuk melesat ke arah Ye Wuchen, mengincar jari yang dia gunakan untuk membentuk segel.     

Bilah-bilah pedang itu melesat di udara, seperti mengabaikan jarak yang sangat jauh di antara mereka.     

Ye Wuchen tampaknya menyadari serangan yang dilancarkan oleh Di Hao, dan bilah-bilah pedangnya tiba-tiba berbaris di depannya, berusaha melindungi tubuhnya. Sebagian pedang lainnya ditembakkan ke segala arah, bertabrakan dengan Pedang Kasyapa yang terbang ke arahnya. Pedang-pedang itu retak dan saling menghancurkan satu sama lain.     

Di Hao melangkah ke depan, dan suara loncengnya kembali mengguncang langit. Pedang Kasyapa terus menerus terbentuk dan ditembakkan menuju targetnya, setiap pedang terbentuk secepat pedang-pedang lainnya dihancurkan.     

"Berapa banyak pedang yang kau miliki?" Suara Di Hao bergema bersama dengan suara lonceng dari Jalur Agung, bergemuruh ke bawah. Dengan diserang oleh tiga kekuatan yang berbeda-beda, Ye Wuchen kini menjadi sasaran dari tekanan yang dahsyat. Darah mengalir dari sudut mulutnya. Tapi dia tidak mengeluarkan suara apa-pun. Dia masih berdiri di tempatnya dengan mata terpejam.     

Tidak banyak orang di tepi Sungai Merah yang menyaksikan pertempuran antara Ye Wuchen dan Di Hao. Sebagian besar dari mereka sedang menyaksikan pertempuran-pertempuran lainnya, seperti Yu Sheng yang sedang melawan tiga kultivator tingkat atas dari Dunia Kaisar Merak Iblis seorang diri. Pertempuran mereka mengguncang udara. Setiap serangan yang dilancarkan oleh kedua belah pihak mengandung kekuatan yang tak terbayangkan. Itu benar-benar sebuah pemandangan yang menakjubkan.     

Tapi Ye Futian lebih memperhatikan pertempuran yang sedang dijalani oleh Ye Wuchen.     

Ini bukanlah Pertempuran Sleeping Dragon. Tidak akan ada gunanya Yu Sheng membantu Ye Wuchen dan yang lainnya.     

Mereka bersikeras untuk ikut serta dalam pertempuran ini. Mereka ingin merasakan pertempuran semacam ini. Jika Yu Sheng membantu mereka, lalu apa gunanya mereka berpartisipasi dalam pertempuran ini?     

Tiga Roh Kehidupan milik Di Hao telah muncul. Dia sudah begitu dekat dengan Jalur Agung dan kini dia mengerahkan kekuatannya hingga tingkat maksimal untuk melancarkan serangan. Wuchen akan mengalami peningkatan pesat dari pertempuran ini, meskipun dia tengah menerima tekanan yang begitu dahsyat.     

Selain itu bukan hanya Ye Wuchen; pada saat itu, Huang Jiuge sedang ditekan oleh Dong Chen.     

Tubuh vajra milik Dong Chen tampak menjulang tinggi dan kuat. Lengannya yang begitu banyak melancarkan serangan dengan mengerahkan jejak-jejak telapak tangan ke depan, menghancurkan segala sesuatu yang menghalangi jalannya.     

Pada saat yang sama, Huang Jiuge mengeluarkan Roh Kehidupannya. Tubuh Renhuang miliknya menjulang tinggi dan tampak seperti seorang Renhuang, tetapi sayangnya, tubuh itu hanya memiliki bentuk dari seorang Renhuang, bukan kekuatannya. Namun meskipun begitu, tubuh itu memegang sebilah pedang yang menunjuk ke arah langit, menebas jejak-jejak telapak tangan yang semakin mendekat. Situasi ini berlangsung hingga tekanan kuat dari jejak-jejak telapak tangan itu mencapai tubuh Huang Jiuge, dan menghempaskannya ke permukaan tanah, membuatnya sulit untuk bergerak. Selain itu kedua lengannya sedikit bergetar.     

Dong Chen tidak memberinya kesempatan untuk melawan balik. Setelah dia menghempaskan Huang Jiuge, ribuan bayangan melesat ke depan dan mengincar Huang Jiuge. Banyak bayangan salih tumpang tindih hingga akhirnya menyatu menjadi satu kesatuan. Dong Chen mengerahkan satu jarinya ke arah wajah Huang Jiuge.     

Serangan terkuat yang dimiliki oleh Dong Chen adalah God Destroyer. Jari yang diarahkan ke bawah ini berisi kekuatan dari Jalur Agung dan mampu menghancurkan manusia, dewa, dan roh.     

Huang Jiuge menatap ke arah Dong Chen dan berteriak kencang. Cahaya Renhuang mengalir dari tubuhnya, dan sebuah kekuatan yang tak tertandingi terpancar keluar, menyebar ke arah Dong Chen. Namun kekuatan itu tidak mampu menghentikan jarinya.     

Jari itu akhirnya tiba, dan sebuah kekuatan yang mengerikan menerjang ke arah Huang Jiuge. Kekuatan itu bergejolak di dalam pikirannya dan menghancurkan segalanya.     

Pada saat itu, darah mengalir di alis Huang Jiuge. Kedua matanya terpejam, dan aura Renhuang miliknya berusaha melindungi aura spiritualnya. Tapi satu jari milik Dong Chen itu terus menyerang aura spiritualnya.     

"Kau masih tidak ingin menyerah?" ujar Dong Chen. Suara itu mengguncang pikiran Huang Jiuge.     

Di dalam pikiran Huang Jiuge, aura spiritualnya terus-menerus meledak dan menguap. Untaian cahaya suci yang menyilaukan mengalir di sekitarnya, membawanya kembali ke masa bertahun-tahun yang lalu.     

Pada saat pertempuran di Mausoleum Kekaisaran berlangsung, ayahnya tewas demi melindungi makam Renhuang. Dia telah mengorbankan nyawanya untuk memungkinkan Huang Jiuge memasuki makam itu dan mewarisi kekuatan dari para leluhurnya.     

Dia telah mewarisi kekuatan dari Jalur Agung, dan leluhurnya telah menggunakan aura Renhuang untuk membersihkan aura spiritualnya dan memberikan kekuatan padanya.     

Lalu mengapa dia masih belum mendapatkan pencerahan?     

Dia sama saja seperti menyia-nyiakan kematian ayahnya dan para leluhurnya.     

Darah terus mengalir dari alisnya, tapi cahaya itu masih bersinar terang. Huang Jiuge belum menyerah.     

Ye Futian tampak gelisah saat dia menyaksikan pemandangan ini. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Setelah pertempuran di Mausoleum Kekaisaran berakhir, kepribadian Huang Jiuge telah berubah. Dia tidak lagi bersikap tegas dan murah hati seperti sebelumnya, tetapi kini menjadi lebih menahan diri dan pendiam.     

Dalam pertempuran itu, Huang Xi telah mengorbankan nyawanya sehingga putranya bisa mendapatkan warisan dari para leluhur mereka.     

Huang Jiuge mungkin memikul tanggung jawab yang besar. Dengan mempertimbangkan hal ini, pola pikir Wuchen jauh lebih bebas daripada Jiuge. Pedangnya sederhana dan tidak memiliki kelemahan.     

Dia berharap bahwa Huang Jiuge mampu membuat terobosan suatu hari nanti.     

Rentetan gambaran terlintas di dalam pikiran Huang Jiuge. Sepertinya dia mampu melihat pemandangan saat dia mewarisi kekuatan dari leluhurnya.     

Leluhurnya memiliki kekuatan Renhuang. Reputasi mereka telah dikenal di seluruh dunia, dan semua orang menghormati mereka. Dimana-pun mereka mengarahkan pedang, langit akan terbelah.     

Dengan menggunakan pedang dan busur Renhuang, mereka telah bertempur melawan takdir dan kekuatan para dewa.     

Kekuatan mereka sangat luar biasa.     

Tapi sekarang, meskipun dia telah mewarisi kekuatan leluhurnya, dia ditekan dengan cara yang menyedihkan seperti ini. Selain itu dia masih belum mendapatkan pencerahan.     

Area di sekitarnya sangat kacau, dan aura Renhuang di dalam dirinya sangat luas. Aura itu mampu menyebar ke seluruh penjuru langit dan bumi, dan saat ini sebuah kekuatan yang menyesakkan memenuhi area tersebut. Seolah-olah seorang Renhuang benar-benar telah tiba di sana.     

Huang Jiuge masih memejamkan matanya. Sepertinya dia sudah lupa bahwa dia sedang diserang. Satu hal yang dapat dilihat olehnya hanyalah pemandangan menakjubkan itu.     

Dia melupakan tentang kekuatan hukum; dia lupa tentang Jalur Agung. Dia menggunakan semua kekuatannya untuk berusaha merasakan gambaran di hadapannya. Sebelum ayahnya meninggal dunia, dia telah menggunakan kekuatan Renhuang untuk melangkah di atas Jalur Agung. Apakah dia juga menyaksikan hal-hal luar biasa yang dilihat oleh Huang Jiuge?     

Dong Chen mengerutkan keningnya. Tiba-tiba dia bisa merasakan sebuah tekanan yang dahsyat. Tekanan itu berada dimana-mana, seolah-olah itu adalah kekuatan Renhuang.     

'Tampaknya area ini tidak dapat menyimpan Jalur lainnya.'     

Tubuh Renhuang milik Huang Jiuge tampaknya menjadi semakin besar dan lebih kuat dari sebelumnya. Sebuah ledakan kekuatan muncul dari dalam tubuhnya, membuat tubuh vajra milik Dong Chen berada di bawah tekanan yang dahsyat.     

Pada saat itu, Huang Jiuge membuka matanya. Tampaknya kedua matanya telah berubah, menjadi lebih mengintimidasi dari sebelumnya. Saat dia menatapnya, Dong Chen merasa bahwa dia harus membungkuk hormat dan tunduk padanya.     

*Whoosh* Sebuah aura yang mengerikan menyebar di udara. Ilusi-ilusi yang mengerikan bermunculan, dan sebuah matriks pertempuran yang mampu menghancurkan langit dan bumi melesat ke depan dan menghantam tubuh Dong Chen dengan keras. Dia bisa merasakan auranya sedang dibombardir oleh serangan.     

"Ini adalah Jalur Renhuang." Dong Chen tentu saja dapat melihat darah Renhuang mengalir pada tubuh lawannya, meskipun Huang Jiuge belum pernah mendapatkan pencerahan.     

Tapi sekarang, dia bisa merasakan kekuatan dari Jalur Renhuang!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.