Legenda Futian

Membunuh Seorang Saint dengan Satu Jari



Membunuh Seorang Saint dengan Satu Jari

2Ada begitu banyak pulau di Laut Endless.     

Di antara pulau-pulau ini berdiri banyak kota dengan berbagai macam ukuran.     

Di bagian timur Laut Endless, terdapat sebuah pulau kecil yang tidak dikenal. Orang-orang yang menghuni pulau itu sangat sedikit, dengan populasi sekitar 100.000 orang di sana. Jika dibandingkan dengan Sembilan Negara, jumlah ini hanya akan setara dengan sebuah desa kecil.     

Pada saat itu, di ujung timur dari pulau itu, seorang lelaki tua yang mengenakan jubah panjang sedang duduk dengan tenang di atas batu sambil memancing. Dia mengenakan topi anyaman bambu di kepalanya dan wajahnya tampak tegas. Kedua matanya terpejam seolah-olah dia sedang tertidur.     

"Rupanya kau datang lagi kemari untuk memancing, Tetua Xi," panggil seorang lelaki tua berkulit gelap dari kejauhan sambil tersenyum. Dia sedang bersiap-siap untuk pergi ke laut untuk berburu monster.     

Ada monster laut yang tak terhitung jumlahnya di Laut Endless, dan setiap monster memiliki banyak sumber daya untuk berkultivasi. Karena sumber daya ini sangat langka di pulau ini, maka monster-monster laut ini adalah satu-satunya cara mereka dalam mendapatkan sumber daya tersebut.     

"Mm." Lelaki tua yang duduk di atas batu dengan mata terpejam itu mengangguk pelan. Dia membuka matanya dengan malas, lalu dia tersenyum pada lelaki tua lainnya dan berkata, "Kau sedang bersiap-siap untuk pergi ke laut? Aku dapat melihat bahwa ada gelombang besar di luar sana; pasti ada seekor monster raksasa di luar sana yang menyebabkan masalah. Bukankah sebaiknya kau mengurungkan niatmu untuk pergi ke laut hari ini?"     

"Tidak masalah. Putra dan menantuku adalah kultivator yang sangat kuat. Jika kami bertemu dengan seekor monster yang ganas, itu adalah hal yang luar biasa." Lelaki tua itu berbicara dengan jelas dan apa adanya. Tampaknya dia sangat bangga dengan anak-anaknya. Ada beberapa orang lainnya di belakangnya. Salah satu dari mereka bertelanjang dada, dan kulitnya berwarna gelap. Dia adalah sosok yang sangat kuat. Sementara dua orang lainnya adalah sepasang kekasih, keduanya terlihat sangat tidak ramah. Penampilan orang dapat berubah karena proses alami atau karena kultivasi, tetapi penampilan mereka juga dapat berubah karena efek lingkungan di sekitar mereka. "Tapi Tetua Xi, kau mungkin tidak akan mendapatkan banyak tangkapan di sini. Oh ya, muridmu tampaknya kurang latihan; mungkin dia jarang sekali menghadapi tantangan. Bagaimana kalau kau menyuruhnya keluar ke lautan bersamaku?" ujar lelaki tua itu sambil tersenyum saat dia memandang sosok yang berada di kejauhan.     

Pria itu berwajah tampan, berkulit putih dan tidak ada aura yang terpancar dari tubuhnya. Dia terlihat seperti sosok terpelajar. Tidak heran lelaki tua itu mengatakan hal seperti itu.     

"Muridku sangat malas, jadi aku membiarkannya duduk di sana," ujar Tetua Xi sambil tersenyum. Lelaki tua itu mengangguk, lalu dia membawa putra-putrinya serta menantunya ke sebuah perahu dan berlayar menuju laut. Mereka melambaikan tangan ke arah Tetua Xi yang sedang duduk di atas batu. Ketika sebuah perahu berlayar ke laut, nasibnya akan ditentukan oleh langit. Ini adalah sebuah pepatah populer yang ada di pulau itu.     

Ketika dia menyaksikan kapal itu berlayar, Tetua Xi berbisik, "Terkadang aku merasa iri pada mereka. Mereka mungkin tidak mengetahui seperti apa takdir mereka, tetapi mereka masih bisa bebas tersenyum."     

"Orang-orang di pulau ini mengatakan bahwa kita tidak pernah mengetahui kapan kita akan mati, jadi kita harus menjalani hidup dengan penuh senyuman." Di belakang lelaki tua itu, sang murid membuka matanya dan memandang ke arah perahu tersebut.     

"Lingkungan mereka mungkin telah mempengaruhi sikap mereka, tetapi itu terlihat seperti sikap optimis," ujar lelaki tua itu. "Aku punya firasat buruk. Sebaiknya kalian berdua pergi dari sini."     

Satu sosok lainnya berjalan ke arah mereka dari sebuah gunung yang berada di kejauhan. "Saudaraku," ujarnya, "Jika kau ingin pergi, pergilah."     

"Aku akan tetap tinggal di sini dan menemani guru kita," ujar pemuda itu.     

Tetua Xi menghela napas, lalu dia memandang ke kejauhan. Langit yang semula berwarna biru seperti air tiba-tiba diselimuti oleh awan-awan hitam, yang terlihat sangat mengerikan.     

Lautan itu sangat luas, tak berujung, dan terus berubah-ubah. Situasi di Laut Endless bisa berubah kapan saja.     

Bagaimana mungkin orang-orang yang tinggal di pulau kecil ini memahami hal tersebut?     

"Jika aku mengetahui bahwa situasinya akan menjadi seperti ini, aku tidak akan pernah mengambil jalan ini," Tetua Xi berbisik. Dia pernah menjadi sosok terkemuka di Sembilan Negara. Dia telah menguasai seluruh penjuru langit dan bumi, dan satu perintahnya dapat menyebabkan kematian ribuan orang.     

Tapi sekarang, dia menjadi seperti ini karena dia berusaha membalas dendam pada seorang kultivator muda. Apakah dia ingin mengatakan sesuatu tentang hal tersebut?     

Siapa yang mengira bahwa kultivator muda itu tidak hanya memiliki bakat yang luar biasa, tetapi pada kenyataannya, dia adalah kultivator paling berbakat di generasinya? Bahkan sejak dia pergi ke Dunia Atas, dia masih meraih reputasi yang luar biasa. Baik di Dunia Atas maupun Dunia Bawah, tidak ada seorang-pun yang menyamai dirinya.     

Dia masih ingat dengan jelas saat Perang Suci di Istana Holy Zhi berlangsung. Gambaran pemuda yang memancarkan cahaya menyilaukan itu masih terukir dengan jelas di dalam benaknya. Pada saat itu, dia menyadari bahwa pria itu tidak hanya sangat berbakat. Dan setelah itu, nasibnya tampaknya telah ditentukan.     

Tetapi dia tidak menyangka bahwa hal ini akan terjadi begitu cepat.     

Hembusan angin yang kencang membentuk gulungan ombak raksasa, dan kumpulan awan hitam telah menutupi langit. Hanya ada satu perahu yang mengambang di permukaan laut dan perahu itu tersapu ke dalam badai oleh sebuah ombak raksasa. Seekor monster yang mengerikan muncul di tengah-tengah badai tersebut. Tampaknya itu adalah seekor Flood Dragon. Tubuh dari monster itu muncul di tengah-tengah badai sambil menatap ke arah beberapa orang yang berada di atas perahu kecil tersebut. Monster itu membuka mulutnya, kemudian menerjang ke bawah untuk melahap mereka.     

Pada saat itu, sebuah aura yang tak tertandingi turun dari atas langit, menyelimuti seluruh area tersebut. Segala sesuatunya tampaknya telah membeku, dan pergerakan badai itu juga melambat. Naga itu memandang ke arah pantai dengan terkejut, dan rasa takut yang luar biasa dapat terlihat di kedua matanya yang berukuran besar. Tiba-tiba naga itu menundukkan kepalanya.     

Orang-orang yang berada di atas perahu tersebut menyaksikan pemandangan ini dengan terkejut. Perahu mereka telah terhempas ke udara, tetapi tampaknya pergerakan mereka telah diperlambat oleh sesuatu. Pergerakan naga yang berada di hadapan mereka dan badai yang mengerikan itu juga telah melambat. Tampaknya area di sekitar mereka telah terhenti total.     

"Enyahlah, monster iblis," tiba-tiba terdengar suara dari atas langit. Pada detik berikutnya, kekuatan yang mengerikan itu menghilang, dan naga itu berbalik dengan penuh ketakutan dan melarikan diri, menyelam kembali ke dalam laut. Sebuah tangan raksasa turun dari atas langit dan menarik perahu itu serta orang-orang di dalamnya kembali ke tepi pantai.     

Ketika lelaki tua itu dan yang lainnya kembali ke tepi pantai, mereka tampak sedikit terguncang. Tidak lama kemudian, mereka pulih dari keterkejutan mereka dan memandang ke arah lelaki tua itu, yang masih duduk di atas batu sambil memancing.     

Mereka melihat bahwa topi bambu yang dia kenakan telah terlepas dari kepalanya. Dia berdiri tegak di tempatnya, penampilannya sama sekali tidak terlihat seperti seorang lelaki tua. Tubuhnya memancarkan aura yang menakjubkan. Menurut pandangan lelaki tua itu, dia terlihat seperti seorang dewa.     

Terlebih lagi bukan hanya lelaki tua itu saja yang telah berubah. Bahkan muridnya kini memancarkan sebuah aura yang sangat tajam. Cahaya suci terpancar dari matanya saat dia memandang ke atas langit.     

Lelaki tua itu dan yang lainnya berlutut di permukaan tanah dan bersujud. Mereka tidak tahu harus berkata apa.     

Apakah mereka adalah dewa?     

Di atas langit, deretan awan telah berubah warna saat sebuah kekuatan yang menyesakkan menyebar ke bawah. Lelaki tua itu dan yang lainnya masih berlutut di atas tanah, tetapi mereka sepertinya merasakan sesuatu dan kini mendongak. Mereka melihat sekelompok orang muncul seperti para dewa di atas langit.     

Dua orang yang berada di bagian depan adalah seorang pria yang tampak menakjubkan serta memiliki aura yang tak tertandingi, dan satu sosok lainnya adalah seorang wanita, yang meskipun mengenakan pakaian pria, masih terlihat sangat cantik. Bagi orang-orang dari pulau kecil seperti itu, dia tampak seperti seorang dewi.     

Putri dari Kaisar Xia memang tampak seperti seorang dewi bagi orang-orang dari Sembilan Negara di Dunia Bawah.     

"Akhirnya mereka tiba di sini." Saint Xihua menghela napas secara diam-diam. Semenjak pria misterius itu mengancamnya, dia tahu bahwa hari ini akan datang.     

Tapi dia tidak menyangka bahwa Ye Futian kini sudah menjadi seorang Saint.     

Dia adalah seorang Saint, satu sosok yang luar biasa. Sudah berapa tahun dia berada di Dunia Atas?     

Sementara sang Puteri belum menjadi seorang Saint, Ye Futian telah berhasil melakukannya.     

"Salam hormat, Puteri," ujar Saint Xihua sambil menatap ke arah Xia Qingyuan. Hati lelaki tua yang sedang berlutut di atas tanah itu kini berdebar semakin kencang     

Sosok yang terlihat seperti dewa di mata mereka masih perlu menyapa orang-orang yang baru saja tiba?     

Lalu siapa sebenarnya orang-orang yang datang dari atas langit ini?     

"Saint Xihua, siapa yang memerintahkanmu untuk menyerang Istana Holy Zhi?" ujar Ye Futian sambil memandang mereka dari atas langit.     

Saint Xihua menatap ke arah Ye Futian. Ekspresinya sama sekali tidak terlihat gelisah. Dia tampak sangat tenang. Karena dia tahu bahwa hari ini akan datang dan dia sudah lama mengkhawatirkannya, sekarang setelah hari itu benar-benar tiba, dia merasa begitu tenang.     

"Selama Perang Suci berlangsung, kau telah memerintahkan orang-orang dari Istana Holy Zhi untuk menghancurkan Gunung Suci Xihua. Apakah aku memerlukan seseorang untuk memerintahkanku menyerang Istana Holy Zhi?" jawab Saint Xihua dengan tenang. "Ye Futian, aku juga ingin mengetahui sesuatu darimu. Sebenarnya kau ini siapa?"     

Ini adalah sebuah pertanyaan yang selama ini membuatnya bingung. Kala itu, Kaisar Xia telah memanggil semua orang di Sembilan Negara dan melarang mereka untuk menanyakan hal tersebut.     

Tapi sekarang larangan itu sudah tidak penting lagi.     

"Aku adalah Ye Futian, Pemimpin dari Istana Holy Zhi di Negeri Barren di wilayah Sembilan Negara, yang berada di bawah kekuasaan Dunia Kaisar Xia," ujar Ye Futian dengan suara keras.     

Saint Xihua tertegun ketika dia mendengar hal ini. Lalu dia tersenyum dan tidak bertanya apa-apa lagi.     

Dia adalah Ye Futian, Pemimpin dari Istana Holy Zhi di Negeri Barren.     

Itu sudah cukup untuk menjawab pertanyaannya.     

Konflik di antara mereka bermula dari hal tersebut.     

"Ketika aku memikirkan kembali saat Liu Zong ingin bertarung denganmu, hal itu tampak konyol sekarang. Pertama-tama Saint Zhi, kemudian Saint Chess, lalu akhirnya Raja Suci Zhou Agung. Siapa yang mengira bahwa kau akan berkembang begitu cepat? Jika kami mengetahui bahwa kau akan meraih pencapaian seperti itu hanya dalam kurun waktu beberapa tahun, mungkin tidak akan ada yang menganggap Negeri Barren sebagai negara yang lemah," ujar Saint Xihua sambil tersenyum. Dia berbicara dengan santai dan tampak sangat tenang.     

Sementara itu, Saint Rain naik ke atas langit, dan seberkas cahaya yang menyilaukan terpancar dari tubuhnya. Jubah panjangnya berkibar tertiup angin saat aura Saint terpancar keluar.     

Cahaya yang menyilaukan bersinar dari matanya. Dia memandang ke arah Ye Futian dan berkata, "Karena kau sudah menjadi seorang Saint sekarang, maka aku bisa bertarung denganmu."     

Saat Saint Rain mengatakan hal ini, dia melangkah ke depan menuju Ye Futian, yang berada di atas langit. Dia mengangkat tangannya dan membuat gerakan mencengkeram di udara. Dalam sekejap, ruang dan waktu sepertinya telah membeku. Seolah-olah area itu telah membatu dan menjadi padat.     

"Apakah kau sudah siap untuk itu?" Ye Futian mengambil satu langkah ke bawah dan mengarahkan jarinya pada Saint Rain. Saat dia melakukan hal tersebut, sebuah badai pedang yang sangat kuat bergejolak, bergerak menembus udara. Bagian ujung jarinya dikerahkan ke permukaan tanah, dan sebilah Pedang Penakluk Langit muncul, memotong kekuatan yang membekukan langit dan bumi.     

*Boom* Terdengar sebuah suara keras saat kekuatan dari Jalur Agung memadat. Batu-batu raksasa yang tak terhitung jumlahnya bermunculan dan membentuk sebuah dinding yang menyelimuti sekujur tubuh Ye Futian, namun dinding itu dihancurkan saat Ye Futian mengarahkan jarinya pada bongkahan batu tersebut.     

Bukan hanya itu saja, badai pedang yang mengerikan itu kini menyelimuti Saint Rain. Cahaya Suci mengalir di sekitar Ye Futian, dan perlahan-lahan menjadi semakin terang. Bagian ujung jarinya terus diarahkan ke permukaan tanah, dan Pedang Penakluk Langit mengikuti pergerakan jarinya. Udara berguncang hebat saat segala sesuatunya dihancurkan, dan pedang itu kini menerjang ke arah Saint Rain.     

Saint Rain merespon dengan mengayunkan tangannya, dan sebuah kekuatan pertahanan yang kokoh muncul di sekitarnya, tampaknya dia berusaha membekukan udara di sekitarnya. Sebuah dinding batu yang terbuat dari kekuatan Jalur Agung telah muncul, melintas di antara langit dan bumi.     

Ye Futian kembali mengambil langkah ke bawah, dan kakinya menginjak langit dan bumi. Dia terus menekan ke bawah dengan jarinya, dan tiba-tiba aura pedang itu menembus dinding batu tersebut, menghancurkannya dan langsung menembusnya.     

Terdengar suara berderak saat seberkas sambaran petir berwarna emas melintas, aura pedang yang menakjubkan itu menebas ke arah Saint Rain, dan menusuk tubuhnya.     

Pada detik berikutnya, cahaya yang menyilaukan bersinar dari tubuh Saint Rain. Saat ini tubuhnya hancur menjadi potongan-potongan yang tak terhitung jumlahnya, kemudian menghilang dari muka bumi!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.