The Alchemists: Cinta Abadi

Percakapan Mertua & Menantu



Percakapan Mertua & Menantu

3Aleksis menggeleng. "Tentu saja tidak. Kau akan mengingat semua yang terjadi selama enam tahun terakhir. Kau tidak akan melupakan apa pun."     

Vega menghela napas lega. Ia telah merasakan betapa ngerinya kehilangan ingatan selama enam tahun ia terpisah dari keluarganya kemarin. Ia tidak mengetahui siapa dirinya, bagaimana masa lalunya, dan harus mengalami begitu banyak hal membingungkan karena hal itu.     

Ia tak mau mengalami itu untuk kedua kalinya, dan kehilangan ingatan dari enam tahun terakhir hidupnya sebagai Fee Lynn-Miller. Kalaupun ingatannya sejak kecil hingga usianya 16 tahun dapat kembali, ia tak ingin kehilangan ingatannya sejak ia diculik... hingga kini.     

"Oh.. syukurlah," kata Vega lega.     

"Kau tidak usah kuatir. Kurasa semuanya akan baik-baik saja. Kita akan segera mendapatkan jawaban dari kakekmu," kata Aleksis sambil merangkul anak perempuannya. Wajahnya terlihat lega sekali. "Hmm.. apakah kau sudah makan siang?"     

Vega menggeleng. "Belum. Kami baru tiba beberapa jam yang lalu."     

"Ah... syukurlah. Kalau begitu kita bisa makan siang bersama. Tapi kita harus tunggu ayahmu dulu selesai bicara dengan Renald." Aleksis sangat terharu karena anak perempuannya telah kembali, tetapi ia masih merasa sedih karena ingatan Vega belum kembali. Ia kembali mencium rambut anaknya dan menggandengnya berjalan keluar kamar. "Ayo kita duduk di cabana dan mengobrol. Ibu sangat ingin mendengar bagaimana kehidupanmu selama ini."     

Aleksis dan Alaric telah mendapatkan laporan singkat tentang kehidupan Vega selama ia menjadi Fee Lynn-Miller dan mereka telah mengirim orang-orang mereka untuk menyelidiki semua orang yang ada di Salzsee, dan orang-orang yang berhubungan dengan keluarga Lynn-Miller yang menjadi 'keluarga' Vega selama ini.     

Namun, sebelum mereka mendapatkan informasi lebih lengkap, Aleksis juga ingin mendengar secara langsung dari putrinya, apa saja yang terjadi kepadanya.     

Mereka berjalan melintasi ruang tengah villa menuju kolam renang besar yang menghadap ke laut lepas, lalu duduk di cabana bersama. Ireland dan Scotland sebenarnya ingin mengikuti langkah ibu dan kakak perempuan mereka, tetapi Altair segera mencegah mereka.     

"Biarkan ibu dan Vega bicara berdua," katanya kepada kedua adik lelakinya. "Nanti kalian bisa bertemu Vega dan menghabiskan waktu bersamanya."     

Kedua anak lelaki kembar itu mengangguk paham. Mereka tahu orang tua mereka sangat merindukan Vega dan memerlukan waktu untuk melampiaskan kerinduan mereka kepada kakak mereka yang telah hilang itu.     

Sementara itu, Mischa memperhatikan Vega dan Aleksis berjalan keluar dengan pandangan dipenuhi kelegaan. Ia ingat tahun-tahun belakangan ini saat ia bertemu Aleksis, ia hampir tidak pernah melihat wanita itu tersenyum. Kini, ia merasa lega karena setelah bertahun-tahun, ia dapat kembali melihat senyum lebar tersemat di wajah Aleksis.     

Ia telah menanggung rasa bersalah selama bertahun-tahun karena ia merasa bertanggung jawab atas hilangnya Vega. Walaupun sama sekali tidak ada yang menyalahkannya, Mischa merasa bahwa Vega tidak akan berhasil diculik orang kalau seandainya ia mengabaikan pancingan dari penculik Lisa. Bagaimanapun, Lisa telah mati ketika ia tiba.     

Namun, nasi sudah menjadi bubur.     

***     

Alaric berjalan santai dengan kedua tangan di saku menuju pantai. Ren mengikuti di belakangnya dengan sikap tenang. Ia ingin tahu apa kira-kira yang ingin disampaikan oleh Alaric kepadanya.     

Mereka berhenti di tepi pantai, di atas batu karang yang menonjol ke arah lautan. Selama beberapa saat, Alaric tidak bicara apa-apa. Ren juga tidak berinisiatif untuk memulai pembicaraan. Ia tidak berniat membahas apa pun dengan Alaric selama Alaric tidak memulainya.     

Angin berhembus semilir meniup rambut mereka dan matahari di belahan katulistiwa yang panas menerpa kulit mereka saat kedua pria itu berdiri tegak bagaikan patung menghadap ke lautan biru di depan mereka. Keduanya terlihat bagaikan monumen yang kukuh dan tampak misterius.     

"Kau mencintai anak perempuanku?" Akhirnya terdengar suara Alaric bertanya. Ia tidak menoleh kepada Ren. Suaranya terdengar tegas dan dingin.     

Laki-laki lain mungkin akan merasa jerih mendengar nada yang sedikit mengancam dalam suara Alaric, tetapi Ren bukanlah orang yang mudah diintimidasi.     

"Benar," jawab Ren, berbohong. Ia mencintai Vega sebagai ibu dari anak-anaknya, bukan sebagai wanita. Namun, ia tidak mau menjelaskan secara mendetail.     

Biarlah Alaric mengira hubungan cintanya dengan Vega seperti pasangan lain pada umumnya. Ia tidak ingin membuka rahasia rumah tangganya bahkan kepada Alaric sekalipun.     

"Hmm.. Kau tidak pernah memiliki kekasih," komentar Alaric. Ia telah menyelidiki latar belakang Ren secara sekilas dalam perjalanan ke Pulau F dan menemukan bahwa ia belum pernah menjalin hubungan cinta dengan wanita mana pun sebelum ia menikah dengan Vega.     

"Aku memang belum pernah jatuh cinta," jawab Ren santai. Kali ini ia tidak berbohong.     

"Mengapa kali ini kau tahu bahwa kau mencintai Vega?" tanya Alaric lagi.     

"Aku tahu saja," balas Ren. "Sama seperti kau tahu bahwa kau mencintai istrimu."     

Alaric terdiam mendengar jawaban Ren. Sebenarnya dalam hati Alaric merasa terkesan karena Ren sama sekali tidak terlihat terintimidasi oleh dirinya.     

Ia sudah banyak bertemu manusia di dunia ini. Orang-orang yang tidak mengenalnya secara pribadi akan merasa jerih dan segan kepadanya. Hanya keluarga dan orang-orang dekatnya saja yang bisa bersikap nyaman di dekatnya, karena mereka tahu siapa dia sebenarnya.     

Mereka tahu bahwa Alaric sangat loyal dan protektif terhadap keluarga dan orang-orang yang dekat dengannya. Mereka tidak perlu takut kepadanya.     

Tetapi orang luar berbeda. Mereka akan merasa sungkan dan takut melihat pandangannya yang tajam dan dingin. Ia juga tidak pernah menyembunyikan ketidaksukaannya kepada kebanyakan manusia.     

Tetapi, sedari tadi, Ren sama sekali tidak terlihat takut kepadanya. Malahan, kalau intuisi Alaric dapat dipercaya, ia merasa bahwa menantunya ini sebenarnya tidak menyukainya.     

"Apa yang membuatmu memutuskan untuk menikahi Vega?" tanya Alaric lagi. Kali ini ia memandang tepat ke arah Ren. Ia ingin melihat sorot mata pria itu saat menjawab pertanyaannya. Ia akan tahu jika Ren berbohong.     

Ren mengangkat bahu.     

"Aku bertemu dengannya pada musim gugur dua tahun lalu di sebuah desa cantik di tepi danau. Aku merasa sangat tertarik kepadanya karena menurutku Fee.. uhm, Vega, sangat cantik dan sikapnya sangat menyenangkan." Sepasang mata cokelatnya tampak dipenuhi nostalgia, dan hal itu tidak luput dari penglihatan Alaric. "Hmm.. entahlah. Saat aku bersamanya, aku merasa damai dan bahagia."     

Alaric tersenyum tipis mendengar kata-kata Ren. Ia ingat bahwa anak perempuannya memang sangat istimewa. Vega selalu memiliki aura hangat dan membawa kebahagiaan kemana pun ia pergi. Kesukaannya adalah bernyanyi bagi tanaman di sekitar rumah mereka. Dan tanaman yang mendengar nyanyiannya akan tumbuh dengan lebih sehat dan berbunga lebih cantik.     

Ia tahu bahwa Ren tidak berbohong. Vega memang dapat membuat orang di sekitarnya merasa damai dan bahagia.     

"Aku tahu..." Alaric mendesah pendek. Ia sangat sedih membayangkan bahwa anak perempuannya justru hidup menderita selama bertahun-tahun saat direnggut dari keluarganya. Namun demikian, ia masih tetap dapat membuat orang di sekelilingnya merasa bahagia, termasuk Ren, yang kemudian menjadi suaminya.     

"Aku.. punya masalah insomnia sangat parah," Ren menambahkan. "Kurasa kau tahu itu, mengingat kau sudah menyelidiki tentang aku selama ini."     

Ia menyindir Alaric yang tadi menyebutnya tidak pernah memiliki kekasih. Tentu Alaric tahu informasi personal itu karena ia telah menyelidiki segala sesuatu tentang Ren.     

Bagi orang yang demikian berpengaruh seperti Alaric, memperoleh informasi demikian tentu sama sekali tidak sulit. Ren juga sengaja tidak menutup-nutupi kehidupan masa lalunya sebagai Ren Hanenberg.     

Dengan sangat hati-hati ia telah menghilangkan berbagai jejak yang akan dapat menghubungkannya dengan identitasnya sebagai Skia dan juga hubungannya dengan Sophia. Siapa pun tidak akan tahu.     

"Lalu?" tanya Alaric.     

"Vega membuatku merasa begitu tenang dan bahagia, sehingga aku tidak lagi memerlukan banyak obat tidur hanya untuk bisa beristirahat. Bisa dibilang... aku membutuhkannya dalam hidupku. Lalu, mengapa tidak aku hidup bersamanya dan menjadikannya istriku? Dia mencintaiku, dan aku membutuhkannya. Kurasa kami sama-sama mendapatkan apa yang kami inginkan."     

Alaric menatap Ren dengan tajam. Ia tidak suka dengan dua kalimat terakhir Ren yang menyiratkan bahwa Ren sebenarnya tidak mencintai Vega.     

.     

.     

>>>>>     

From The Author:     

Duh, saya masih sibuk banget dengan berbagai seminar kerjaan. Utang bab saya udah dua bab ya, tambah satu lagi hari ini. Pasti saya balas kok. Tenaaaang. Tunggu saya beresin semua tugas seminar saya yaa.. Terima kasihhh karena teman-teman sudah super bersabar. #muahhh     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.