Nyonya Sudah Datang
Nyonya Sudah Datang
Apakah ini benar?
Pantas saja ia merasa ada sesuatu yang aneh saat menerima pesan dari Karl kemarin untuk buru-buru datang ke Moravia menemuinya. Rupanya ia dijebak. Bukan Karl yang mengirim pesan itu kepadanya, melainkan...
Siapa yang melakukan ini?
Apakah Alaric yang sudah mengetahui keterlibatan Sophia dalam penculikan anak perempuannya?
Dada Sophia seketika berdebar sangat kencang. Namun demikian, gadis itu tetap berusaha menata ekspresinya agar tidak terlihat takut ataupun cemas. Bagaimanapun, ia adalah seorang gadis bangsawan yang telah hidup selama ratusan tahun.
Ia sangat pandai menata sikapnya senantiasa terlihat anggun dan berkelas, apa pun yang terjadi. Ia lalu menekan keningnya dan terlihat mengernyit kesakitan.
John yang berdiri di sudut ruangan segera memperhatikan ekspresi kesakitan gadis itu dan segera mendekatinya.
"Nona tidak apa-apa?" tanyanya.
Sophia memejamkan mata dan menggeleng. "Uhmm.. aku tidak apa-apa."
Ia melambaikan tangannya seolah menunjukkan bahwa ia menganggap ringan sakit kepala yang dideritanya. Namun kemudian, ekspresi kesakitannya tampak semakin intense. Hal ini tentu saja membuat John tidak dapat tinggal diam.
Ren telah menyuruhnya membawa Sophia dari bandara ke penthouse milik Ren dan menunggu kedatangan Karl. Nanti kalau Karl datang, John harus membiarkan mereka pergi.
Sophia dan Karl sama sekali tidak mengetahui hal ini. Karl mengira Ren benar-benar serius akan membunuh Sophia melalui tangan John.
Karena itulah Karl dengan terburu-buru segera menyuruh Sophia untuk melarikan diri, sementara ia berusaha mencari tempat yang aman bagi mereka untuk bertemu.
Sophia yang disuruh melarikan diri oleh Karl segera memikirkan rencana untuk mengecoh John dan pergi dari penthouse. Karena itulah, sekarang ia berakting seolah-olah ia sedang sakit.
"Uhm... aku mau ke toilet," kata Sophia. "Apakah ada obat sakit kepala di toilet?"
John mengangguk. "Ada obat-obatan di kamar mandi tamu. Silakan ikut saya, Nona."
"Hm.. terima kasih," Sophia berjalan dengan terhuyung-huyung mengikuti John.
Di sepanjang perjalanan menuju toilet, matanya nyalang memperhatikan sekelilingnya. Tadi ia sudah melihat ada pot bunga keramik yang cukup besar di meja konsol yang menempel ke dinding di sebelah kiri.
Kalau ia bisa memukul John secara tiba-tiba dengan pot itu, tentu ia akan membuat laki-laki ini pingsan dan ia dapat melarikan diri.
Sophia berjalan ke arah meja konsol dan berpura-pura menyandarkan tangannya di sana, seolah hendak menopang tubuhnya yang sedang terhuyung akibat sakit kepala hebat. John yang menyadari gadis itu berhenti berjalan segera menghampirinya. Sophia tampak benar-benar kesakitan.
"Nona, apa perlu saya panggilkan dokter?" katanya sambil menghampiri Sophia.
Ketika John hampir tiba, Sophia menjatuhkan tasnya ke lantai.
"Ahh.. maafkan aku. Kepalaku pusing sekali. Bisakah tolong ambilkan tasku?" tanya gadis itu dengan mata berkaca-kaca.
John mengangguk. Ia membungkuk dan mengambil tas Sophia dari lantai. Ketika ia sedang membungkuk itulah, Sophia mengambil vas bunga yang berat dari atas meja dan menghantamkannya ke tengkuk John.
"Ahh.." John yang tidak mengira akan diserang tiba-tiba oleh wanita anggun yang terlihat sedang sakit itu, tidak dapat menahan hantaman pada tengkuknya dan segera terjerembab jatuh ke lantai dengan bunyi bergedebuk. Ia pun pingsan.
"Oh Tuhan..." Sophia yang gemetaran menjatuhkan vas yang ada di tangannya ke lantai. Ia lalu mengebas-kebaskan tangannya yang terasa sakit akibat menahan berat vas tadi.
Setelah memastikan John memang pingsan, ia lalu menggeledah pakaian pria itu dan mengambil pistol dari balik jasnya. Sophia menaruh pistol itu ke dalam tasnya lalu bergegas keluar dari penthouse.
Dengan tergesa-gesa, Sophia masuk ke lift dan turun ke lobi. Sesampainya di sana, ia minta dipanggilkan taksi.
"Kemana tujuan Anda, Nona?" tanya resepsionis dengan ramah sambil memegang gagang telepon dengan tangan kanannya.
Sophia melambaikan tangannya dengan tidak sabar. "Ke bandara."
Menurutnya, bandara adalah tempat yang aman karena di situ ramai dan ia dapat menghilang di antara orang banyak. Ia juga dapat segera melarikan diri dengan berbagai penerbangan yang tersedia.
Ia hanya perlu menunggu Karl.
Ah... kenapa jadi begini? pikirnya dengan resah.
Mereka sudah sangat dekat.
Sophia sudah dapat menebak apa yang direncanakan Karl dan Ren ketika ia membaca berbagai berita tentang putra mahkota kerajaan Moravia di internet yang mengumumkan pernikahannya dengan seorang gadis desa.
Ia segera meneliti semua foto yang tersebar dari liburan Ren dan Vega di Bali dan dapat mengenali wanita yang bersama Ren itu sebagai anak perempuan Alaric.
Tidak diragukan lagi. Walaupun warna rambut dan matanya berbeda, wajah gadis itu sangat mirip dengan sepupunya yang brengsek itu.
Sophia adalah gadis yang cerdas. Ia dapat menghubungkan peristiwa penculikan itu dengan pernikahan sang pangeran, dan sekarang konferensi pers yang dilakukannya.
Itu artinya, keponakan Karl telah berhasil masuk ke dalam klan Alchemist. Mereka telah mendapatkan apa yang menjadi tujuan mereka. Begitu mereka masuk... Sophia dapat membayangkan bahwa mereka akan pelan-pelan menghancurkan klan itu dari dalam.
Tapi.. mengapa sekarang tiba-tiba situasinya berbalik? Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah memang Alaric sudah mengetahui bahwa mereka adalah dalang di balik penculikan Vega?
Apakah sekarang Alaric sedang mengejar mereka?
Sophia meremas-remas tangannya yang mulai berkeringat karena cemas. Namun demikian, wajahnya yang cantik tetap terlihat tenang di permukaan.
Begitu taksi yang dipanggil resepsionis tiba, Sophia segera mengucapkan terima kasih dan masuk ke dalamnya.
"Ke bandara, Pak," kata gadis itu setelah ia duduk di kursi belakang. Pengemudi taksi mengangguk hormat dan segera melajukan kendaraannya ke arah bandara Almstad Internasional.
Setelah ia menenangkan diri di dalam taksi, Sophia segera membuka ponselnya dan mengirim pesan ke nomor Karl yang tadi menghubunginya.
Selama ini, Karl selalu menghubunginya lewat saluran rahasia dan tidak langsung ke ponselnya sendiri, melainkan ponsel stafnya di kafe. Tetapi hari ini Karl langsung menghubunginya tanpa perantara yang menandakan bahwa situasi mereka sangat gawat.
Akhirnya Sophia dapat mengirim pesan balik kepada Karl.
[Aku menuju bandara. Kita bertemu di sana?]
[Baik.]
Sophia menyimpan ponselnya dan meremas tasnya dengan dada berdebar-debar. Perjalanan ke bandara yang seharusnya hanya berlangsung setengah jam, kini terasa begitu lama.
***
Sementara itu, Ren yang baru tiba di mansionnya tampak terkejut ketika melihat Linda menyambutnya di pintu dengan mata berkaca-kaca.
"Ah.. Tuan sudah pulang," kata wanita itu sambil mengusap matanya yang basah.
"Ada apa, Linda? Kenapa kau menangis?" tanya Ren keheranan. "Apakah ada masalah?"
Linda menggeleng. "Tidak, Tuan. Ini air mata kebahagiaan..."
Ren menatap Linda dengan tajam. "Apa maksudmu?"
Linda tersenyum lebar sambil mengusap air matanya lagi. "Nyonya... nyonya sudah datang."