Karl & Sophia
Karl & Sophia
Gadis ini memang sangat pandai menguasai diri. Walaupun ia sebenarnya sedang sangat kalut akibat memikirkan situasi berbahaya yang sedang menimpanya, gadis itu tetap dapat terlihat santai di permukaan.
Ia menunjukkan identitasnya kepada petugas keamanan bandara dan masuk ke dalam sebuah kafe cantik yang letaknya di sudut terminal. Seharusnya Karl sudah tiba di sana dan menunggunya.
Sophia menarik napas panjang ketika ia melangkah memasuki kafe dan memesan kopi. Dari sudut matanya ia melihat Karl sudah duduk di sudut kafe dengan sebuah buku. Ahh.. pria itu memiliki ketenangan yang sama seperti Sophia.
Dalam hati, gadis itu memuji ketenangan Karl. Ia selalu tampak kalem dan terkendali. Selama hampir dua belas tahun mengenal Karl, walaupun mereka jarang bertemu, Sophia selalu merasa terkesan setiap ia mendengar Karl bicara.
"Selamat siang, apakah kursi ini kosong?" tanya Sophia dengan suaranya yang merdu kepada Karl yang sedang membaca bukunya. Gadis itu memegang cangkir kertas berisi kopinya di tangan kiri sementara tangan kanannya membawa tas tangannya.
Karl menggeleng dan mempersilakan Sophia duduk. "Silakan."
Pria itu memperhatikan Sophia saat gadis itu duduk dengan anggun. Ia menyesap wine di gelasnya dan mendeham.
"Semuanya sudah berakhir."
Kata-katanya diucapkan dengan tenang dan tanpa emosi, tetapi Sophia dapat merasakan sedikit rasa sedih di sana. Hal ini membuat Sophia terhenyak.
Berakhir? Apa yang berakhir? Kenapa?
Apakah Alaric sudah mengetahui semuanya?
Ia menatap Karl dengan pandangan tajam. "Apa maksudmu? Kau dan keponakanmu... tidak lagi ingin menghancurkan keluarga Alaric?"
"Kurasa kerusakan yang kita timbulkan sudah cukup dan ia sudah merasakan hukumannya," kata Karl.
Ia sebenarnya merasa hukuman yang diterima Alaric masih jauh dari cukup. Sampai pria itu kehilangan semuanya... Karl merasa apa yang ia terima masih tidak sepadan dengan kejahatan Alaric di masa lalu.
Namun, ia tak dapat melupakan sorot mata Ren tadi di kantornya. Baru kali ini Karl melihat betapa keponakannya itu sangat menderita.
Karl sangat menyayangi Ren, karena Ren adalah peninggalan satu-satunya dari Friedrich yang sangat ia cintai. Ia bahkan menyayangi Friedrich melebihi dirinya sendiri. Tentu, ia tidak akan tega membiarkan Ren, anak Friedrich, menderita karena perbuatannya.
Kalau Ren ingin mereka berhenti, maka Karl akan berhenti.
Kalau Ren ingin ia mengorbankan diri... maka Karl akan melakukannya.
Ia hanya berharap setelah ia pergi Ren akan dapat hidup dengan baik, karena setelah Karl menghilang dari kehidupannya, Ren akan benar-benar sendirian.
"Kau sungguh berpikir begitu?" tanya Sophia dengan tajam.
Ia masih menginginkan semua hartanya dikembalikan. Sudah selama belasan tahun ia hidup miskin setelah sebelumnya bergelimang kekayaan.. Ia tidak terima jika harus menghabiskan seumur hidupnya yang panjang dengan hidup susah.
"Kalau yang kau pikirkan adalah hartamu, aku bisa memberikan kepadamu hidup yang layak," kata Karl dengan tenang. Ia menyentuh pipi gadis itu dan menatapnya lekat-lekat. "Apakah kau lebih mementingkan hidup bergelimang harta tetapi selalu dalam keresahan, atau kau mau hidup tenang?"
Sophia menyentuh tangan Karl di pipinya. Entah kenapa hari ini Karl tampak berbeda. Ia tidak sedingin biasanya.
"Kau ingin aku melakukan apa?" tanya Sophia.
"Ikutlah denganku. Kita pergi dari sini dan memulai hidup baru. Kita lupakan semua yang telah terjadi." Tatapan mata pria itu membuat Sophia tertegun.
"Kau...ingin aku ikut denganmu?" suara Sophia bergetar saat mendengar kata-kata Karl. Ia menatap lelaki tampan berusia setengah baya di depannya. Karl selalu terlihat gagah dan menarik walaupun umurnya tahun ini menginjak 48 tahun. Orang-orang akan mengira ia masih berusia di akhir 30-an.
Selama puluhan tahun ia hanya memfokuskan diri untuk membalas dendam dan tidak pernah memberati dirinya dengan wanita dan keluarga. Bahkan terhadap Sophia, ia selalu menjaga jarak, dan tidak pernah membiarkan dirinya terlalu dekat.
Tetapi kini, ia menunjukkan sikap mesra kepada gadis itu di tempat umum. Sophia ingat malam-malam panas yang mereka lalui berdua saat Karl membuka diri kepadanya, yang sangat jarang ia lakukan.
Kini gadis itu membayangkan kemungkinan baru... bahwa ia dan pria ini sekarang akan dapat bersama sepenuhnya.
Ahh.. ia menatap Karl tepat di kedua matanya dan membayangkan hidup mereka bersama.
Ia menyukai apa yang dilihatnya.
Karl tersenyum dan mengusap pipi Sophia, turun hingga ke dagunya, lalu ia menarik kepala gadis itu mendekat ke arahnya. Karl lalu memiringkan wajahnya dan mencium bibir Sophia dengan lembut.
Sepasang mata ungu Sophia membeliak kaget selama beberapa detik, karena ia tidak mengira Karl akan menciumnya di tempat umum seperti ini. Kemudian tangannya spontan menyentuh kepala Karl dan meremas rambutnya.
Sophia membalas ciuman pria itu dengan penuh perasaan.
Setelah lebih dari sepuluh tahun menjalin hubungan yang ambigu, rasanya kali ini Sophia mendapatkan kejelasan dari Karl.
"Terima kasih," bisik Karl setelah ia melepaskan bibirnya dari bibir Sophia dan hidung mereka bersentuhan.
"Aku akan ikut denganmu," kata Sophia dengan tegas. "Kalau itu yang kau inginkan."
"Aku memiliki sebuah rumah di Jerman," kata Karl. "Aku ingin membawamu ke sana. Kita bisa memulai hidup baru."
Karl sebenarnya sangat ingin membeli rumah peninggalan keluarga Neumann dulu, tempat ia menikmati masa kecilnya bersama mereka, satu-satunya keluarga yang ia miliki di dunia ini setelah orang tua kandungnya membuangnya di rumah sakit.
Namun ia harus menahan diri dan membatalkan niatnya karena ia tidak ingin menarik perhatian dan membuat dirinya terhubung dengan Ren sebagai anak Friedrich Neumann. Karena itu ia membeli rumah lain yang berada di kota yang sama.
Ke sinilah ia kadang-kadang pergi menenangkan diri. Ia tak mengira suatu hari nanti ia akan kembali ke sana dengan membawa seorang wanita.
Ia menatap Sophia dan mengagumi kecantikan wajah gadis ini. Bukan saja Sophia memiliki kecantikan khas seorang gadis Alchemist yang diberkahi dengan garis-garis wajah sempurna dan kulit halus bak porselen.
Ia juga adalah seorang gadis berdarah bangsawan yang memiliki kelas dan keanggunan seorang gadis kalangan atas. Selain itu, Sophia juga sangat cerdas dan berpendidikan. Bagi Karl, ia adalah wanita sempurna.
"Aku sudah menyiapkan tiket untuk kita. Kita akan berangkat sebentar lagi," kata Karl. "Tidak perlu membawa apa pun."
"Hmm... aku membawa senjata di dalam tasku," kata Sophia. "Aku merebutnya dari laki-laki yang mengawasiku. Aku memukulnya hingga pingsan."
"Ahh.. kau pandai sekali," kata Karl memuji. Ia menepuk bahu Sophia sambil tersenyum. Sophia tidak menyadari bahwa senyuman pria itu tidak sampai ke matanya.
Gadis itu tampak berseri-seri mendengar pujian Karl. "Aku harus menyingkirkan pistol ini sebelum kita masuk ke dalam terminal. Biar aku ke toilet wanita dan membuangnya di tempat sampah."