The Alchemists: Cinta Abadi

Tangis Vega Dan Ren



Tangis Vega Dan Ren

3Ren menatap Vega dengan pandangan bingung. Ia tidak mengerti kenapa ia mengucapkan kata-kata barusan.     

"Vega, aku..." Ia menelan ludah.     

Vega melepaskan genggaman tangan Ren dari tangannya dan beringsut menjauhi pria itu di sofa. "Jangan sentuh aku."     

Suara Vega yang bergetar terasa menusuk lubuk hati Ren. Ia menatap wanita itu dengan hati yang seolah dicabik-cabik.     

"Aku tidak mau kau membenciku," kata Ren dengan nada putus asa. Ia menghormati keinginan Vega untuk menjauh darinya, karena itu ia tidak memaksa mendekat. Ia hanya menatap Vega dari tempatnya duduk dengan mata berkaca-kaca.     

"Aku ingin tahu... kenapa," kata Vega sambil mengusap matanya yang banjir air mata. Ia menegarkan hati dan balas menatap Ren lekat-lekat.     

Ia telah berkali-kali bermimpi bertemu dengan Ren saat komplotan penjahat itu hendak menghapus ingatannya. Ia tidak ingat apa yang diucapkan pria itu kepadanya saat itu, tetapi ia dapat mengingat wajahnya.      

Ren dalam mimpinya itu terlihat jauh lebih muda lagi dari sekarang. Wajahnya yang tampan terlihat begitu dingin dan dipenuhi dendam. Berkali-kali Vega bangun dengan bermandikan keringat dingin akibat mimpi buruknya, dan hatinya terasa begitu sakit.     

Beberapa hari pertama, ia tidak percaya bahwa orang yang dilihatnya itu adalah Ren. Namun, seiring dengan mulai pulihnya ingatannya akibat terapi yang dilakukan Lauriel, Vega mulai memikirkan bahwa semua peristiwa yang terjadi antara dirinya dan Ren sejak mereka pertama bertemu di Salzsee, terlalu penuh dengan kebetulan.     

Akhirnya, ia pun memutuskan untuk mengkonfrontasi sendiri suaminya. Ia pergi diam-diam ke Almstad untuk menanyakan kebenarannya kepada Ren. Ia tidak ingin memberi tahu orang tuanya, karena Vega takut mereka akan segera menghukum Ren atau mengintimidasinya sebelum kebenaran terungkap.     

Ia meminta ramuan veritaserum dari Lauriel, sebagai satu-satunya orang yang mengetahui tujuan kepergiannya ke Almstad.     

Ia mendengar dari Altair bahwa kakek mereka memiliki berbagai ramuan yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, dan salah satunya adalah veritaserum yang akan memaksa orang untuk berkata jujur.     

Untuk menghilangkan kecurigaan Ren, ia memberikan ramuan itu kepada Linda untuk disajikan dalam bentuk teh, supaya Ren meminumnya. Lalu Vega akan mengkonfrontasi suaminya.     

Walaupun ia memiliki kecurigaannya sendiri... dalam hati, Vega tetap berharap bahwa suaminya tidak bersalah.     

Walaupun Ren mengaku tidak dapat mencintainya, tetapi Vega sangat mencintai laki-laki ini. Mereka telah bersama selama hampir dua tahun, dan perasaannya kepada Ren telah terpupuk sangat dalam.     

Ketika ia mendengar kata-kata Ren, yang mengonfirmasi kecurigaannya, bahwa Ren terlibat dalam peristiwa penculikannya... tanpa dapat ditahan lagi, air mata Vega kembali membanjir. Hatinya terasa sakit seolah disayat-sayat sembilu.     

"Sayang..." Ren tidak tahu harus berkata apa. Ia takut jika ia bicara, ia akan mengucapkan hal-hal yang seharusnya tidak boleh ia ucapkan. Dari sudut matanya ia menangkap bayangan cangkir teh yang tadi diminumnya.     

Pikirannya segera bekerja dan ia menjadi curiga bahwa teh yang tadi diminumnya bukanlah teh biasa. Apakah Vega menaruh sesuatu di dalamnya yang membuat Ren tidak dapat berbohong?     

Oh, Tuhan...     

"Vega... kumohon," Ren mengangkat tangannya dan berusaha menjangkau Vega, tetapi gadis itu menggeleng-geleng dan tubuhnya mengkerut ketakutan.     

Melihat sikap tubuh Vega yang terlihat takut kepadanya, Ren secara spontan mundur. Ia tidak mau Vega takut kepadanya.     

"Aku tidak akan mendekatimu... kumohon, jangan takut kepadaku..." bisik Ren dengan suara serak. Setelah ia menjauh dari Vega, ia melihat sikap tubuh istrinya berkurang tegangnya. Ren kini sadar bahwa Vega memang takut kepadanya. Hal ini membuatnya sangat terpukul.     

Mereka duduk seperti itu dalam diam selama beberapa menit. Dada Ren bergejolak dengan berbagai kemungkinan terburuk, sementara Vega merasa sangat sedih dan terpukul.     

Akhirnya, setelah ia berhasil menguatkan diri, Vega kembali bertanya. Ia ingin menuntaskan semuanya hari ini juga. Ia ingin memperoleh jawaban dan mengetahui apa yang terjadi di masa lalu.     

Kemudian, ia akan dapat mengambil keputusan, apa yang harus ia lakukannya dengan hidupnya, dan dengan pernikahannya bersama Ren.     

"Apakah kau yang merencanakan untuk menculikku enam tahun yang lalu?" tanya Vega lagi. "Jawablah pertanyaanku."     

Ren menggeleng. "Bukan aku yang merencanakannya."     

"Lalu siapa?" tanya Vega dengan nada mendesak. "Apakah kau terlibat."     

Ren sama sekali tidak ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, namun ia seolah tidak mempunyai pilihan lain. Bibirnya telah bicara tanpa dapat ia tahan.     

"Pamanku yang merencanakan semuanya. Ia memintaku untuk menunggumu dewasa, menggodamu, dan menikahimu..." Air mata pelan-pelan menetes turun dari sepasang mata Ren yang berwarna cokelat jernih seperti madu itu. "Semuanya itu membalas dendam."     

Ia merasa sangat bersalah kepada Vega, tetapi selama ini ia tidak berani mengakui semua perbuatannya, karena ia tidak sanggup membayangkan jika Vega membencinya.     

Kini... saat waktunya kebenaran itu terungkap, ia merasa begitu sedih, tetapi juga lega. Akhirnya ia bisa berkata jujur. Ia bisa mengeluarkan isi hatinya yang terpendam selama ini begitu jauh di dasar hatinya.     

"Membalas dendam?" Vega menggigit bibirnya dengan keras, hingga mengeluarkan darah. Ia memang sudah menduga bahwa peristiwa penculikan dirinya berhubungan dengan dendam seseorang kepada ayahnya.     

Alaric memang memiliki masa lalu yang sangat kelam, dan ia telah membunuh ataupun menyebabkan kematian begitu banyak orang. Tidak mengherankan jika ia memiliki begitu banyak musuh yang akan membalas dendam.     

Salah satu cara mereka membalas sakit hati mereka kepada Alaric adalah dengan menyakiti keluarganya. Alaric sangat menyayangi keluarganya dan jika terjadi sesuatu kepada mereka, maka ia akan merasa hancur dan terluka.     

Dan tepat seperti itulah yang terjadi. Ketika Vega diambil dari keluarganya enam tahun yang lalu, Alaric menderita selama bertahun-tahun. Tujuan sang penculik tercapai!     

Dan kini.. ternyata penculik itu tidak hanya mengambil Vega dari keluarganya, mereka juga menjeratnya dalam pernikahan yang palsu. Mereka menjebaknya untuk jatuh cinta kepada laki-laki yang sebenarnya telah menghancurkan hidupnya.     

Untuk apa?     

"Jadi... ketika kita bertemu di Salzsee itu, sebenarnya itu bukan kebetulan?" tanya Vega dengan suara bergetar. "Kalian merencanakan semuanya?"     

Ren hendak menggeleng dan berbohong, tetapi bibirnya telah menjawab dengan jujur. "Benar. Semuanya sudah direncanakan."     

"Jadi, kalian mengambilku dari keluargaku dan menaruhku di sebuah desa terpencil untuk hidup dalam kemiskinan... Lalu kau datang dan berpura-pura jatuh cinta kepadaku dan memintaku menikah denganmu..." Vega menatap Ren dengan sorot mata kecewa. "Kenapa? Kenapa kau melakukan itu?"     

"Karena aku harus menikahimu untuk dapat masuk ke dalam klan Alchemist. Kalau kami tidak menghancurkan hidupmu.. kau tidak akan mau menerimaku," jawab Ren dengan jujur. Air matanya mengalir semakin deras. "Bahkan seorang pangeran tidak cukup layak untuk seorang Vega Linden, kami harus memastikan harga diri dan kepercayaan dirimu hancur, agar kau merasa beruntung dapat menikah dengan seorang Ren Hanenberg..."     

Vega sudah mengerti kenapa Ren dan pamannya melakukan itu semua. Mereka benar. Jika ia tidak diculik dan dimiskinkan, lalu dirusak kepercayaan dirinya dengan dibuat menjalani hidup seorang gadis miskin dari desa... ia mungkin tidak akan memandang sebelah mata pada seoarang pangeran dari kerajaan kecil di Eropa.     

"Apa yang kalian lakukan itu sangat jahat..." kata Vega lirih. "Kalian sungguh keji..."     

"Aku tahu. Kami memang keji... aku sangat, sangat menyesal telah terlibat dalam kekejian itu.. Aku sangat menyesal telah membuatmu menderita selama bertahun-tahun dan menghancurkan hidupmu.." kata Ren dengan jujur. "Kumohon.. ampuni aku... Aku berjanji akan menebus semuanya. Aku akan mengabdikan hidupku untuk membahagiakanmu... untuk menjagamu..."     

Ia turun dari sofa dan bersimpuh di kaki Vega. Wajahnya tampak dipenuhi penyesalan dan air mata terus mengalir tanpa henti dari sepasang matanya.     

Kali ini Vega tidak beringsut menjauh. Ia dapat melihat sepasang mata Ren yang tampak sama menderitanya dengan dirinya sendiri. Ren terlihat sangat menyesal dan tertekan.     

"Aku sangat kecewa dan terluka atas perbuatanmu," kata Vega dengan suara lirih. "Aku tidak mengira, laki-laki yang selama ini aku cintai, ternyata begitu jahat."     

"Aku dibutakan dendam," kata Ren cepat. "Ayahmu membunuh ayahku.. aku tak dapat memaafkannya. Karena ayahmu, ayahku bunuh diri dan meninggalkan kami semua. Ia bahkan tidak sempat melihat aku dilahirkan. Ibuku meninggal tidak berapa lama setelahnya. Aku menjadi yatim piatu dan tidak memiliki tujuan hidup lagi, selain membalaskan kematian orang tuaku..."     

Vega menatap Ren dengan pandangan dipenuhi duka.     

"Bagaimana bisa ayahku membunuh ayahmu? Kau sendiri yang mengatakan bahwa ayahmu bunuh diri..."     

Dengan berderaian air mata, Ren lalu menceritakan tentang percobaan yang dilakukan Splitz 32 tahun yang lalu atas perintah Alaric, untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggapnya lemah.     

Ia berharap Vega dapat mengerti kenapa ia begitu dipenuhi dendam hingga melakukan perbuatan yang demikian keji dan menghancurkan hidupnya. Ia menyentuh lutut Vega dan meremasnya lembut, berusaha meyakinkan gadis itu untuk memaafkannya.     

"Kau menaruh sesuatu dalam minumanku sehingga aku tak dapat berbohong kepadamu. Sekarang kau pasti tahu bahwa aku mengatakan hal yang sebenarnya. Ayahmu yang membunuh ayahku..." Ren kini menangis tanpa malu.     

Semua beban di hatinya yang terpendam selama puluhan tahun akhirnya tumpah dan ia menagis tersedu-sedu.     

"Ayahmu sangat jahat. Ia hendak membunuh banyak manusia di masa lalu. Baginya, hanya orang yang baik, yang kuat, dan yang pandai saja yang boleh hidup... selebihnya harus mati," kata Ren di sela-sela tangisnya. "Ia yang bertanggung jawab atas kematian begitu banyak orang, termasuk ayah kandungku. Seumur hidup.. aku tak pernah melihat ayahku, dan tak akan pernah...."     

Vega ikut menangis mendengar kata-kata suaminya. Ia tahu bahwa Ren benar. Dulu ayahnya memang merupakan seorang pembenci manusia yang telah membunuh begitu banyak orang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.