The Alchemists: Cinta Abadi

Keputusan Vega (2)



Keputusan Vega (2)

2"Di mana Vega?" tanya Aleksis begitu ia tiba di penthouse. Wanita cantik itu masuk dari pintu dan segera menghampiri suami dan ayah mertuanya yang sedang duduk merenung di ruang tamu sambil menikmati brandy.     

Di belakangnya tampak Altair dan Mischa mengikuti. Wajah keduanya tampak lelah dan tertekan. Altair tidak perlu bertanya untuk mengetahui nasib Karl dan Sophia. Pasti anak buah Mischa telah membereskan keduanya.     

"Vega ada di kamar," kata Alaric pelan. Ia mengunjukkan dagunya ke arah kamar di ujung lorong. "Sebaiknya kita biarkan ia sendiri. Vega sedang tertekan dan perlu berpikir."     

Ia mengulurkan tangannya, menyentuh tangan Aleksis dan menarik tubuh istrinya duduk di sampingnya. Wajah pria itu tampak dipenuhi rasa penyesalan dan kesedihan yang mendalam. Aleksis menatap ke arah kamar yang dimaksud dan menghela napas panjang.     

Ia lalu membenamkan wajahnya di kedua tangannya dan menangis tersedu-sedu.     

"Oh... anakku.. anakku yang malang," tangisnya sedih sekali.     

Alaric semakin merasa berduka saat melihat istrinya menangis. Ia memeluk Aleksis dan berusaha menghiburnya.     

"Ia sudah tidak apa-apa," bisik Alaric lembut. "Kita sudah menemukannya kembali. Vega aman bersama kita."     

"Tapi..." Aleksis sesenggukan. "Ia pasti sangat kecewa dan sakit hati."     

Alaric mengerti apa yang dimaksudkan istrinya. Aleksis sekarang pasti juga sudah mengetahui sesungguhnya dalang penculikan Vega dulu adalah suaminya dan Karl, atau paman Ren.     

"Kurasa lebih baik ia mengetahui kebenarannya sekarang daripada terlambat," kata Alaric sambil mengusap rambut istrinya. "Hidup Vega masih sangat panjang dan ia dapat memulai dari awal.. Kita bisa membantunya."     

"Tetapi ia pasti sangat terluka dan sakit hati," kata Aleksis dengan suara lemah. "Bagaimana bisa ia melupakan hal ini seumur hidupnya?"     

Sebagai anggota kaum Alchemists yang dapat hidup hingga ratusan tahun ke depan, duka yang dialami Vega tentu akan terus menghantui hidupnya seumur hidup.     

Ia tidak akan pernah melupakan hal ini. Ia akan memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat memulihkan hatinya yang terluka. Semua orang tua pasti akan sangat sedih kalau melihat anak yang mereka sayangi menderita. Perasaan ini jugalah yang dialami oleh kedua orang tua Vega.     

Khususnya Alaric, karena ia tahu dirinya memiliki andil dalam peristiwa buruk yang menimpa anaknya. Kalau bukan karena dosanya di masa lalu, maka Vega tidak akan menjadi korban.     

"Bagaimana dengan Ren?" tanya Altair. Wajahnya tampak dipenuhi kemarahan. Bagaimanapun ia sangat membenci laki-laki yang telah membuat adiknya menderita. Sama seperti Lauriel, kalau keputusan terserah dia sendiri, maka Altair akan memilih membunuh semua yang terlibat.     

Namun, karena di sini Vegalah yang mengalami kerugian paling besar, mereka harus menyerahkan kepada gadis itu untuk mengambil keputusan.      

"Ren tidak akan akan mati. Sekarang ia sedang pingsan, tetapi aku akan memberikan penawar racun kepadanya agar ia tidak mati dengan mudah," kata Lauriel. "Kematian terlalu gampang untuknya."     

Semua orang di ruangan itu setuju. Tidak ada satu pun yang menyukai Ren, setelah mengetahui kejahatan yang ia lakukan kepada Vega. Bagaimanapun, Vega adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga mereka dan ia sangat disayangi.     

Jadi, siapa pun yang menyakiti Vega sama dengan menyakiti seisi keluarganya.     

"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Aleksis dengan resah.     

"Kita hanya bisa menunggu," kata Alaric pelan. "Beri Vega waktu. Aku sudah mengatakan kepadanya bahwa sekarang semua terserah dia. Kita akan melakukan apa pun yang ia inginkan."     

Aleksis tertegun mendengarnya. "Bahkan walaupun ia akan memaafkan Ren dan kembali kepadanya?"     

Wajah wanita itu tampak syok.     

"Bahkan kalaupun Vega memutuskan untuk memaafkan Ren dan kembali kepadaya, kita harus menghormati keputusannya," kata Alaric dengan tegas.     

"Tapi kau tahu sendiri bahwa orang yang sedang jatuh cinta sering kali tidak dapat berpikir jernih," tukas Aleksis. Ia benar-benar tidak terima atas perlakuan Ren terhadap anak perempuannya, walaupun menantunya itu telah berkali-kali meminta maaf kepada Vega.     

Aleksis tidak ingin Vega kembali kepada laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya. Wanita itu menggigit bibir dan menangis pelan-pelan. "Mungkin kalau mereka masih punya anak bersama.. aku bisa mengerti. Tapi aku tidak rela Vega kembali kepada Ren.... Vega sudah cukup menderita."     

Mischa yang sedari tadi hanya memperhatikan keluarga Linden bercakap-cakap, tidak dapat berkontribusi apa pun. Ia bukan anggota keluarga. Ia hanyalah anak angkat Alaric yang menumpuk hutang budi begitu besar kepadanya.     

Ia pun sangat ingin melihat Vega bahagia dan ia marah kepada Ren dan Karl atas perbuatan mereka kepada Vega. Dalam hati, ia sangat berharap Vega tidak akan kembali kepada Ren.     

Namun, sama seperti Alaric, ia tahu ia tidak dapat berbuat apa-apa, dan pendapatnya tidak penting. Pria tampan itu hanya bisa menarik napas panjang dan berjalan keluar menuju teras. Ia ingin mencari udara segar dan menenangkan diri.     

Peristiwa keributan di bandara tadi cukup membuatnya lelah secara emosional. Sudah cukup lama ia hidup sebagai warga sipil, mengurus bisnis RMI dan tidak terlibat dengan peristiwa menegangkan yang memicu adrenalin.     

Yang terakhir adalah di Prancis saat Vega diculik dan ia ditangkap dan harus menyaksikan Lisa dibunuh di depan matanya. Dan tadi.. juga berhubungan dengan Vega. Ia harus menjinakkan bom yang dipicu oleh penjahat yang menculik Vega dan hendak membunuh dirinya sendiri serta semua orang di sekelilingnya.     

Hari ini sangat tegang dan melelahkan.     

Mischa berjalan menuju ke taman kecil di samping kolam renang dan duduk di bangku kayu. Suhu di luar sudah mulai dingin, tetapi ia tidak mempedulikannya. Justru kepalanya yang panas perlahan-lahan terasa mulai nyaman saat tubuhnya diterpa udara dingin.     

Pria itu lalu memejamkan mata dan berusaha menghilangakan bayangan peristiwa tadi siang dari benaknya. Beberapa menit setelah ia berhasil menjinakkan bom tersebut, Karl pun meninggal dengan bermandikan darah.     

Sophia menjerit tidak henti-hentinya ketika orang-orang Mischa membawa mereka berdua dan mengurung mereka di tempat rahasia. Alaric memerintahkan mereka untuk menyimpan mayat Karl dan memberi kesempatan kepada Ren untuk mengucapkan salam perpisahan. Sementara Sophia akan menunggu hukuman yang pantas dari Caspar dan Lauriel.     

Kini, mereka hanya tinggal menunggu keputusan dari Vega, apa yang harus mereka lakukan kepada Ren. Kalau Vega ingin menghukumnya, maka Ren akan segera menyusul pamannya dan membayar perbuatan mereka kepada gadis itu.     

Namun, kalau Vega memutuskan untuk memaafkan Ren.. dan kembali kepadanya, maka Mischa harus dapat menerima Ren ke dalam keluarga mereka. Ia harus dapat menerima kenyataan bahwa orang yang bertanggung jawab membunuh Lisa kini akan menjadi menantu dari ayah angkat yang sangat ia hormati.     

Kalau sampai itu terjadi... maka rasanya Mischa tidak akan dapat menjadi bagian dari keluarga ini lagi. Ia sangat menghormati Alaric, ia juga menyayangi keluarga Alaric, tetapi ia tidak akan dapat datang ke acara-acara keluarga mereka lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.