The Alchemists: Cinta Abadi

Kurasa Vega Akan Memaafkan Ren...



Kurasa Vega Akan Memaafkan Ren...

0Mischa menatap Vega lekat-lekat, dan berusaha membaca isi hati gadis itu.      

"Kau... ingin memberi Ren kesempatan kedua?" tanyanya lembut.     

Sebenarnya, kalau terserah dirinya, Mischa tidak akan memberikan kesempatan kedua kepada Ren. Kejahatan laki-laki itu terlalu besar kepada orang yang tidak bersalah, yaitu Vega. Menurut Mischa, seorang lelaki jantan seharusnya tidak boleh menyentuh wanita.     

Sama seperti petinju, ketika mereka bertarung, area di bawah perut yang merupakan area vital, atau kelemahan lawan, tidak boleh dipukul. Ini termasuk perbuatan curang. Baginya, menyakiti istri atau anak dari musuh demi membalas dendam kepada seseorang adalah perbuatan pengecut.     

Bagi Mischa, pengecut tidak pantas untuk dikasihani dan diberi kesempatan kedua.     

Namun demikian, ia hanya menyimpan sendiri pikirannya itu dan tidak menyampaikan isi hatinya kepada Vega. Ia kuatir gadis itu akan mengira ia bersikap parsial atau tidak adil karena Ren adalah musuhnya, orang yang telah membunuh wanita yang ia cintai.     

Vega tampak merenung mendengar pertanyaan Mischa. Setelah beberapa lama, akhirnya ia mengangguk.     

"Kurasa semua orang berhak memperoleh kesempatan kedua," jawab gadis itu lirih.     

Mischa menelan ludah dengan susah payah.     

Ahh.. sepertinya ia memang harus segera pamit dan melupakan keluarga ini. Ia tidak akan sanggup bertemu mereka lagi dalam acara-acara keluarga kalau Vega memang memutuskan untuk kembali kepada Ren.     

"Vega..." Mischa menatap Vega dan tersenyum sedikit. "Aku mendukung apa pun yang kau putuskan, selama itu membuatmu bahagia. Kau tidak usah memikirkan orang lain."     

Untuk pertama kalinya hari itu, Vega balas tersenyum. Ia mengangguk. "Terima kasih."     

"Kau mau masuk ke dalam? Udaranya sangat dingin," kata Mischa yang baru menyadari bahwa tubuh Vega agak gemetar. Ia segera melepaskan jasnya dan menaruhnya di punggung gadis itu. "Kalau kau masih mau di sini, aku akan menemanimu."     

Vega menyentuh jas Mischa di bahunya dan kembali tersenyum.     

"Terima kasih," katanya pelan. "Aku mau di sini sebentar lagi."     

"Baiklah kalau begitu," kata Mischa. Ia lalu duduk di samping Vega dan kembali melamun.     

Ahh.. sebentar lagi, ia harus pergi.     

***     

Alaric sebenarnya sudah melihat Vega di luar bercakap-cakap bersama Mischa, tetapi ia sengaja membiarkan mereka. Ia merasa bahwa sebelum Vega pulang ke rumah, ia telah menjalin hubungan yang cukup dekat dengan Mischa saat ia masih bekerja sebagai asistennya.     

Sebenarnya, kalau ia boleh memilih, Alaric ingin sekali Vega jatuh cinta kepada Mischa dan melupakan suaminya yang brengsek itu. Rasanya Mischa adalah laki-laki yang paling tepat untuk anak perempuannya itu.     

Alaric telah mengenal Mischa hampir seumur hidupnya. Ia bertemu Mischa saat ia masih berusia 7 tahun, dan anak itu telah ikut dengannya selama puluhan tahun.     

Mischa adalah laki-laki yang sangat tangguh, bertanggung jawab, dan juga baik hati. Ia juga memiliki kepribadian yang hangat dan jauh lebih menyenangkan daripada Alaric sendiri.     

Ahh.. ia hanya bisa menghela napas panjang. Sayangnya, hanya Vega yang dapat menentukan jalan hidupnya. Alaric tidak dapat berbuat apa-apa jika Vega menginginkan lain.     

Walaupun Alaric merasa Ren bukan laki-laki yang tepat untuk Vega, jika anak perempuannya itu memilih untuk kembali kepada Ren dan memberinya kesempatan kedua, maka, sebagai ayah, ia akan mendukung apa pun yang diinginkan Vega, termasuk menerima musuhnya itu sebagai keluarga.     

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Aleksis sambil menggenggam tangan suaminya. Alaric menggeleng.     

"Tidak ada apa-apa."     

Sepuluh menit kemudian, mereka melihat Vega masuk ke dalam ruang tamu lewat pintu di teras dekat dapur. Ia masih mengenakan jas Mischa yang tersampir di bahunya. Di belakangnya, tampak Mischa berjalan dengan ekspresi sedih.     

Ahh.. tiba-tiba saja dada Alaric terasa sesak. Ia dapat menduga bahwa telah terjadi pembicaraan di antara Mischa dan Vega di luar tadi dan hasilnya membuat Mischa sedih.     

Apakah ini artinya, Vega akan memaafkan Ren, memberinya kesempatan kedua, dan kembali kepadanya?     

Lalu bagaimana dengan Mischa?     

Alaric juga dapat membayangkan bahwa suasana di acara-acara keluarga akan menjadi canggung kalau sampai Vega dan Ren kembali bersama. Seisi anggota keluarga pasti akan tahu apa yang terjadi di antara Vega dan Ren.     

Baiklah.. mungkin mereka juga akan belajar memaafkan Ren.. tetapi rasanya akan sangat sulit bagi Mischa untuk untuk memaafkan orang yang telah membunuh Lisa.     

"Ayah.. Ibu..." Suara Vega terdengar begitu kecil karena ia telah menangis cukup lama dan hampir kehilangan tenaga. "Aku sudah mengambil keputusan."     

Semua orang menatap gadis itu dengan dada berdebar-debar.      

Apa gerangan yang diputuskan oleh Vega?     

"Sayang, kau tidak perlu segera memutuskan. Ambillah waktu sebanyak yang kau butuhkan," bujuk Aleksis. "Kau perlu memikirkan semuanya baik-baik."     

Vega menggeleng. "Aku sudah memikirkan ini baik-baik. Kurasa aku tidak perlu menunda-nundanya lagi."     

Ia mengigit bibir dan menoleh ke arah Lauriel. "Kakek, apakah kakek membawa penawar racun untuk Ren?"     

Lauriel mengangguk. "Benar. Aku bisa mengobatinya sekarang juga. Ia tidak akan mati."     

Wajah Vega segera diliputi ekspresi kelegaan. Ia mengangguk. "Tolong sembuhkan Ren, Kakek..."     

Lauriel bangkit dari kursi dan berjalan menuju kamar tempat Ren dikurung.     

Vega menatap semua anggota keluarganya bergantian. "Aku sudah memutuskan untuk memaafkan Ren. Lagipula... ia melakukan semua itu karena dendamnya kepada Ayah. Kuharap kita bisa menghentikan lingkaran dendam ini di sini. Ia sudah membuat ayah menderita sebagai balasan atas penderitaan yang ia rasakan seumur hidupnya."     

Alaric menahan napas. Ia tahu anaknya pasti menyalahkannya atas peristiwa yang terjadi di masa lalu.     

"Ren selalu percaya bahwa mata harus diganti mata, dan nyawa diganti nyawa..." kata Vega lagi. Suaranya bergetar saat ia mengucapkan itu semua. "Kurasa, kalau kita terus mengikuti prinsip itu, maka semua mata dan semua nyawa di dunia ini tidak akan cukup, karena dendam akan terus meminta korban."     

Alaric menatap anak perempuannya lekat-lekat. Ia tidak dapat membaca isi hati Vega. Ah... apa kira-kira yang diinginkan gadis ini?     

"Lalu, apa yang kau inginkan, Nak?" Alaric memegang tangan Vega dan meremasnya. "Apa pun yang kau inginkan.. Ayah akan lakukan."     

Saat itu, Lauriel keluar dari kamar tempat Ren ditahan dan ia mengangguk ke arah Vega. "Ren sudah sadar dan ia memohon untuk bertemu denganmu."     

"Aku perlu bicara dengannya," kata Vega. Ia menoleh ke arah Mischa, lalu melepaskan jas pria itu dari bahunya. "Terima kasih. Aku tidak membutuhkannya lagi."     

Mischa menerima jasnya sambil tersenyum. Hanya Alaric yang cukup mengenal anak angkatnya itu dan menyadari bahwa senyuman Mischa tidak sampai ke matanya.     

Ia dapat menebak isi hati Mischa. Pasti sama seperti yang sedang ia pikirkan. Mischa sebenarnya tak rela jika Vega memaafkan Ren dan kembali kepadanya, tetapi lelaki itu terlalu baik dan tidak akan menyuarakan pendapatnya.     

"Ibu akan menemanimu," kata Aleksis buru-buru. Vega menyentuh lengan ibunya dan menggeleng.     

"Tidak usah ibu. Aku akan baik-baik saja."     

Ia lalu berjalan menuju kamar tempat Ren dirawat dan sama sekali tidak menoleh.     

"Biarkan saja. Ren tidak akan menyakitinya," kata Lauriel. "Kurasa mereka perlu mengucapkan selamat berpisah dan menyelesaikan semuanya."     

Semua orang yang ada di ruangan itu seketika terhenyak. Mereka tidak mengerti apa yang dimaksudkan Lauriel.     

Pria berambut panjang keemasan itu akhirnya menghela napas panjang dan mulai menceritakan apa yang diketahuinya.     

"Selama dua minggu terakhir, Vega selalu bermimpi buruk. Mula-mula ia bermimpi tentang peristiwa penembakan yang ia alami dan hal itu sangat membuatnya sedih. Tetapi kemudian setelah ingatannya mulai kembali.. ia mulai memimpikan hal yang jauh lebih buruk. Ia bermimpi melihat Ren sebagai orang yang menculik dan merampas ingatannya dengan berbagai metode cuci otak dan hipnoterapi...."     

Aleksis menahan napas dan menekap bibirnya karena terkejut. Ia sama sekali tidak tahu hal ini. Ia hanya tahu Vega bermimpi tentang peristiwa penembakan itu... Air mata kembali mengalir deras dari sepasang mata birunya yang indah.     

"Lalu...?" tanyanya dengan isak tertahan.     

"Vega sangat sulit menerima kenyataan itu. Ia ingin mengkonfrontasi Ren secara langsung.. untuk mengetahui kebenarannya. Karena itulah ia memintaku mengantarnya ke Almstad dan meminta ramuan veritaserum untuk digunakan pada Ren."     

"Apakah ia memberi tahu ayah, apa yang ia pikirkan tentang kemungkinan suaminya sendiri sebagai dalang penculikannya?" tanya Aleksis.     

Lauriel mengangguk. "Ia merasa sangat terpukul dan hancur hati. Kurasa ia akan memaafkan Ren, tetapi..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.