The Alchemists: Cinta Abadi

Kakak Dan Adik Sama Saja



Kakak Dan Adik Sama Saja

0"Baiklah.. aku percaya kepadamu," kata Rune sambil tersenyum lebar.     

Astaga.. ia tidak mengira, dalam hidupnya, ia dapat bertemu gadis yang demikian sempurna seperti Rose. Ia merasa sangat beruntung!     

Keduanya berbincang-bincang tentang hal remeh-temeh sebelum kemudian mengakhiri acara makan malam yang hangat itu. Setelah mengantar Rose masuk ke dalam taksinya, Rune pun berjalan pulang.     

Ia meminta dijemput supir keluarga Linden di taman kecil satu blok dari kafe, tempat ia tadi diturunkan. Ketika ia berjalan menuju taman, Rune merasa dadanya begitu hangat dan ada perasan meluap-luap yang tak dapat dijelaskan.      

***     

"Bagaimana kencan butanya tadi?" tanya Aleksis saat melihat Rune masuk ke ruang duduk dengan wajah sumringah. Aleksis dan Alaric sedang duduk menikmati wine sambil berbincang-bincang ketika Rune pulang dari kencan butanya bersama Rose.     

"Sangat menyenangkan," kata Rune dengan wajah berbinar-binar. "Aku harus berkemas. Besok aku akan pindah untuk tinggal bersama Rose."     

"A-apa kau bilang?" Aleksis membelalakkan matanya besar sekali. Ia merasa barusan telinganya salah mendengar.     

Tidak mungkin adiknya akan tinggal bersama wanita yang baru ia temui, kan? Aahaha... mungkin ia sudah minum wine terlalu banyak sehingga indra pendengarannya terganggu.     

"Aku tadi bilang aku mesti berkemas karena besok aku akan pindah untuk tinggal bersama dengan Rose," kata Rune dengan ringan.     

Aleksis menggeleng-gelengkan kepalanya seolah berusaha menyingkirkan pengaruh wine yang membuat pendengarannya terganggu.     

Melihat istrinya tampak kebingungan, Alaric menyentuh lengan Alexis dan berkata dengan lembut kepadanya. "Kau tidak salah dengar sayang. Rune memang mengatakan bahwa ia akan pindah untuk tinggal bersama dengan gadis itu."     

"Sebentar. Aku tidak mengerti," kata Aleksis. "Kau baru bertemu dia tadi, kan? Mana mungkin langsung mengambil keputusan sedrastis ini. Apakah jangan-jangan kau disihir olehnya... atau dia memberimu ramuan yang membuatmu jadi tunduk kepadanya??"     

"Ahaha.. bukan begitu," Rune tertawa melihat reaksi kakaknya.     

"Lalu apa yang terjadi sebenarnya? Aku sungguh bingung," kata Aleksis lagi.     

Rune mengangkat bahu sambil tersenyum. "Tadi aku bertemu dengan cinta dalam hidupku. Namanya Rose, dan ia adalah seorang wanita yang sempurna. ia memintaku untuk menjadi kekasihnya dan tinggal bersamanya. Tentu saja aku bilang iya."     

'Sebentar... kau bilang iya begitu saja? Kau kan tidak tahu dia siapa?" tanya Aleksis cemas. Ia mengerutkan keningnya. "Tunggu dulu... apa jangan-jangan kau sudah tahu dia siapa?"     

Rune menggeleng. "Rose menyuruhku untuk tidak menyelidikinya. Jadi, aku akan menunggu sampai dia menceritakan sendiri kepadaku siapa dia sebenarnya."     

Aleksis menepuk keningnya. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa adiknya yang selama ini tidak pernah jatuh cinta dapat bertindak begini gila saat ia bertemu dengan seorang perempuan yang bisa membuatnya jatuh hati.     

"Aku tidak mengerti kenapa kau bisa berbuat seperti ini. Kalian kan baru bertemu? Kenapa kau bisa langsung yakin bahwa dia adalah orang yang tepat untukmu?" tanya Alexis kebingungan.     

Rune tersenyum tipis mendengar pertanyaan kakaknya. Pemuda tampan itu lalu menunjukkan dagunya ke arah Alaric. "Bukankah kau juga seperti itu? Kalau tidak salah kau mengajak laki-laki di sampingmu itu menikah setelah berkencan selama empat hari saja. Bukankah itu juga terlalu cepat?"     

Alaric batuk-batuk mendengar perkataan Rune. Pria itu memang senang menggoda istrinya dengan menceritakan tentang pertemuan mereka dan bagaimana Aleksislah yang dulu mengejar-ngejar dirinya.     

Bahkan, Aleksis juga yang mengajaknya menikah setelah mereka berpacaran 4 hari saja. Namun, kini saat ia melihat bahwa hal itu digunakan oleh adik iparnya untuk menggoda Aleksis, ia menjadi tidak tega.     

Pria tampan itu mendeham dan membela istrinya. "Ahem, itu tidak sama. Aleksis dan aku sudah mengenal 8 tahun sebelumnya. Ia sudah tahu aku siapa saat dia memintaku menikah dengannya. Aleksis tahu latar belakangku dan kami juga sudah bersama untuk waktu yang lama."     

"Hanya empat hari..." komentar Rune.     

Alaric melambaikan tangannya. "Empat hari, tapi kami bersama hampir selama 24 jam sehari. Maksudnya kebersamaan kami sudah sangat intensif. Sementara kau dan gadis itu, kalian baru bertemu untuk makan malam. Hanya beberapa jam saja kan?"     

"Benar. Tapi setidaknya aku sudah melihat wajahnya... Aku tahu Rose itu seperti apa. sementara kakakku, saat ia menikah denganmu dan bahkan hingga 10 tahun kemudian, ia bahkan tidak tahu tampangmu seperti apa," kata Rune dengan keras kepala. "Jadi kurasa aku dan Rose, kalau dibandingkan kau dan Aleksis, tidak terlalu jauh berbeda."     

Aleksi tercengang mendengar kata-kata Rune. Ia segera bangkit dan menaruh tangannya di kening pemuda itu untuk memeriksa apakah adiknya demam atau tidak. Ia lalu menggeleng-geleng heran.     

"Kau tidak demam, berarti kau tidak sakit. Lalu darimana datangnya ini? Aku tidak mengerti kenapa kau pergi makan malam ke acara kencan buta dengan seorang gadis yang diatur oleh keponakan-keponakanmu, dengan tujuan untuk mengakhiri hubungan kalian di aplikasi kencan online tapi pulangnya kau malah berkata bahwa kau jatuh cinta dan memutuskan untuk tinggal bersamanya." Aleksis tampak sangat bingung. "Coba kau pikirkan dari sudut pandangku. Bukankah ini aneh?"     

Rune tertawa mendengar kata-kata Aleksis. Ia lalu mengangguk-angguk membenarkan ucapan kakaknya. "Kau benar juga. Ini memang aneh, tapi aku tidak keberatan."     

"Eh?"     

"Aku akan berkemas dulu, ya. Besok pagi saat sarapan, aku akan menceritakan semuanya, sekaligus berterima kasih kepada Ireland dan Scotland karena telah membantuku bertemu dengan Rose."     

Setelah berkata begitu, Rune menepuk bahu Aleksis lalu berjalan naik ke lantai dua untuk masuk ke kamarnya. Sambil bersiul-siul, Rune membuka pintu kamar dan menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.     

Pemuda itu lalu memejamkan mata dan menarik napas panjang. Wajah cantik Rose segera memenuhi pikirannya.     

Astaga ia tidak mengira akan dapat bertemu wanita sempurna seperti Rose, dan langsung jatuh cinta.     

Memang... cinta itu tidak pernah dapat diduga.     

Setelah melamunkan wajah cantik Rose dan mengenang kembali kebersamaan mereka di saat makan malam tadi, Rune memutuskan untuk mengambil tas ranselnya dan menaruh barang-barangnya di sana.      

Ia tidak memiliki banyak barang di New York. Sebagian besar barang pribadinya ada di rumah orang tuanya di kastil besar mereka di Stuttgart. Hmm.. sebentar. Kalau ia ingin menyamar sebagai laki-laki dari kalangan biasa, ia harus memiliki lebih banyak pakaian murah. Ia tak mungkin membawa baju-bajunya yang mahal ini.     

Pemuda itu segera mengambil tabletnya dari meja dan membuka marketplace. Ia lalu memesan beberapa pakaian yang terlihat biasa dan berharga murah, untuk segera dikirim ke mansion Linden besok pagi sebelum ia berangkat ke stasiun Grand Central.     

Dalam hati ia tertawa sendiri memikirkan bahwa ia sedang melakukan hal yang persis sama seperti kakaknya, London, saat pria itu sedang mendekati L.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.