Aku Bukan Gadis Seperti Itu
Aku Bukan Gadis Seperti Itu
Fee tidak pernah memiliki kekasih sebelumnya walaupun ada banyak laki-laki yang ingin mendapatkan hatinya. Ren adalah pengalamannya yang pertama berhubungan dengan lelaki, tetapi dalam waktu demikian singkat, ia telah melangkah begitu jauh bersamanya.
Entah kenapa, terhadap Ren, Fee begitu mudah luluh dan menyerahkan segalanya. Saat Ren menciumnya untuk terakhir kali setelah menyudahi kegiatan bercinta mereka, Fee memejamkan matanya dan menikmati rasa manis bibir pria itu pada bibirnya.
"Ayo mandi. Sebentar lagi pembersih akan datang," kata Ren sambil bangun dari tempat tidur dan menarik tangan Fee ke dalam kamar mandinya. "Kau boleh pakai kamar mandi yang ini sesukamu. Aku akan menggunakan kamar mandi di sebelah."
Walaupun sebenarnya ia ingin mereka mandi bersama, Ren merasa Fee perlu diberikan privasi setelah hubungan intim yang mereka lakukan dengan sangat intens dari semalam. Gadis itu mungkin memerlukan waktu sendiri dan merenungi apa yang sudah terjadi.
"Uhm.." Fee tampak ragu-ragu. Ia tahu kini sudah hampir pukul 9 dan sebentar lagi petugas kebersihan akan datang membereskan villa no. 4. Ia akan sangat malu kalau mereka melihatnya berada di sini. Anna bukan orang bodoh. Ia akan tahu bahwa Fee menginap bersama Ren kemarin.
"Kau tidak ingin mereka mengetahui kau ada di sini?" tanya Ren kemudian. Ia seolah dapat membaca pikiran gadis itu.
Fee mengangguk dengan wajah merah.
"Tidak apa-apa. Kau tinggal saja di kamar. Aku akan menyuruh mereka tidak membereskan kamar tidur," jawab Ren.
Fee tampak berseri-seri dan spontan mencium bibir Ren.
"Terima kasih." Ia lalu masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya.
Ren hanya berdiri termangu di depan pintu dan kemudian menyentuh bibirnya yang barusan dicium Fee dengan inisiatifnya sendiri. Pelan-pelan wajahnya tersenyum dan ia pun berbalik menuju ke tempat tidur.
Ren mengambil jubah tidurnya dari lantai dan mengenakannya. Ia lalu berjalan keluar kamar tidur menuju kamar mandi di samping kamarnya. Ia membersihkan diri dengan cepat dan berganti pakaian formal seperti biasanya.
Begitu ia keluar dari kamar mandi dengan penampilan segar, Anna dan Luisa telah tiba di villa No. 4 untuk membereskannya. Keduanya segera mengangguk hormat begitu melihat Ren.
"Selamat pagi, Tuan."
"Selamat pagi," jawab Ren. Ia memasukkan kedua tangannya di saku dan memberi instruksi kepada mereka agar tidak usah membereskan kamar tidur. "Tolong bersihkan villanya dengan cepat, ya. Aku ada keperluan mendesak. Kalian juga tidak usah merapikan kamar tidurnya."
"Baik, Tuan."
Anna dan Luisa segera bekerja dengan sigap. Masing-masing membersihkan area dapur, kamar mandi, ruang tamu, dan ruang kerja. Ren hanya duduk di sofa, membaca sesuatu di laptopnya sambil menikmati secangkir kopi.
Setengah jam kemudian Anna dan Luisa selesai bekerja dan mereka segera berpamitan kepada Ren. Pria itu hanya mengangguk, tanpa mengangkat wajahnya dari buku. Tidak lama setelah Anna dan Luisa pergi dari villa, Fee berjalan keluar perlahan dari kamar tidur.
"Terima kasih, Tuan sudah melindungi reputasiku..." kata gadis itu pelan.
Ia berdiri di depan Ren dengan sikap salah tingkah. Sungguh, ia tak tahu bagaimana harus berlaku di depan tamu yang tadi malam berhubungan demikian intim dengannya.
"Aku baru pertama kali bertemu gadis yang menganggap tidur denganku sebagai hal yang merugikan reputasinya," komentar Ren, tanpa ada nada sinis dalam suaranya.
Fee tertegun mendengar kata-katanya. "Bu.. bukan itu maksudku.. Hanya saja..."
Ia malu kalau para staf di resort mengetahui ia tidur dengan tamu VVIP mereka.
Walaupun mereka bersikap baik kepadanya selama ini, tetap saja akan ada omongan bahwa Fee menggoda tamu dan sengaja tidur dengan seorang pria berpengaruh seperti Ren.
"Aku hanya bercanda," kata Ren cepat. Wajahnya tampak dihiasi senyum tipis. Ia lalu meletakkan bukunya dan bangkit berdiri. "Kau mau teh?"
"Eh?" Fee menjadi keheranan. "Aku saja yang membuatkannya.. Aku kan..."
"Kau apa? Sudah kubilang kau sekarang adalah tamuku, jadi tentu saja aku yang harus melayanimu. Kau mau teh dengan susu? Bagaimana dengan roti bakar?"
Sebelum Fee dapat mencegah, pria itu telah berjalan ke dapur, menggulung lengan kemeja biru tuanya dan mengeluarkan beberapa kotak dari kabinet dapur. Dengan santai ia membuatkan sepoci teh untuk dirinya dan Fee. Ia juga membuat telur mata sapi dan roti bakar untuk mereka sarapan.
Fee sama sekali tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima saja pelayanan dari sang tamu VVIP. Ia tak dapat membantah bahwa kini ia memang bukan lagi pelayan pribadi Ren di resort.
Lalu.. siapa dirinya bagi Ren sekarang?
Mereka sarapan dalam diam. Ren tampak mulai sibuk dengan tabletnya sementara kepala Fee dipenuhi oleh berbagai pikiran rumit tentang apa yang sudah mereka lakukan dan bagaimana ia harus bersikap kepada Ren mulai sekarang.
"Kau tidak lapar? Kenapa makan sedikit sekali?" tanya Ren akhirnya setelah ia mengangkat wajahnya dari tablet dan menemukan Fee hampir tidak menyentuh makanannya. "Seharusnya setelah kegiatan yang begitu menguras tenaga seperti semalam dan tadi pagi, kau akan sangat lapar dan makan banyak sekali.. Ini malah sebaliknya."
Wajah Fee segera tampak merah padam sekali. Kepalanya dipenuhi pikiran tentang apa yang mereka lakukan tadi malam dan tiba-tiba saja Ren membicarakan hal itu. Secara otomatis ia kembali membayangkan apa yang sudah terjadi.
Ahh.. ia seolah dapat merasakan bibir Ren menciumnya begitu mesra tadi malam, dan betapa pria itu memanjakan segenap tubuh Fee hingga ia merasakan kenikmatan seksual yang selama ini bahkan tidak pernah dapat ia bayangkan.
Wajahnya tampak malu sekali ketika ia mengingat saat kejantanan Ren memasukinya dan membuat bagian bawah tubuhnya terasa begitu penuh dan sesak.
Ren telah melihat perubahan ekspresi Fee dan ia hanya menggeleng-geleng sambil tersenyum tipis. Gadis ini sungguh menggemaskan, pikirnya.
"Fee... aku akan pulang ke ibukota nanti sore," kata Ren tiba-tiba sambil menatap Fee.
Gadis yang ditatap hanya bisa menelan ludah. Ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Ren akan pergi dari resort seperti yang ia katakan kemarin. Hari ini adalah pertemuan terakhir mereka.
Fee akan kembali pada kehidupannya semula dan Ren kembali ke istana. Setelah Ren pergi, Fee akan mencari pekerjaan di tempat lain dan berhenti dari resort. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi dengan masa depannya.
"Aku mengerti," kata Fee akhirnya dengan suara pelan. "Selamat jalan, Tuan."
Ren menyesap tehnya dan menaruh tabletnya di meja. Ia lalu mengembangkan tangannya dan memberi tanda agar Fee datang mendekat. "Kemarilah."
Fee ragu-ragu, tetapi akhirnya ia menurut dan bangkit dari kursinya dan mendekati Ren. Begitu ia tiba, Ren segera menarik tubuh gadis itu ke pangkuannya. Tanpa sadar Fee mendesah tertahan. Ia tidak mengira Ren akan melakukan hal itu.
"Kau mau bersekolah di ibukota?" tanya Ren sambil menatap Fee lekat-lekat.
Gadis itu mengerutkan keningnya. Ia sama sekali tidak menduga Ren akan mengajukan pertanyaan itu. Apa yang sebenarnya diinginkan pria ini?
"Aku tidak mengerti..." Fee mengaku. "Tuan mau mengajakku ke ibukota?"
Ren mengangguk. "Aku ingin bertemu denganmu lagi. Karena rumahku di ibukota dan kau di sini, aku akan sangat merindukanmu. Aku sudah memikirkannya semalaman. Kau bilang satu-satunya alasan kau tetap di Salzsee adalah karena nenekmu. Kau bisa membawa nenekmu bersamamu. Aku akan menyediakan tempat tinggal untuk kalian dan kau bisa bersekolah untuk mengangkat martabatmu. Kita bisa sering bertemu kalau kau ada di ibukota."
Fee tertegun dan menatap Ren dengan sepasang mata membulat. Semua ini terlalu tiba-tiba. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.
"Tuan.. ingin sering bertemu denganku?" tanya Fee kebingungan. Ia masih tak dapat mempercayai pendengarannya.
"Benar. Aku sangat menyukaimu dan aku ingin mengenalmu lebih dekat. Hal itu tidak akan dapat terjadi kalau kita tinggal berjauhan," jawab Ren tegas.
Fee menggigit bibirnya. Ia sangat ingin menjawab ya. Tetapi ia merasa tidak enak.
Kalau ia ikut Ren ke kota dan tinggal di rumah yang disediakan olehnya, lalu kuliah atas biayanya... dengan balasan ia dan Ren akan sering bertemu...
Bukankah itu akan membuatnya menjadi semacam gadis peliharaan Ren? Seorang simpanan?
Apakah Ren mempunyai gadis-gadis lain seperti dirinya? Sudah berapa orang gadis yang diperlakukan seperti ini olehnya?
Dadanya tiba-tiba terasa sesak. Ia membayangkan di ibukota ada beberapa gadis lain seperti dirinya yang dibiayai oleh sang Pangeran dan sebagai balasannya mereka semua menjadi kekasih pemuas nafsu seksualnya belaka.
Fee sama sekali tidak mau menjadi gadis seperti itu.
Akhirnya dengan berat hati, ia menggeleng pelan. "Uhm.. terima kasih, Tuan. Tetapi aku bukan gadis seperti itu."