Menyelesaikan Urusan Di London
Menyelesaikan Urusan Di London
"Hei... maaf tadi aku tidak bisa mengangkat telepon. Aku sedang ada urusan," kata London begitu L mengangkat panggilan teleponnya. "Kau sekarang ada di mana?"
"Jadi, bagaimana kencannya?" L malah bertanya tentang kencan makan malam London dengan Sarah.
"Biasa saja. Aku makan salad, steak, dan tiramisu. Kau belum menjawab pertanyaanku."
"Aku ke London untuk membereskan urusanku dengan Danny Swann. Kau tidak usah kuatir, kalau tidak salah, tim pengawalmu sudah mengikuti sampai ke sini. Jadi mereka akan memastikan Lily baik-baik saja." L terdengar menguap pendek dan suaranya mulai terdengar mengantuk. "Sudah malam, aku tidur dulu. Besok aku akan sangat sibuk."
"Elle..." Belum sempat London bertanya lagi, L telah memutuskan hubungan. Pemuda itu hanya terpaku di dalam mobil. Ia ingin sekali menyuruh L menginap di penthouse bersamanya, tetapi ia takut L akan kembali marah-marah dan menuduhnya menguntit.
Akhirnya ia hanya bisa memberi instruksi agar Dave terus menjaga L sementara ia sendiri menginap di penthouse. Dari staf check-in ia mengetahui bahwa L menginap di kamar biasa.
"Besok kalau Nona L keluar kamar, tolong di-upgrade ke Presidential Suite, ya..." perintahnya kepada staf tersebut.
Staf yang dimaksud hanya bisa mengiyakan tanpa berani bertanya. Ia tahu L adalah seorang penyanyi terkenal, tetapi ia tidak mengira begitu L datang menginap di hotel ini, sang bos besar tiba-tiba muncul dan menyuruh mereka memberikan perlakuan istimewa kepada L.
Apakah L memiliki hubungan khusus dengan Tuan Schneider? Apakah jangan-jangan bayi yang tadi dibawanya adalah anak hasl hubungan gelap mereka? Kalau begitu... gosip yang sudah beredar seharian ini tentang L memiliki affair dengan seorang bos di industri hiburan adalah benar???
London menyipitkan matanya saat melihat ekspresi sang staf yang mencurigakan. "Kau sedang berpikir apa? Kalau sampai beredar berita macam-macam di luaran tentang L menginap di sini, aku akan mendatangimu secara pribadi."
Staf itu buru-buru menggeleng. "Tentu saja tidak, Tuan. Saya tadi hanya sedang mengingat-ingat, bahwa bayi cantik yang dibawa Nona L mirip sekali dengan Tuan."
London mengerutkan keningnya mendengar pujian terhadap Lily dan ekspresinya segera menjadi rileks. "Benar, kan? Anakku memang cantik sekali."
Astaga... staf check-in seketika menekap bibirnya karena kelepasan bicara. Ia baru saja memastikan kecurigaannya sendiri. London Schneider tadi mengonfirmasi bahwa bayi yang dibawa Nona L adalah anaknya.
Ini berita besar!!
"Tapi aku masih serius dengan ucapanku. Kalau sampai ada berita tentang L keluar dari sini, dan kalau ada satu saja wartawan yang berkeliaran di hotel ini karena kau, aku tidak akan segan-segan menghukummu dengan berat."
London kembali memperingatkan staf tersebut sambil mengetuk mejanya sekali. Ia lalu mengangguk dan berjalan menuju lift ke lantai paling tinggi.
Staf check-in hanya bisa berdiri di tempatnya dengan wajah tegang. Ia tentu tidak berani menyampaikan apa yang barusan diketahuinya kepada siapa pun. Ia takut kehilangan pekerjaannya. Perusahaan-perusahaan di bawah Schneider Group adalah tempat bekerja idaman banyak orang dan ia tidak ingin harus mencari pekerjaan lain.
London mandi dan berganti pakaian santai lalu mengirim SMS kepada L sebelum tidur. Ia ingin memberi ruang kepada gadis itu untuk melakukan apa-apa yang ingin dia lakukan sendiri, karena itu ia tidak akan ikut campur secara terang-terangan. Minimal ia hanya akan mengawasi dan menjaga L dan Lily dari jauh.
Di benaknya masih terngiang-ngiang perkataan L yang merasa tertekan karena selama ini merasa London bersikap seperti Sinterklas yang terlalu banyak membantunya dan memberikan semua yang L inginkan dan butuhkan, sehingga L merasa ia tidak dapat bergerak dan meraih sesuatu dengan usaha dan kemampuannya sendiri.
L hari ini sudah sengaja membuka diri kepada publik tentang kehamilannya dan kelahiran Lily. Dampak dari terbukanya rahasia ini tidak ringan, London masih membaca berbagai hujatan untuk L di internet. Walaupun ia sudah meminta Jan untuk memblokir berita-berita negatif tentang L, tetap saja tidak akan dapat menghapus nila yang sudah mencemari susu sebelanga.
Kalau ia ingin lebih nekad, London bisa menghubungi Pavel dan meminta agar Splitz memblokir semua posting yang menghujat L dan berita-berita negatif lainnya, tetapi ia tahu hal itu justru akan membuat L semakin tersudut.
Publik akan semakin yakin bahwa L memang menjadi simpanan orang penting sehingga semua berita negatif tentangnya dapat menghilang begitu saja.
"Mereka tidak tahu bahwa aku yang menjadi laki-laki simpananmu... bukan kau yang menjadi perempuan simpananku..." omel London pada foto L yang ada di layar ponselnya. "Pokoknya, bulan depan, kalau kau sudah selesai berpikir, dan aku sudah bisa membuktikan bahwa wanita-wanita yang kutemui itu tidak dapat membuatku melupakanmu.. kita harus langsung menikah dan mengumumkan kepada publik, biar mereka tidak salah paham lagi tentangmu..."
Ia menatap foto itu dengan penuh kerinduan. Ugh... betapa cepat situasi bisa berubah, pikirnya. Baru tadi malam ia bisa memiliki si empunya foto dan bahkan meluapkan rasa cintanya kepada L sepuas-puasnya. Tetapi kini mereka kembali ke titik nol.
Ia merasa lelah dengan hubungan mereka yang seperti roller-coaster ini. Tetapi ia tidak bisa mengeluh, karena masalah terakhir ini adalah kesalahannya sendiri. Ia sadar bahwa L juga pasti lelah, sama seperti dirinya.
Ia ingat kata-kata L, bahwa sejak L bertemu dirinya, hidup gadis itu berubah menjadi penuh kesialan dan masalah.
London hanya bisa menarik napas panjang.
***
Keesokan harinya London sarapan di penthouse dan mulai bekerja dari sana. Ia sudah memberi tahu Jan bahwa ia tidak akan ke kantor dan bekerja dari London. Ada Marc yang duduk di sudut ruangan sambil membaca, sewaktu-waktu siap melaksanakan perintah bosnya bila dibutuhkan. London sendiri memusatkan pikirannya pada berbagai laporan yang mesti ia pahami sebelum konferensi medis mendatang di Berlin.
Sambil bekerja di penthouse, London memantau kegiatan L seharian lewat Dave yang mengikuti gadis itu kemana-mana. Ia mengetahui bahwa L sarapan di kamar lalu keluar pagi-pagi ke kantor pengacara di pusat kota.
"Hmm... mungkin ia sungguh-sungguh mau menuntut bagian hartanya dari surat wasiat George Swann," gumam London. Dalam hati ia sebenarnya tidak senang kalau sampai L menerima uang atau kekayaan dari orang lain, tetapi ia tahu bahwa ia tidak berhak melarang L melakukan apa pun yang ingin ia lakukan.
London hanya bisa menghela napas. Ia tidak tahu bagaimana sikap L nanti kalau ia memang berhasil mendapatkan setengah harta keluarga Swann. Apakah harta akan membuat L berubah?