Mendadak Ke Inggris
Mendadak Ke Inggris
"Ahh... begitu rupanya. Aku pikir biasanya fotografer juga menggunakan nama alias," kata Sarah sambil mengangkat bahu.
"Hmm.. ya, fotografer terkenal... mungkin. Aku hanya orang biasa," London membalas. Ia berusaha mengalihkan pembahasan pada kisah-kisah perjalanan Sarah sendiri agar mereka tidak lagi membicarakan tentang dirinya atau bahkan menyinggung L. "Kau pasti banyak mengambil foto bagus selama bertualang keliling dunia. Kau pakai kamera apa?"
Sarah tampak sangat gembira karena London banyak bertanya tentang dirinya dan pengalaman-pengalamannya yang seru, sambil menikmati makan malam mereka. Ia mengira pria itu sangat tertarik kepadanya sehingga ingin tahu lebih banyak.
Dengan senang hati ia bercerita tentang berbagai petualangannya berkeliling dunia, kegiatannya sebagai traveler yang banyak memiliki follower di media sosial, dan tentang buku-buku yang ditulisnya. Ketika hidangan penutup tiba, London sudah mengetahui begitu banyak informasi tentang Sarah, sementara ia sendiri tidak banyak menceritakan tentang dirinya.
Pukul 19.45, ketika makan malam mereka hampir selesai, London permisi ke toilet. Ia gelisah karena sudah hampir dua jam belum mengetahui kabar L. Sementara, ia merasa tidak sopan kalau mengeluarkan ponselnya saat sedang makan malam bersama orang lain hanya untuk mencari kabar L.
Begitu tiba di toilet ia segera mengeluarkan ponselnya, hendak menelepon Jan. Betapa kagetnya ia ketika menemukan ada beberapa missed call dari L dan kemudian membaca SMS darinya.
[Aku sudah berkonsultasi dengan pengacaraku dan memutuskan untuk segera ke Inggris dan membereskan urusan dengan Danny Swann. Aku membawa Lily bersamaku karena kau tidak bisa dihubungi.]
"Astaga...! Untuk apa dia ke Inggris sendirian?" Seketika London merasa was-was dan resah. Kenapa L mesti memutuskan pergi ke Inggris begini tiba-tiba? Apalagi ia membawa Lily bersamanya. Bagaimana jika terjadi apa-apa??
Belum sempat ia menelepon L, London telah melihat SMS dari Dave.
[Nona L memutuskan ke Inggris secara mendadak. Aku membawa dua rekan untuk mengikuti dan melindungi beliau.]
Hmm... syukurlah pengawalnya itu sangat sigap dan bisa mengambil keputusan sendiri di saat darurat. Tanpa menunggu perintah dari London, Dave telah mengambil inisiatif untuk mengikuti dan menjaga L dan Lily hingga ke Inggris. Kalau ada Dave dan timnya, London bisa merasa agak tenang.
Ia lalu menelepon Jan untuk meminta kabar terbaru.
"Jan, kau sudah memblokir semua berita negatif tentang L?" tanyanya buru-buru begitu Jan mengangkat teleponnya.
"Kita sudah melakukan yang terbaik, tetapi karena beritanya sudah beredar selama hampir 24 jam, sangat susah untuk mengendalikannya..." Suara Jan terdengar sangat menyesal. "Maafkan aku, Tuan. Kali ini situasinya cukup rumit."
London hanya bisa mengerutkan keningnya. Ia tahu berita yang sudah terlanjur dibaca, didiskusikan masyarakat, dan menjadi berita trending mustahil dapat diblokir sepenuhnya. Orang-orang sudah membacanya dan mereka tentu tidak bisa memaksa agar orang-orang lupa.
"Ugh... L tiba-tiba memutuskan pergi ke Inggris. Apakah kau tahu apa rencananya?" tanyanya kemudian kepada Jan.
"Maaf, Tuan. Aku tidak tahu pasti. Yang jelas tadi Nona L datang ke kantor pengacara setelah pulang dari kantor BMM. Ia cukup lama di sana." Jan menjawab ragu-ragu. "Mungkin Nona L ingin memastikan surat wasiat George Swann memang berisi namanya,..."
"Lalu apa?" tanya London tidak sabar.
"Sepertinya Nona L ingin membuat kesepakatan dengan Danny Swann mengenai harta warisan itu."
Kata-kata Jan membuat London tertegun. Ia ingat tahun lalu saat pertama kali bertemu L, semua orang mengatakan kepadanya L adalah seorang gadis paling materialistis di Jerman. Latar belakangnya yang miskin dan besar di panti asuhan setelah keluarganya dibunuh, membuat L menjadi wanita yang sangat mengejar harta.
Dulu ia hanya mau menikah dengan lelaki super-kaya demi mencari tahu siapa pembunuh keluarganya dan kemudian membalas dendam. L hanya berubah setelah ia melahirkan Lily dan berusaha melupakan dendamnya.
Tetapi itu sebelum L mengetahui tentang harta yang diwariskan kepadanya oleh sahabat kakeknya, jika ia tidak mau menikah dengan pria keturunan keluarga Swann. Kini... setelah mengetahui bahwa ia berhak atas separuh harta kekayaan keluarga terkaya kesepuluh di Inggris itu, apakah L ingin mengambil harta bagiannya?
Tiba-tiba perasaan pria itu menjadi tidak enak. Ia mulai menebak-nebak kenapa L membiarkan saja pemberitaan negatif tentang dirinya beredar dan sudah tidak menutupi kehadiran Lily dengan membawanya kemana-mana.
Apakah.. L ingin menjadi kaya agar dapat hidup bebas tanpa harus mengandalkan kariernya sebagai artist? Apakah ia benar-benar sudah tidak peduli pada kariernya? Jangan-jangan... dia juga ingin melepaskan diri dari dukungan Schneider Group?
"Jan, siapkan pesawat. Aku akan menyusulnya ke Inggris setelah kencan dengan Sarah selesai," kata London akhirnya, sebelum memutuskan hubungan telepon.
Ia kembali ke mejanya dan menemukan Sarah sudah menghabiskan hidangan penutupnya. Gadis itu tersenyum hangat ketika melihatnya kembali.
"Lama sekali ke toiletnya," cetus gadis itu. "Aku sudah hampir selesai dengan hidangan penutupku."
Selera makan London hilang saat mengetahui L pergi ke Inggris untuk menemui Danny Swann. Ia hanya menggeleng dan memberi tanda seolah ia sudah sangat kenyang.
"Aku tidak bisa makan lagi. Kita sudahi saja makan malamnya," kata London kemudian.
Ia memanggil pelayan dan meminta tagihan makan mereka. Dengan sigap, pelayan itu datang lima menit kemudian membawa tagihan dan mesin pembayaran. Pria itu buru-buru membayar dengan kartunya sebelum Sarah bisa melihat nama yang tertulis di permukaan kartu tersebut. Sarah tidak boleh tahu nama asli Killian Makela adalah London Schneider.
Sarah hanya terkesima melihat betapa pria di depannya tampak buru-buru sekali hendak menyudahi acara kencan mereka. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah ia melakukan kesalahan selama acara makan malam tadi. Hmm... rasanya tidak.
"Eh.. aku bisa membayar makananku," kata Sarah, berusaha mencegah London membayar untuk semua makan malam mereka.
"Tidak apa-apa, Sarah. Aku ini pria kuno, biasanya aku yang selalu membayar," jawab London cepat. "Terima kasih kau sudah bersedia makan malam denganku. Kau adalah gadis yang hebat dan aku suka mendengar cerita-ceritamu. Sayangnya aku harus segera pergi, ada urusan darurat yang harus kutangani."
Sebagai seorang pria sopan, London masih berusaha menjaga perasaan Sarah dan meyakinkannya bahwa kencan makan malam mereka baik-baik saja, dan ia terpaksa menyudahi lebih cepat hanya karena ada urusan darurat.
Sarah hanya bisa mengangguk. "Aku juga senang makan malam denganmu. Sayangnya kau belum sempat bercerita banyak tentang dirimu. Kita harus bertemu lagi untuk mengobrol lebih lengkap..."
"Tentu saja. Kita bisa melakukannya lain kali," London asal menjawab. "Baiklah... sudah waktunya pulang. Kau ada kendaraan?"
Sarah menggeleng. "Aku baru pindah ke kota ini dan belum sempat membeli mobil. Saat ini aku masih menggunakan taksi. Kau bisa memesankan taksi untuku."
"Baiklah, biar aku panggilkan taksi untukmu, ya..." London segera memberi tanda kepada seorang pelayan restoran yang datang tergopoh-gopoh untuk mencarikan kendaraan yang tepat bagi Sarah. Lima menit kemudian keduanya sudah turun dari lantai 20 tempat restoran berada, dan menunggu di lobi.
Begitu taksi pesanan untuk Sarah tiba, London memastikan gadis itu naik taksi dan pergi dari pandangannya, sebelum ia memanggil Marc untuk datang dan mengantarnya ke bandara.
Ia akan segera menyusul L ke Inggris untuk memastikan Danny Swann tidak mengganggu L lebih jauh.