The Alchemists: Cinta Abadi

Pertemuan Di Paris



Pertemuan Di Paris

3Kini setahun telah berlalu dan pemulihan Vega berlangsung dengan baik. Setelah ia meminum ramuan penghilang ingatan dari Lauriel, keluarganya mengarang cerita tentang bagaimana mereka menemukan Vega.     

Gadis itu sama sekali tidak mengingat peristiwa buruk yang terjadi kepadanya. Setelah menjalani terapi dan memulihkan kesehatannya, dalam waktu tidak terlalu lama, Vega telah kembali menjadi seperti Vega yang dulu, ceria, bahagia, dan hangat.     

Aleksis sangat senang melihat anak perempuannya yang hilang seolah kembali. Melihat Vega yang bahagia, keluarganya pelan-pelan dapat melupakan masa lalu yang buruk.     

Ignorance is bliss.     

Mereka merasa sangat beruntung karena memiliki kemampuan untuk melupakan hal buruk yang sudah terjadi. Banyak orang lain yang harus berjuang menghadapi mimpi buruk dan kenangan masa lalu yang menimbulkan trauma dan rasa sakit hati. Ada yang harus terus bergumul seumur hidupnya agar dapat kembali hidup dengan normal.     

Dengan ramuan penghilang ingatan dari Lauriel, Vega dapat mengulangi hidupnya dan membuang pengalaman enam tahun yang menimbulkan sakit hati dan trauma.     

Ia memang kehilangan enam tahun, tetapi menurut keluarganya, hal itu lebih baik daripada harus hidup dengan kepedihan selama ratusan tahun ke depan.      

"Kita menginap di hotel Nobel," kata Altair saat menuruni tangga pesawat. Ia berdiri di ujung tangga dan menunggu adiknya turun, lalu menggandengnya untuk masuk ke mobil yang menjemput mereka di runway. "Aku sengaja mengundang beberapa orang untuk makan malam dengan kita di restoran hotel."     

"Siapa?" tanya Vega penasaran.     

"Kau pasti suka."     

Altair tersenyum dan menolak menjawab ketika Vega mendesaknya untuk memberi tahu apa kejutan yang telah ia siapkan.     

Mobil yang membawa mereka melaju santai ke pusat kota Paris. Di sepanjang perjalanan Vega mengagumi sekelilingnya. Ia dan keluarganya dari dulu sering kemari dan ia hafal rute yang mereka lewati menuju ke Hotel Nobel.     

"Heii.. kalian sudah tiba!" Ketika Altair mengetuk pintu penthouse, seorang gadis sangat cantik berambut ikal kecokelatan membuka pintu dari dalam dan segera mempersilakan mereka masuk.     

JM langsung memeluk Vega dan keduanya melonjak-lonjak bersama seperti anak kecil.     

"Heiii... selamat ulang tahun!" seru JM sambil mencium pipi Vega bergantian. Ia lalu menggandeng gadis itu ke dapur dan mengambil sebotol wine. "Ayo kita merayakannya. Aku sengaja membawa wine dari chateu kami."     

Hari itu memang ulang tahun Altair dan Vega. Altair berniat merayakannya dengan makan malam bersama JM dan teman-teman sekolah Vega dulu. Tetapi karena JM membawa wine produksi chateaunya sendiri ia tidak menolak perayaan lebih awal.     

"Rasanya enak sekali. Sepertinya wine kalian sudah bisa dipasarkan," kata Altair mengomentari rasa wine yang dibawa JM.     

"Benarkah? Ayah pasti senang mendengarnya. Sejak keluargaku pindah ke Colmar dan membeli chateau itu, ayah senang bereksperimen dengan produksi wine. Semakin lama rasanya memang semakin enak," kata JM. "Kapan-kapan kita ke Colmar lagi."     

Jean dan Marion sekarang memiliki minat baru. Mereka menikmati tinggal di kota pedesaan yang berjarak tiga jam perjalanan dari Paris. Chaetau tempat mereka tinggal sekarang sangat indah dan mereka menikmati kehidupan baru di desa.     

JM sekarang tinggal sendirian di apartemennya di Paris dan pulang ke rumah orang tuanya setiap minggu kalau ia sedang tidak ada show. Karena minggu ini Altair ingin datang memberi dukungan kepadanya pada acara fashion show yang ia ikuti, JM ikut tinggal di penthouse agar mereka dapat menghabiskan waktu bersama.     

Sebagai dua orang yang sama-sama sangat sibuk, bagi mereka setiap momen sangat berharga. JM sangat senang ketika mendengar bahwa Altair akan membawa adiknya ke Paris.     

Selama ini JM hanya mendengar kabar tentang perkembangan kondisi Vega, tetapi tidak pernah bertemu dengannya secara langsung.     

Kini, melihat Vega kembali seperti Vega yang dulu, JM merasa sangat bahagia. Sambil menyesap wine-nya, ia mengerling ke arah Altair dan ia dapat melihat betapa pria itu tampak sangat bahagia.     

Ahh.. sepertinya, mulai sekarang, semua akan baik-baik saja.     

Mereka menghabiskan segelas wine sambil berbincang-bincang, menunggu tibanya janji makan malam sebentar lagi.      

Setengah jam kemudian.     

"Aku sudah memesan satu ruangan khusus untuk kita di Restoran The Lily," kata Altair sambil mengambil jasnya dan berjalan ke pintu. Ia lalu membukakan pintu untuk Vega dan JM. Setelah kedua gadis itu keluar, ia berjalan mendahului mereka ke depan lift dan memencet tombol turun ke lantai 40.     

Sejak anak perempuannya, Lily, lahir, London Schneider mengubah nama-nama restoran di semua hotel jaringan hotel St. Laurent menjadi "The Lily". Semua restoran ini adalah restoran Michelin bintang tiga dan selalu menyajikan makanan enak, eksklusif dan tempat yang mewah.     

Setelah beberapa tahun, kini nama "The Lily" sudah identik dengan restoran terbaik dan eksklusif kelas dunia yang dapat ditemui di berbagai kota besar dunia, tepatnya di mana pun ada hotel milik Schneider Group.     

Dari ini saja semua orang dapat melihat betapa besar rasa sayang London Schneider kepada anak satu-satunya itu.     

"Aku suka nama 'The Lily'," komentar Vega. "Kalau nanti Paman London punya anak lagi, menurutmu, apakah ia akan mengganti nama restoran yang lain?"     

Altair mengangkat bahu. "Setahuku Paman tidak mau punya anak lagi. Masih trauma karena dulu Lily lahir sebagai bayi micro-premium."     

Dalam hati Altair merasa bersyukur bahwa Vega memilih meminum ramuan penghilang ingatan. Trauma dapat sangat mempengaruhi kehidupan seseorang.     

Buktinya adalah Pamannya sendiri, London Schneider. Hingga tiga belas tahun lamanya, ia masih dihantui bayangan trauma saat menyaksikan anak dan istrinya hampir mati dalam proses kelahiran Lily.     

Kalau sampai Vega juga dihantui trauma akibat kehilangan bayi-bayinya, mungkin sampai sekarang akan sangat sulit baginya untuk menjalani hidup, membuka diri, dan nanti memiliki anak lagi.     

Biarlah keluarganya saja yang berduka atas kematian dua janin itu, yang penting Vega tetap bisa tersenyum dan bahagia seperti sekarang.     

DING     

Pintu lift terbuka di lantai 40. Ketika Altair, Vega, dan JM hendak keluar lift, mereka semua tertegun melihat laki-laki yang berdiri di depan pintu, siap untuk masuk ke dalam setelah mereka keluar.     

"Hei..." Suara pria itu terdengar kaget tetapi senang. "Kalian sudah sampai?"     

Ia menatap Altair dan kemudian pandangannya beralih kepada Vega. Wajahnya yang tampan seketika dihiasai senyum lebar.      

"Kak Mischa? Sedang apa di sini?" tanya Vega dengan antusias.      

Mischa mengunjukkan dagunya ke belakang. "Aku tadi minum sebentar untuk bersantai. Bosan rasanya di kamar hotel."     

"Kak Mischa ada keperluan apa di Paris?" tanya Vega dengan penuh perhatian.     

"Ayah kalian tidak bilang?" tanya Mischa. "RMI mengadakan eksibisi terbesarnya tahun ini. Kami sengaja memilih kota Paris karena..."     

Ia tidak melanjutkan kata-katanya. Ah, ia hampir lupa bahwa Vega sama sekali tidak ingat bahwa ini adalah permintaannya sendiri setahun yang lalu. Gadis itu meminta untuk dipertemukan dengannya dan Ren di kota yang menjadi asal mula petaka yang menimpa dirinya.     

Karena itulah Alaric sengaja mengatur agar eksibisi terbesar RMI tahun ini diadakan di kota Paris. Ini untuk memberi kesempatan kepada Mischa dan Ren bertemu dengan anak perempuannya tanpa terkesan dipaksakan.     

Mischa sudah lama menanti-nantikan datangnya hari ini, ketika ia akan dapat bertemu Vega lagi setelah satu tahun lamanya. Ia tahu hari ini adalah ulang tahun Vega.     

Karena gugup, ia memutuskan untuk minum di The Lily untuk menenangkan diri, sambil memikirkan bagaimana caranya ia dapat mengajak Vega untuk makan malam lagi bersama dirinya, menebus kencan makan malam yang gagal tujuh tahun yang lalu.     

Ia sama sekali tidak mengira bahwa saat ia selesai menikmati minumannya, ia justru akan berpapasan dengan gadis itu dan saudaranya. Mischa tidak tahu bahwa Altair memesan acara makan malam di The Lily.     

"Kalian akan makan malam di sini?" tanya Mischa, mengalihkan pembicaraan. "Biasanya ayahmu atau kakekmu akan mengundang chef dan makan di penthouse."     

Ia tak dapat menyembunyikan perasaan senangnya karena kebetulan ini membuatnya dapat bertemu Vega dengan lebih cepat. Tadinya ia mengira baru akan bertemu Vega di acara eksibisi.     

"Aku kan bukan ayahku," kata Altair sambil tertawa kecil. "Aku lebih senang makan di luar dan bersosialisasi bersama teman-teman."     

Selain alasan itu, Altair juga merasa tidak enak memamerkan kekayaan keluarganya kalau mengundang teman-teman sekolahnya ke penthouse. Jadi, menurutnya, lebih aman jika mereka makan di restoran saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.