Hari bersama Silvia
Hari bersama Silvia
Saat ini mereka berada di sebuah taman yang tak jauh dari sebuah Mall, sesuai dengan rencana mereka kemarin, hari ini mereka akan berkencan, dan tempat yangmereka pilih untuk menghabiskan waktu berdua adalah dengan menonton film di sebuah bioskop yang berada di dalam mall. Tentunya itu adalah salah satu asset milik keluarga Jhonatan, maka dia akan dengan mudah mendapatkan tempat yang ia inginkan di dalam bioskop. Setelah menonton mereka lanjutkan kencan mereka dengan berbelanja apa saja yang diinginkan oleh Silvia. Lalu mereka melanajutkan perjalanan ke sebuah taman dengan pemandangan hamparan bunga yang indah.
Tanpa Silvia ketahui taman itu adalah milik Rena, tantenya Jhonatan maka lagi-lagi Jhonatan dengan mudah untuk memesan buket bunga atau datang ke sebuah taman yang hanya sang pemilik yang boleh masuk ke tempat tersebut karena di batasi dengan jeruji besi sebagai pembatas, namun pengunjung masih bisa melihatnya dari luar pagar.
Didalam taman itu tak hanya terdapat hamparan bunga, tetapi juga beberapa gerai makanan dan minuman yang diambil dari saripati tanaman bunga yang terdapat disana. Rena berhasil mengembangkan beberapa spicies tanaman berkat kepandaiannya dalam bertanam dibantu oleh sahabatnya Andre.
"Sudah nangisnya?"Tanya Jhonatan kemudian mengulurkan tissue pada Silvia.
Silvia mengangguk. "Aku di jodohkan dengan laki-laki yang umurnya jauh diatasku."
Jhonatan terdiam, memberi waktu untuk Silvia melanjutkan ceritanya.
"Namanya Ramond."
Mendengar nama yang disebutkan oleh Silvia, dahi Jhonatan berkerut. Lalu kembali mendengarkan cerita Silvia.
"Dia anak pertama dari sahabat ayahku, uncle Matt." Sampai disini Jhonatan sangat yakin banhwa yang di maksud oleh Silvia adalah Ramond, kakaknya. Namun Jhonatan masih terdiam ingin melihat bagaimana cerita selanjutnya dari Silvia.
"Sekarang dia memegang salah satu perusahaan milik ayahku, karena ayahku sedang sakit. dan dia juga sedang menyelesaikan kuliahnya juga."
Jhonatan menarik nafas panjang, ada kelegaan yang muncul di hatinya ketika Ia tahu bahwa yang akan di jodohkan dengan Silvia tak lain adalah kakaknya sendiri. Dan Jhonatan paham betul bagaimana sifat dan watak Ramond. Maka tak ada kekhawatiran yang berarti terhadap nasib Silvia kedepannya.
"Kamu tahu bagaimana wajah laki-laki itu?" Tanya Jhonatan yang berdiri sambil bersedekap di dada.
Silvia mengeluarkan ponselnya lalu membuka gallery foto dan menunjukkan wajah Ramond yang sedang berfoto dengan ayahnya di kantor. Jhonatan tersenyum dan hal itu menimbulkan pertanyaan di hati Silvia.
"Kenapa kamu tersenyum?" Tanya Silvia dengan dahi berkerut.
"Dia tampan, dan cocok menjadi suamimu." Kata Jhonatan dengan tersenyum.
"Tapi aku tidak mengenalnya."
"Aku yakin dia orang yang baik, dan dia akan mengerti dirimu."
"Benarkah?"
Jhonatan mengangguk dia sangat yakin jika Ramond bisa memberikan yang terbaik bagi Silvia, dan bisa menyayangi Silvia sekaligus menjaganya.
"Kamu yakin banget, Jhon."
"Dari wajahnya saja sudah kelihatan dia baik dan penyayang. Yang terpenting dia sangat menyayangi ayahmu, dan bisa mengembangkan bisnis ayahmu sekaligus menjagamu."
"Aku akan coba memercayaimu Jhon."
"Itu bagus, sekarang jangan lagi bersedih, ayo aku ajak kamu ke suatu tempat."
"Kemana?"
"Ikut saja, ayok."
Jhonatan mengandeng tangan Silvia masuk ke dalam sebuah ruangan yang terhubung dengan sebuah taman lagi, hanya taman itu terdapat bunga mawar hasil penelitian Rena, yang tidak ada di tempat manapun kecuali di taman itu.
"Jhon! Mawar nya indah-indah banget." Kata Silvia sambil tersenyum takjub memandang hamparan tanaman bunga mawar dengan warna yang beraneka ragam.
"Kamu suka?" Tanya Jhonatan.
Silvia mengangguk, Bunga Mawar adalah salah satu bu
nga yang sangat di sukai oleh Silvia, bahkan di negara C dia membuat ruangan khusus yang hanya ada bunga mawar dengan temperature yang sengaja di sesuaikan dengan kebutuhan untuk bunga mawar tersebut supaya tidak mati.
"Kamu tahu kalau aku suka bunga mawar?" Tanya Silvia lalu mencium salah satu bunga mawar yang Nampak segar dan indah.
"Ya, aku tahu kalau kamu sangat menyukai bunga mawar."
"Dari mana kau tahu?"
"Kamu sering memetik bunga mawar yang ada di sekolah."
"Kau bahkan tahu segala kebiasaan ku Jhon."
"Ya, aku juga tidak tahu sejak aku melihatmu pertama kali di sekolah, aku pikir kamu gadis yang lain dari yang bukan karena rambut pirangmu, tapi memang karena sikapmu yang selalu periang dan membuat orang lain menjadi betah disisimu."
"Tapi nyatanya aku tak bisa membuatmu jatuh cinta Jhon."
"Nyatanya hari ini kamu adalah pacarku."
"Itu karena aku yang minta." Silvia melirik Jhonatan yang tersenyum dan memasukkan kedua tangannya di kantong celana, dan berdiri di samping Silvia yang menunduk mengamati bunga mawar.
"Terimakasih Jhon."
"Sama-sama Silvia, kamu telah memberikan kenangan yang indah untuk kita."
"Untukku." Kata Silvia.
"Untuk kita." Tegas Jhonatan.
"Jhon, apa aku bisa membawa pulang bunga yang ini?" Tanya Silvia sambil memegang satu bunga mawar bercorak batik.
"Bawalah."
"Apa kamu yakin?"
"Hm…"
Jhonatan lalu mengambil satu tanaman bunga yang dimaksud sekaligus potnya, lalu menyuruh petugas taman untuk mengemasnya agar Silvia mudah membawa bunga itu.
"Jam berapa besok kamu berangkat ke negaramu?" Tanya Jhonatan sambil mengajak Silvia duduk di sebuah bangku yang tak jauh dari taman bunga mawar.
"Jam 9, apa kamu mau mengantarku?" Tanya Silvia bersandar di bahu Jhonatan lalu mengeluarkan ponselnya dan mengabadikan kebersamaan mereka berdua. Jhonatan tersenyum saat kamera mengahadap kearah mereka.
"Tidak hanya aku yang akan mengantarkanmu ke bandara, tapi juga Lala, Leo \dan ketiga saudaraku."
"Syukurlah, aku senang mempunyai sahabat seperti kalian."
Jhonatan tersenyum, lalu melirik Silvia yang memainkan kamera ponselnya dan kembali membidik berkali-kali wajah mereka berdua.
"Sepertinya Lala menyukaimu, Jhon."
"Benarkah?"
"Baguslah."
Silvia menegakkan tubuhnya lalu menoleh pada Jhonatan, menatap wajah tampan yang sedang tersenyum pada bunga-bunga mawar yang sedang bermekaran.
"Kamu tak keberatan? Apa kamu juga menyukainya?" Mendengar pertanyaan Silvia, Jhonatan menoleh lalu menatap wajah bule di sampingnya itu.
'Ya, aku bahkan mencintainya, dan bahkan dia tahu jika aku hari ini pergi berdua denganmu.' Batin Jhonatan.
"Paling tidak masih ada yang menyukaiku setelah kau pergi dari negara ini."
Wajah Silvia berubah kesal, tapi ada rona bahagia di wajahnya.
"Apa kau akan melupakanku, Jhon?" Tanya Silvia kembali merebahkan kepalanya di bahu Jhonatan.
"Katanya pacar pertama itu tak mudah dilupakan."
"Kamu pandai menyenangkan hatiku, Jhon."
"Karena tugas sebagai pacar adalah membahagiakan pacarnya bukan?"
Jhonatan dan Silvia tertawa, lalu Jhonatan mengajak Silvia keluar dari taman itu untuk segera pulang karena hari telah beranjak sore.