aku, kamu, and sex

Sebuah Akhir



Sebuah Akhir

0Suasana di pemakaman kini telah sepi, hanya ada segelintir orang yang berada disana, namun akhirnya orang-orang itupun pergi meninggalkan seorang gadis berjilbab yang sedang berdiri dipinggir makam, sambil menatap batu nisan bertulis nama ayahnya.     

Selena tak menyangka jika pada akhirnya ini yang akan terjadi, kematian orang yang dia harapkan bisa berubah, dan menjadi ayah yang baik, perlahan Selena berjongkok di pinggir makam, dan ingatannya kembali pada peristiwa kemarin.     

Flashback On     

DOR     

"Ayah!!"Teriak Selena.     

Gadis berjilbab itu berlari pada sosok yang tiba-tiba ambruk akibat peluru yang menerjang tepat di kepalanya.     

"Ayah!!" Selena menangis sambil merengkuh tubuh ayahnya.     

Tuan Handokopun lalu mendekat pada Selena dan Diego, tak ada yang mampu ia dapat sampaikan kecuali isyarat meminta maaf pada Handoko kemudian melirik Matt dan Ronald secara bergantian.     

"Diego." Panggil Tuan Handoko, namun Diego hanya meletakkan tangan Selena padanya. Lalu keduanya matanya tertutup, nafas dan jantungnya berhenti.     

Selena memeluk tubuh ayahnya, sejahat apapun Diego adalah ayah kandungnya, ayah yang membesarkannya, walau dia adalah hasil nafsu bejat yang di lakukan ayahnya.     

Tuan Handoko merengkuh tubuh Selena ke pelukannya saat tim medis dari kepolisian setempat mengambil alih jasad Diego untuk dibawa ke rumah sakit.     

Selena masih tak percaya jika ayahnya akan senekat itu dengan mengakhiri nyawanya sendiri.     

Flasback Off     

Tuan Handoko menyentuh bahu Selena, membuat gadis itu menoleh yang kini berdiri di sampingnya. Tak ada kata yang terucap darinya kecuali senyuman kecil yang berhasil membuat Selena tenang seketika.     

Tangannya terulur di samping gadis itu berjongkok, lalu perlahan tangan sang gadis menyambut uluran tangan itu.     

Selena berdiri, lalu berjalan mengikuti langkah Tuan Handoko meninggalkan area pemakaman di negara C.     

Gengaman erat Tuan Handoko membuat Selena menjadi tenang, di parkiran mobil sudah menunggu Matt dan Rena dan Ronald, sedangkan yang lainnya telah kembali ke rumah mereka masing-masing.     

Matt memeluk tubuh Selena, lalu mengusap pungungnya dengan sayang, "Kamu baik-baik saja?" Tanya Matt memastikan keadaan adiknya. Selena mengangguk sebagai jawaban.     

"Kamu pulang kemana aku antar."     

"Tidak perlu, kau temani Daddy nanti malam kita makan malam bersama di Villa milik ibu, di ladang gandum." Ujar Selena menatap mata biru dengan mata yang ia miliki.     

"Baiklah, kami akan kesana nanti." Ujar Matt pada akhirnya sambil membelai pipi sang adik.     

"Ayah, kau sudah berjanji menemaniku bukan?" Tanya Selena pada Tuan Handoko yang sedari tadi menatapnya. Senyuman yang tercetak wajah Tuan Handoko adalah sebuah persetujuan tanpa suara yang membuat Selena tersenyum, lalu melangkah mendekati Rena. Meraih dua tangan gadis kecil itu untuk ia gengam lalu memeluknya erat.     

"Kamu ikut ke ladang gandum kan? Kita akan siapkan makan malam nanti." Ajak Selena pada Rena.     

Rena tersenyum lalu menjawab, "Aku akan datang ke sana, tapi untuk saat ini aku harus mengurus asset milik ayahku dulu, setelah itu aku baru menyusulmu ke villa, bagaimana?"     

Selena mengangguk. "Oke, kalian hati-hati."     

"Ronald,"     

Ronald menatap Selena lalu mengulurkan tangan kirinya untuk Selena gengam, "Terimakasih."     

"Sama-sama Selena." Jawab Ronald lalu melepaskan tangannya yang dipegang Selena dan berganti memeluk Rena, serta membimbing sang istri agar masuk ke dalam mobil. Begitu juga dengan Matt yang ikut dengan Ronald walau dengan menggunakan mobil terpisah.     

"Kita pulang?" Tanya Tuan Handoko ketika, dua mobil yang berisi orang terkasih mereka sudah berlalu pergi.     

"Hmm." Selena mengengam tangan besar Tuan Handoko lalu masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah terbuka oleh sopir.     

Selama perjalanan ke ladang gandum, Selena menyandarkan kepalanya di dada Tuan Handoko dan memeluk tubuhnya dengan erat.     

"Ayah."     

Tuan Handoko menolehkan pandangannya pada gadis yang sedang mendongak menatapnya.     

"Hmm."     

"Apa ayah akan marah jika aku memutuskan untuk tinggal disini sementara waktu? Banyak yang harus ku urus dan kuselesaikan." Tanya Selena pada Tuan Handoko yang membalas pelukan Selena lalu mengecup kening Selena dengan sayang.     

"Tinggallah, ayah akan memberikan waktu sebanyak yang kau butuhkan, asal kau tak lagi bersedih, dan menjalani hari-hari bahagia." Jawab Tuan Handoko sambil tersenyum.     

"Bagaimana kalau aku merindukanmu." Tanyanya lagi.     

"Sebut namaku, maka aku akan datang." Kata Tuan Handoko sambil kembali mencium kening Selena.     

"Aku mencintaimu." Ungkap Selena.     

"Kau menyebalkan." Ujar Tuan Handoko sambil mencubit hidung Selena.     

Selena terkekeh, lalu mengertakan pelukannya, dia bersyukur bisa menemukan Tuan Handoko yang begitu bijaksana menyikapi setiap permasalahan dan mencintainya dengan cara yang indah.     

"Aku akan cepet menyelesaikan segalanya, lalu menjalani sisa hidupku bersama Tua Bangka sepertimu."     

"Aku pastikan kau tak akan menyesal hidup dengan pria tua sepertiku."     

"Kau harus buktikan itu." Kemudian Selena mencium bibir laki-laki yang sedang menatapnya.     

Tuan Handoko tak mengira Selena akan menciumnya dengan ganas terlebih saat ini mereka berada di dalam mobil dan tidak sendiri. Ada satu anak buah Tuan Handoko di sisi depan dan juga satu sopir Selena yang sedang mengendalikan laju mobil.     

Sang sopir yang paham situasi langsung menurunkan sekat pembatas antara ruang kemudi dan penumpang untuk memberikan ruang bagi Selena dan Tuan Handoko memadu kasih.     

Menyadari sekat itu telah di turunkan, Tuan Handoko membalas ciuman Selena tak kalah ganas, rindu yang selama beberapa hari menumpuk kini tumpah ruah dalam sebuah ciuman yang intens sarat akan desahan. Namun Tuan Handoko tak mau melakukan lebih dari sekedar ciuman, walau gejolak dalam dirinya begitu besar menginginkan sesuatu hal yang lebih dari sekedar ciuman.     

Tuan Handoko melepaskan pagutannya, lalu jarinya menyusuri bibir Selena yang selalu berhasil menggodanya, membuat ia ingin merasakan lagi dan lagi bibir kenyal sang kekasih.     

"Aku selalu merindukan ini." Ucap Selena jujur.     

Tuan Handoko memahami Selena sebagai gadis yang jujur dengan apa yang dia rasakan, mempunyai jiwa kepemimpinan yang tinggi, keras kepala sekaligus penyayang.     

Tuan Handoko menatap Selena dengan intens, mata birunya bagai telaga yang menyejukkan jiwanya yang kering, menyuburkan hatinya yang tandus, dan menghidupkan kembali jiwa yang serasa mati.     

"Dan aku selalu merindukan ini, yang selalu memakiku, dan membuat aku selalu ingin merasakannya lagi dan lagi." Ujar Tuan Handoko sambil mengetuk pelan bibir Selena menggunakan jari telunjuknya.     

Selena terkekeh, lalu kembali mencium laki-laki yang sangat ia cintai.     

"Aku akan membuat mu merasakan kerinduan yang dalam, pria tuaku." Ucap Selena di sela ciumannya.     

Kembali mereka satukan pagutan dengan penuh kelembutan dan cinta, "Ayo kita menikah." Ucap Selena tiba-tiba, Tuan Handoko mengangguk mantab kemudian mencium lagi bibir kenyal kekasih hatinya itu.     

Selena selalu tidak puas hanya sekedar ciuman, namun Tuan Handoko selalu mengeleng dan mengunci pergerakan tangan Selena yang mulai nakal.     

"Kita menikah, dan lakukan sesukamu." Ucap Tuan Handoko dengan tenang namun penuh penekanan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.